Bang Sèm
Zaman terus bergerak, tak pernah tertambat di masa lalu dan tercancang di masa kini. Segala peristiwa di hari lalu, meski hanya sekelip mata, adalah takdir yang serta-merta menjadi sejarah.
Orang-orang bijak dengan kedalaman insaniahnya, menerima segala takdir dengan satu sikap, qana'ah. Menerima segala hal yang sudah ditakdirkan Allah dengan segenap keikhlasan. Tanpa keluh dan kesah, meski dalam prosesnya mesti bercucur peluh.
Yang utama adalah bagaimana secara tanpa henti melakukan ikhtiar, melalui kerja cerdas, kesungguhan belajar keras sehingga mencapai kefasihan dalam memahami fenomena kehidupan. Sekaligus menyadari batas kemauan dan kemampuan.
Karena kesadaran demikian, dalam menjalani lakon kehidupan, mesti tertanam kesadaran tentang hakikat batas kemampuan, termasuk dalam melakukan penghambaan hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala (SwT) semata. Fattaqullah masthatho'tum.
Lantaran manusia, sebagaimana isyarat Penciptanya: mahallul khata' wan nisiyan. Manusia adalah ruang khilaf (salah) dan alpa (pun, lupa). Khasnya dalam menjaga dan merawat sikap konsisten dan konsekuen pada komitmen penghambaan hanya kepada Allah, Créateur suprême, Kreator se mahakobasa, khalgh motaal.
Kendati demikian, Allah SwT senantiasa menyediakan panggung kemuliaan insaniah, menjadi alat representasi-Nya untuk menjadi manfaat bagi sesamanya dan semesta : hairun naas anfa'uhum lin naas.
Karenanya, pilihan hidup terbaik adalah melakoni hidup dan kehidupan di jalan-Nya, jalan kebenaran : billahi fii sabilil haq baik dalam konteks hidup kehidupan praktis pragmatis, filosofis ideologis.
Allah SwT menciptakan manusia sebagai mahluk terbaik (ahsanit taqwim) dengan tools yang lengkap : nalar, nurani, naluri, rasa, dan dria. Dengan tools-nya itu, manusia diberi peluang mencapai puncak kualifikasi sebagai insan mulia, insan kamil.
Tauhid - Ilmu - Siyasah
Dengan tools-nya itu pula manusia menghadapi cabaran (tantangan) dan mengubahnya menjadi peluang, secara sadar melakukan intropeksi mengenali dan merumuskan kelemahannya, sehingga paham dan berdaya merumuskan dan menentukan kekuatannya. Khasnya untuk memahami hakikatnya sebagai makhluk yang kemerdekaan - kebebasan (independency - freedom ) dalam makna kemerdekaan - kebebasan sejati dengan marka hak dan tanggung jawab.
Dari sinilah manusia diberi posisi strategis sebagai mahluk berbudaya dan berkebudayaan, yang bertugas mengubah laku penegakan hukum menjadi penegakan keadilan; pemajuan estetis - budaya menjadi pemajuan adab dan peradaban; pemajuan cinta kasih menjadi kemanusiaan yang adil beradab.
Dalam konteks itu nalar dan nurani dikelola untuk menapaki jejak ilmu. Nalar menjadi suar ilmu dan pengetahuan, dan kala nalar bersepadu dengan rasa mengalirlah siyasah bertopang cara, dan intuitive reason tak terpelanting hanya jadi alasan.
Di Indonesia, ketika masa teramat sulit menghadapi kolonial penjajah Haji Omar Said (HOS) Tjokroaminoto mengalirkan basis strategi perjuangan "sebersih-bersih tauhid, ilmu pengetahuan, dan siyasah." Yang menurut Haji Agus Salim, harus dilakoni dalam kehidupan nyata, sehingga tak berhenti hanya menjadi norma dan nilai filosofis - ideologis semata.
Kini, kita berada di tengah zaman yang sungsang, masa kejahilian baru - post truth yang menghadapkan manusia pada kegamangan, ketidakpastian, keribetan, dan kemenduaan.
Di tengah produksi dusta yang mencemari singularitas sebagai simbol post modernisma - post industrial - post conceptual manusia mesti melayari transhumanisma. Sebelum akhirnya menjemput zaman kefasihan yang mempertemukan keterampilan dengan kearifan, untuk 'melahirkan' kecerdasan budaya .
Dari mana mulai? Dari kesadaran dan antusiasme menghidupkan simpati, empati, apresiasi, respek, dan cinta. Inilai nilai-nilai dan norma yang bakal menjadi modal merawat dan menghidupkan nilai mutual respect kemanusiaan.
Maka, jadilah subyek penggerak zaman. Mulai dengan cinta kepada Sang Maha Daya Cinta, Rabb yang tak pernah bosan mendengar harap dan asa manusia yang berkesadaran sebagai penebar rahmat cinta atas insan sesama dan semesta sebagaimana Ali Karamahu Wajhah menegaskan hakikat ilmu sebagai perangkan manusia mengemban amanah sebagai rahmatan lil alamiin.. ! |
baitulhikam 31.07.25