
KUALA LUMPUR-JAKARTA | Presiden Ikatan Setiakawan Wartawan Malaysia Indonesia (ISWAMI) - Malaysia, Datuk Ahmad Zaini Kamaruzzaman, meminta media massa berperan aktif dalam meningkatkan hubungan antara Malaysia dan Indonesia, dengan menghormati dasar atau kebijakan kepemimpinan kedua negara.
Ahad (21/12/25), ISWAMI Malaysia mempublikasi pernyataan resmi yang menyatakan, bahwa pemberitaan media harus fokus pada penguatan hubungan bilateral, selain memahami isu-isu kepentingan bersama.
Presiden ISWAMI Malaysia, tersebut mengemukakan, "Malaysia dan Indonesia merupakan negara-negara bersatu. Jika ada negara yang mengalami bencana, kedua negara bersama-sama akan selalu membantu di tingkat kepemimpinan dan rakyat."
Kendati demikian, menurut Datuk Ahmad Zaini, media harus selalu mendukung upaya apa pun yang dilakukan pemerintah dalam menangani semua masalah atau isu kepentingan bersama.
Merujuk pada bencana Sumatera yang baru-baru ini terjadi dan sikap Indonesia yang menolak menerima bantuan asing, media kedua negara harus berhati-hati dalam membentuk narasi pemberitaan.
Datuk Ahmad Zaini menyatakan, pemberitaan yang akurat sangat penting, bukan hanya untuk memastikan masyarakat mendapatkan informasi faktual, tetapi juga untuk menjaga hubungan baik dan pemahaman antara kedua negara tetangga yang memiliki sejarah regional, budaya, dan kepentingan strategis yang sama.
"ISWAMI Malaysia selalu menghormati semua kebijakan atau kebijakan (kepolisian) pemerintah Indonesia," katanya.
Ditambahkannya, "Media Malaysia yang meliput atau melaporkan bencana tersebut harus beretika, dan peduli terhadap bencana yang terjadi di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
"Laporan yang dibuat harus positif dalam upaya bersama kita untuk mengatasi masalah bencana tanpa memberikan narasi buruk yang dapat memengaruhi keharmonisan kedua negara," kata Ahmad Zaini.
ISWAMI Malaysia yakin bahwa semangat ASEAN dan hubungan erat kedua negara yang dipimpin oleh Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Anwar Ibrahim dan Presiden Indonesia Prabowo Subianto, akan terus mempererat hubungan kedua negara, serta saling memahami dan membantu satu sama lain.

Tular, lantas Minta Ma'af
Beberapa hari berselang (16/12/25) di media sosial tular (viral) pernyataan Menteri Dalam Negeri Indonesia, Tito Karnavian -- -- dalam perbincangan siniar Helmi Yahya Bicara, yang terkesan meremehkan bantuan masyarakat madani Malaysia.
Tito menyatakan, bantuan dari Malaysia senilai USD60 ribu 'tak seberapa' dibandingkan dengan anggaran yang sudah dikeluarkan pemerintah Republik Indonesia.
Ucapan Tito, mantan Kapolri, Jendral (Purn) Polisi bergelar Professor Doktor, itu mendapat kecaman dari dalam dan luar negeri yang dianggap tidak patut dinyatakan seorang petinggi aktif dalam pemerintahan.
South China Morning Post (SCMP) dari Hong Kong mengungkap, pernyataan tersebut 'melukai' perasaan publik di Malaysia. Netizen Malaysia dalam berbagai versi menyatakan, bantuan kemanusiaan tersebut merupakan bentuk empati khalayak di negeri jiran, itu sesuai prinsip dasar persahabatan dan persaudaraan antar tetangga yang ikut merasakan rasa nestapa. Selain itu juga menunjukkan solidaritas khalayak yang tak patut dan tak layak diperbandingkan.
Di dunia maya, berbagai konten kreator secara multi media, multi channel dan multi platform mengecam pernyataan Tito, sebagaimana mereka mengecam pernyataan anggota DPR RI dari Fraksi Gerindra, yang menafikan aksi netizen yang dimotori konten kreator cerdas Ferry Irwandi mengumpulkan donasi sebesar Rp10 miliar dalam waktu singkat, 24 jam.
Pernyataan Tito yang terkesan 'arogan' itu mendapat reaksi langsung dari Tan Sri Datuk Seri Utama Dr. Rais Yatim, bekas Yang Dipertua Dewan Negara Malaysia, yang juga bekas Menteri Luar Negara; Menteri Penerangan Komunikasi dan Kebudayaan; dan Presiden Universiti Islam Antarabangsa Malaysia (UIAM).
Lewat akun tik tok, Rais Yatim yang juga pakar Pantun Melayu, tokoh diaspora Minangkabau dari Negeri Sembilan, itu dengan halus menyindir Tito. Ia menyatakan, "Kita menerima secara duka cita, reaksi rakan kita di seberang yang menyatakan, bahwa sumbangan USD60 ribu itu -- bagi meringankan beban sengsara di Aceh dan wilayah-eilauah lain diumumkan sebagai perkara kecil dan sumbangan yang tak berpatutan."
Menurut Tan Sri Dasuri, "Ini bukan berbudi bahasa sebenarnya. Apabila rakan ataupun jiran membantun waima banyak mana pun jangankan sebut enam puluh ribu US Dollar.. Kalau enam puluh ringgit pun disumbang oleh seseorang harus berterima kasih."
Selanjutnya Dasuri mengemukakan, dengan pernyataan umum kepada dunia, Malaysia menyumbang sedikit.. Menteri berkenaan harap bersekolah dulu dalam bentuk perkataan komunikasi atau bahasa kepada sesuatu jiran..., dan ini harus dipegang sebagai pedoman yang baik.
Tito kemudian minta ma'af pada jumpa pers bersama yang diinisiasi Sekretaris Kabinet, Teddy (Sabtu, 17/12/25). Ia mengakui pernyataannya bisa saja disalahpahami dan menimbulkan kesan yang tidak sesuai dengan maksud sebenarnya. | sharia, delanova