Catatan Haedar Muhammad
Pencanangan rangkaian hari ulang tahun Jakarta ke-498 oleh Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung (Pram), bersama Wakil Gubernur DKI Jakarta, Rano Karno (Rano), di Taman Literasi Martha Christina Tiahahu, Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan (Sabtu - 24/5/25), menarik untuk dicatat.
Peringatan tahun ini, menyerap aspirasi berbagai elemen dan komponen masyarakat, sehingga sampai pada tema: Jakarta Kota Global dan Berbudaya.
Pilihan melancarkan pencanangan di Taman Literasi Christina Marthatiahahu dan Blok M, saya pandang sebagai isyarat, Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Jakarta berkomitmen pada pentingnya literasi dalam seluruh konteks penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan penguatan keberdayaan khalayak sebagai partisipan kritis.
Blok M sendiri sebagai lokus penanda Jakarta sebagai Ibu Kota Asia Tenggara -- yang ditandai dengan keberadaan Kantor Sekretariat Jendral ASEAN -- dan salah satu sentrum penting perkembangan kemajuan kota (terkait sejarah kota via pembangunan kawasan Kebayoran Baru).
Apalagi dalam pencanangan tersebut, Gubernur Pram sekaligus meresmikan revitalisasi kawasan Blok M sebagai bagian dari transformasi kawasan dengan tajuk baru, "Blok M Hub" dalam semangat “Energetic Spaces, Connecting Lives,” sekaligus kawasan Transit Oriented Development (TOD) yang kelak, diharapkan menjadi salah satu pusat interkoneksi antarmoda, ruang publik yang nyaman dengan aksesibilitas bagi pejalan kaki, sehingga menjadikan Jakarta lebih inklusif dan modern.
Mengenang ulang masa belia yang hampir sepanjang hari berinteraksi dan bersosialisasi di kawasan Blok M, revitalisasi kawasan ini bisa dimaknai sebagai komitmen Pemprov DK Jakarta, khasnya Gubernur dan Wakil Gubernur menyegarkan Jakarta sebagai kota kreatif, inklusif, dan kolaboratif. Kota yang memfasilitasi dan mengkatalisasi warganya menjadi khalayak yang kosmopolit dan egaliter.
Terus Bergerak Maju
Pada dekade 1970-an kawasan Blok M merupakan simpul kreatif dan gaya hidup kaum muda, antara lain ditandai dengan JJS (Jalan Jalan Sorè) sepanjang Melawai; pun Eksplorasi, presentasi, dan eksibisi kreativitas budaya kaum muda di Bulungan.
Kawasan Blok M merupakan simpul interaksi sosial warga dari berbagai kawasan dan wilayah, termasuk ruang pengalaman yang menyenangkan bagi khalayak yang berada di wilayah buffer zone.
Jadi, pas, ketika Gubernur Pram mengatakan, bahwa apa yang dilakukannya bersama Wagub dan khalayak, bukan sekadar seremoni tahunan. Melainkan penanda, bahwa Jakarta terus bergerak maju menuju perannya sebagai pusat ekonomi dan budaya, dengan identitas baru sebagai kota global dan berbudaya.
Selaras dengan itu, peringatan hari ulang tahun Jakarta ke 498 mesti mencerminkan optimisme, kerja eras, kerja cerdas semua kalangan dalam ikhtiar mewujudkan Jakarta sebagai kota yang kolaboratif, kompetitif, dan representatif di tingkat lokal, nasional, regional, dan global.
Terutama, kata Pram, Jakarta tak hanya merayakan perjalanan panjang (eksistensinya), tapi juga meneguhkan komitmen untuk membangun masa depan yang inklusif dan berkelanjutan. Khasnya, lantaran pertumbuhan fisik Jakarta harus seiring dengan penguatan karakter, budaya, dan kebersamaan.
Momentum itu, menurut Pram, bukan sekadar peringatan usia, melainkan tonggak penting untuk memperkuat posisi Jakarta sebagai kota global yang kaya sejarah, terbuka terhadap inovasi, dan terus bertumbuh melalui kolaborasi.
Tidak keliru, kala Pram menegaskan, kawasan Blok M mesti dikemas sebagai salah satu penampang Jakarta yang mewujudkan semangat kota global, dengan menampilkan kekayaan budaya dan produk unggulan dari negara-negara ASEAN.
Etos dan Identitas Kosmopolitan
Dalam konteks Kota Global yang diamanatkan Undang Undang No.2 Tahun 2024 tentang Daerah Khusus Jakarta, memang tak bisa dilepaskan konteksnya dari obsesi pemimpin kota di berbagai belahan dunia, yang hendak menempatkan posisi kotanya yang menyandang label kota global. Tentu dengan disertai keberadaan warganya sebagai 'warga global.'
Dari sudut pandang imagineering, Darel E. Paul (2004), semangat menjadi kota global aspek ekonomi menekankan akumulasi modal, aspek politik - budaya yang menekankan etos dan identitas kosmopolitan di kota tersebut. Melalui lingkungan yang dibangun dan budaya kosmopolitan, modal global "menjual" visi kota dunia kepada konstituen politik lokal untuk mengakhiri pembangunan aliansi kelas di balik panji neoliberalisme dan perdagangan bebas.
Istilah 'kota dunia,' 'kota global,' 'kota internasional,' menurut Paul (merujuk kepada pandangan Friedmann, 1986, 1995; Sassen, 1991, 1994; Taylor, 1997) makin populer dalam studi akademis ekonomi politik global. Khasnya di kalangan ahli geografi dan sosiolog. Bahkan, label 'kota global' kini menempati posisi analitis utama dalam literatur tentang globalisasi dan organisasi spasial kapitalisme global.
Paul mengungkapkan, kota-kota semacam itu juga telah menarik perhatian masyarakat, dengan politisi lokal, pejabat negara, serta elit bisnis dan media di seluruh dunia yang merangkul konsep tersebut. Bahkan, telah menjadi strategi pembangunan ekonomi yang hampir universal. Antara lain, melalui upaya menarik investasi modal global tetap (kantor pusat perusahaan, gedung pencakar langit di pusat kota) dan modal beredar (transportasi, pariwisata, acara budaya) melalui identitas internasional.
Imagineering politik global, menyertai semangat menjadikan kota-kota di berbagai belahan dunia menjadi Kota Global. Mulai dari eksplorasi konsep "imaginering" -- peran imagineering dalam membangun blok hegemoni lokal -- dengan menyediakan kerangka teoritis untuk menganalisis politik kelas yang ada di dalam kota dunia. Konsep imagineering (to imagineer) itu sendiri pertama kali diterapkan oleh Walt Disney Studios. Dalam konteks Jakarta, pernah diterapkan pada awal pembangunan dan pengelolaan Taman Impian Jaya Ancol.
Imagineering merupakan paduan gagasan dan rekayasa untuk mengubah (mewujudkan) impian dan obsesi menjadi realitas (Imagineers, 1996). Suatu cara memadupadan (melalui kolaborasi dan sinergi) strategi budaya kosmopolitanisme dan bisnis (konsumerisme dan berbagai aksi bisnis lainnya).
Berbasis Pelayanan Berkeadilan
"Jakarta Kota Global dan Berbudaya" sebagai tema peringatan hari ulang tahun Jakarta ke 498 yang sekaligus dapat dipandang sebagai idealistic frame -- kalau tak hendak disebut sebagai transformation kick off -- merupakan pilihan tepat.
Di dalam tema ini tergambar visi (bukan fantacy trap) yang sekaligus memandu proses integrasi antara kredibilitas dan otoritas Pemprov DK Jakarta, aspirasi warga yang menyediakan kesadaran kolektif dan entusiasme (dalam menghidupkan simpati, empati, apresiasi, respek dan kecintaan pada kota) untuk membangun sikap saling percaya, dan rangkaian pemikiran (argumen logis, faktual, realistis) berbagai kalangan untuk menghidupkan partisipasi aktif dan kritis (sebutlah itu partisipasi pentahelik) elemen inti warga kota.
Pada saat bersamaan, tema tersebut juga memberi ruang terbuka - fungsional bagi berlangsungnya transformasi sosial yang menempatkan khalayak sebagai subyek secara adil dan setara. Terutama untuk berkontribusi pemikiran menjadikan Jakarta sebagai kota yang modern berkemajuan, berjiwa, unik, dan berorientasi masa depan.
Kota berbasis pelayanan berkeadilan dan manusiawi, serta seluruh program dan aktivitas pembangunannya merupakan gerakan kebudayaan. Dilandasi oleh etika - moral yang bersumber kepribadian berpangkal nilai dan norma kehidupan (tanpa kecuali resam budaya dan adat) yang mempengaruhi warganya.
Muaranya adalah terwujudkan kualitas hidup khalayak yang kelak tercermin pada takaran pencapaian, seperti: indeks pembangunan manusia, indeks pembangunan kebudayaan, dan indeks kebahagiaan. Sekaligus mampu mewujudkan tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutan. Kota tempat kecerdasan, kreativitas dan inovasi, disiplin personal dan sosial, kerukunan dan kedamaian, keamanan dan kenyamanan, tumbuh kembang dan terawat baik di seluruh aspeknya. !
----
Artikel ini dapat dibaca di Blog eÇatri : https://ecatri.com/2025/05/25/jakarta-kota-global-berbudaya