Jagad Ironi

| dilihat 718

Bang Sém

Di tengah kegamangan, ketidakpastian, keribetan dan keterbelahan, banyak hal janggal mengemuka. Kadang memantik senyum pahit dan tawa getir menyaksikan laku para petinggi dan politisi. Tak hanya di negara-negara berkembang. Bahkan di negara-negara yang konon maju, seperti Amerika Serikat.

Rabu (23/7/25) di ruang media Gedung Putih, Karoline Leavitt - juru cakap pemerintahan Presiden Donald Trump menjalani tugasnya. Politisi Partai Republik, ibu empat anak, itu masuk ke ruangan, itu.. langsung melangkah ke panggung, berdiri di balik podium Gedung Putih.

Ada berbagai informasi -- antara lain perihal isu panas yang terlontar dari Presiden Obama -- yang ingin dia sampaikan, menjelang semester awal pemerintahan dan kepemimpinan Trump - Vance, yang banyak mendulang kerisauan khalayak di dunia global.

Sebelum tiba pada pokok agenda, Leavitt melakukan melontar -- seolah-olah -- simpati Gedung Putih kepada keluarga para korban pembunuhan keji atas empat mahasiswa di Ohio, Idaho ( Ethan Chapin, 20; Madison Mogen, 21; Xana Kernodle, 20; dan Kaylee Goncalves, 21). Pembunuhnya, Kohberger, Rabu (23/7/25) telah dijatuhi hukuman penjara seumur hidup atas tuduhan pembunuhan brutal yang dilakukan pada awal 13 November 2022.

"Saya ingin memulai dengan pesan dari Gedung Putih kepada keluarga korban kasus pembunuhan brutal di Ohio, Idaho, yang berbagi kisah memilukan tentang orang-orang terkasih mereka di hadapan pengadilan hari ini." ujar Leavitt.

Lalu, Leavitt menyampaikan belasungkawa kepada keluarga korban pembunuh keji yang merenggut empat jiwa berharga. "Bangsa kita berduka bersama Anda dan kami tidak akan pernah melupakan jiwa-jiwa berharga yang telah gugur dalam tindakan jahat yang mengerikan ini," ungkapnya.

Ia melanjutkan, "Jika presiden yang menentukan, beliau pasti akan memaksa monster ini untuk menjelaskan secara terbuka mengapa merenggut jiwa-jiwa tak berdosa ini." Tak lupa, Leavitt mendoakan, "Semoga Tuhan memberkati dan melindungi semua orang yang terdampak tragedi tak terbayangkan ini, terutama para orang tua yang kehilangan anak-anak mereka."

Ia juga membagitahu, pada sore hari itu, Presiden Trump akan menyampaikan pidato utama pada pertemuan puncak pemenangan perlombaan AI (akal imitasi) di Washington DC.

Seperti tuannya dia mengumbar pernyataan lebai, "Presiden Trump yakin bahwa Amerika Serikat memenangkan persaingan AI adalah hal yang tak terbantahkan. Itulah sebabnya hari ini, Presiden Trump akan mengumumkan rencana aksi AI yang berani dan komprehensif untuk mempertahankan dan meningkatkan dominasi AI global Amerika."

Leavitt juga sesumbar, "Di bawah kepemimpinan Presiden Trump, negara kita akan memimpin dunia dalam AI untuk menjamin masa depan yang lebih cerah bagi seluruh rakyat Amerika, mengembangkan ekonomi kita secara masif, dan melindungi keamanan nasional kita. Presiden juga akan menandatangani tiga perintah eksekutif pada acara tersebut sore ini." Ho'ohuwo'o !.

Pernyataan juru cakap Gedung Putih ini ironis dan boleh dipandang mewakili jagad ironi yang bisa terjadi di mana-mana. Untuk kasus pembunuhan brutal yang memakan korban empat orang, sebegitu pedulinya Gedung Putih.

Tapi, untuk puluhan ribu nyawa perempuan dan anak-anak (yang tercatat 58 ribu) di Gaza - Palestina, korban serangan bom dan roket sangat brutal zionis Israel, atas perintah penjahat perang Benyamin Netanjahu (yang dipanggil dengan sebutan Bibi oleh Trump), tak ada sekecap pun belasungkawa dari Gedung Putih.

Bahkan, Trump tergoda 'lolongan' Bibi meminta bantuan agar AS menggempur Iran setelah Iran melakukan serangan balasan ke wilayah Israel, dalam perang 12 hari. AS bersama sejumlah korporat global, malah menambah bantuannya kepada zionis Israel.

Trump dan AS tak ambil peduli atas aksi genosida kemanusiaan, genosida ekonomi, dan genosida budaya yang dilakukan zionis Israel. Bahkan dengan congkak memberikan zanksi kepada Francisca Albanese - Pelapor Khusus PBB urusan Palestina dengan beragam tuduhan. Mulai dari menudingnya sebagai penganjur anti semit, penghasut, dan lain-lain.

Di Dewan Keamanan PBB, yang menerbitkan berbagai resolusi tentang kejahatan perang, genosida, dan ethnic cleansing yang dilakukan zionis Israel, AS - khasnya Gedung Putih -- tanpa kecuali Trump -- sama sekali tak ambil peduli. Malah menggunakan hak veto. Bahkan, konyolnya, melontar gagasan 'sakit' mengeluarkan bangsa Palestina dari tanah airnya.

Trump  dengan wataknya yang laik 'serdadu mabuk,' pada penggal pertama dan kedua kepemimpinannya tak menunjukkan simpati dan empati kepada bangsa Palestina.

Belakangan, malah mengambil keputusan  mundiur alias keluar dari UNESCO (badan PBB yang mengurusi pendidikan dan kebudayaan), lantaran mengakui Palestina sebagai negara.

Kepemimpinan Trump 2.0 agaknya kian tak peduli pada dimensi kemanusiaan, karena mendahulukan kepentingan ekonomi bisnis bagi negaranya. Antara lain, melalui perang dagang yang 'genderangnya' dia tabuh melalui kebijakan tariff resiprokal sesuka hati.

Lantas dengan taktik kapitalistiknya menyiapkan jaring bagi negara mana saja yang menghampiri untuk bernegosiasi dan berdamai secara tak adil. Jauh dari prinsip ekuitas dan ekualitas.

Trump dan AS sibuk dengan obsesi dan fantasinya sebagai negara adikuasa yang senang memperluas jagad ironi. Karenanya, tak peduli dengan protes massal rakyatnya ihwal genosida yang terjadi di Palestina dan berbagai negeri di belahan bumi. |

Editor : delanova
 
Budaya
06 Sep 25, 09:52 WIB | Dilihat : 312
Merawat Kesadaran Imani Kota Global Berbudaya
23 Jul 25, 16:21 WIB | Dilihat : 916
AS Mundur dari UNESCO
29 Mei 25, 13:53 WIB | Dilihat : 1018
Titian Budaya Diplomasi Macron dengan Prabowo
14 Mei 25, 10:16 WIB | Dilihat : 813
Babe Eddie
Selanjutnya
Humaniora
05 Agt 25, 15:33 WIB | Dilihat : 523
Melepas Didarul Islam Polisi Saleh Kota New York
23 Jul 25, 05:15 WIB | Dilihat : 794
Kelaparan dan Keputusasaan di Gaza
10 Jul 25, 21:00 WIB | Dilihat : 1133
Seabad Tun Mahathir, Panjang Usia Kefasihan
07 Jul 25, 11:53 WIB | Dilihat : 850
Tak Usah Jari Mengetuk Pelantang Suara
Selanjutnya