
Presiden Republik Federasi Brazil Luís Inácio Lula da Silva, yang sedang melakukan kunjungan kenegaraan ke Indonesia meninggalkan resep enam kata bukan sihir kepada para pebisnis dalam Forum Bisnis Brazil dan Indonesia di Jakarta, Kamis (23/10/25).
"Saya rasa ada enam kata yang bukan sihir, tetapi penting untuk meyakinkan sebagian orang agar berinvestasi di negara lain dan membangun kemitraan dengan pebisnis lain. Kata-kata itu sederhana," ungkapnya.
Presiden Lula lantas menyebut enam kata, itu satu persatu, yakni : stabilitas fiskal, stabilitas hukum, stabilitas politik, stabilitas ekonomi, stabilitas sosial, dan prediktabilitas yang diperlukan investor untuk mengetahui apakah investasi tersebut layak atau tidak, apakah mereka akan terkejut atau tidak.
Forum bisnis dua negara tersebut dihadiri pula oleh Menteri Luar Negeri Brazil Mauro Vieira, Menteri Investasi Republik Indonesia - CEO Danantara Roslan Roeslani, Duta Besar Brazil untuk Indonesia George Monteiro Prata, Utusan Khusus Presiden Bidang Energi dan Iklim Hashim Djojohadikusumo - pengusaha yang juga adik kandung Presiden Prabowo Subianto, Ketua Umum KADIN Indonesia Anindita Bakrie dan para pebisnis.
Presiden Lula menyatakan, Brazil berkomitmen menawarkan resep tersebut kepada semua investor yang ingin menjadikan Brazil sebagai negara tempat mereka dapat membangun investasi dan mendapatkan imbal hasil. Ia juga mengungkapkan, "Merupakan kehormatan besar untuk berpartisipasi dalam Forum Ekonomi."
Kehadiran Presiden Lula dalam kunjungan kenegaraan kali ini, tanpa kecuali kehadirannya di Forum Bisnis tersebut, didampingi oleh para menteri, Presiden APEX Brazil Jorge Veana, dan lebih dari 100 pebisnis Brazil.
APEX adalah lembaga nirlaba yang didirikan tahun 2003, pda masa jabatan pertama Presiden Lula, yang berperan sebagai organisasi promosi perdagangan (TPO) dan badan promosi investasi (IPA) Brazil. Keberadaan APEX sesuai dengan kebijakan pembangunan nasional Brazil, khasnya yang berkaitan dengan sektor industri, komersial, jasa, dan teknologi, serta telah bermitra dengan sektor publik dan swasta untuk membawa Brazil beserta produk dan layanannya ke berbagai negara di seluruh dunia. "Saya menggunakan enam kata tersebut untuk membangkitkan semangat setiap pebisnis," tegasnya.
Dia menyinggung 'kesungguhan' para pebisnis Brazil yang telah melintasi Samudra Atlantik dan Samudra Hindia untuk tiba di Indonesia. "Ini bukan perjalanan yang mudah, bukan perjalanan yang sederhana. Saya yakin jika para pengusaha, baik dari Indonesia maupun Brazil, tidak berupaya keras mendapatkan keuntungan yang mereka yakini, perdagangan antar negara tidak akan kuat," lanjutnya, aksentuatif dan artikulatif.

Brazil Serius dengan Kemitraan Strategis
Di bagian lain pidatonya, Presiden Lula mengungkapkan, ia pertama kali datang ke Indonesia 17 tahun yang lalu. Kala itu dunia sedang mengalami krisis keuangan 2008 yang disebabkan oleh krisis subprime Amerika.
Seperti diketahui secara luas, krisis subprime merupakan kemerosotan ekonomi besar -- yang berlangsung antara tahun 2007 dan 2010. Krisis tersebut dipicu oleh runtuhnya pasar hipotek, praktik pemberian pinjaman berisiko yang memberikan hipotek kepada peminjam berisiko tinggi, pecahnya gelembung bisnis properti, dan sekuritisasi hipotek yang meluas menjadi produk keuangan yang kompleks.
"Resep neoliberal terbukti tidak mampu menahan gejolak yang terjadi di negara-negara maju. Brazil membuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat dicapai tanpa mengorbankan inklusi dan kesejahteraan sosial," kata Presidan Lula lagi.
Dikemukakannya, Brazil berinvestasi di pasar domestik dan diversifikasi kemitraan dagangnya, serta bangkit lebih kuat dari krisis. "Tahun itu, saya berkeliling Asia Tenggara dan ke Jakarta pada tahun 2008, didampingi oleh perwakilan sektor bisnis Brazil. Kami pun menandatangani kemitraan strategis pertama Brazil dengan Indonesia dalam kerangka ASEAN, yang pada saat itu telah menjadi salah satu pendorong dinamis pertumbuhan global," ungkapnya.
Sejak saat itulah perdagangan bilateral Brazil - Indonesia telah meningkat dari 2,2 miliar menjadi 6,3 miliar pada tahun 2024. Ia menyinggung apa yang dikemukakan Jorge Viana sebelumnya, bahwa jumlahnya masih sedikit.
"Negara (Indonesia) berpenduduk 280 juta jiwa dan negara lain (di Asia Tenggara) berpenduduk 215 juta jiwa. Dengan begitu banyak kesamaan kebutuhan bersama, (Namun) belum bekerja cukup keras untuk memastikan bahwa saat ini kita dapat memiliki perdagangan senilai lebih dari 15 atau 20 miliar dolar," ungkapnya.
Dengan suaranya yang khas, Presiden Lula mengemukakan, "Ada waktu untuk pulih, dan kunjungan kenegaraan saya ini -- sebagai balasan atas kunjungan kenegaraan Presiden Pabowo ke Brazil -- menunjukkan bahwa Brazil serius dengan kemitraan strategis yang ingin kita bangun dengan Indonesia."
Ditegaskannya, "Kita (Brazil - Indonesia) telah membuat kemajuan besar, tetapi angka-angka ini tentu saja tidak sesuai dengan ambisi kemitraan strategis dan kolaborasi kita di berbagai bidang."
Menurut Presiden Lula, perdagangan bilateral masih di bawah potensi kedua negara, dengan populasi gabungan telah mencapai setengah miliar. "Indonesia adalah mitra agribisnis terbesar kelima kami dan merupakan tujuan penting untuk ekspor kedelai, gula, gandum, dan kopi. Kita dapat berkontribusi pada ketahanan pangan rakyat Indonesia, termasuk program pemberian makanan bergizi gratis di sekolah yang dicanangkan Presiden Prabowo," ungkapnya.

Impor Brazil Meningkat
Kedua negara, kata Presiden Lula lagi, berusaha memfasilitasi perdagangan dan menurunkan biaya bagi konsumen akhir merupakan komitmen yang dibuatnya bersama Presiden Prabowo. Industri Brazil pun kompetitif di beberapa sektor dengan kandungan teknologi tinggi dan bernilai tambah, seperti aeronautika dan antariksa.
"Perjanjian kerja sama pertahanan yang kita laksanakan pada bulan Maret tahun ini membuka jalan bagi perluasan kemitraan.," jelasnya, seraya mengemukakan, Angkatan Udara Brazil dan TNI AU Indonesia sangat menyadari kemampuan Super Tucano Brazil.
Presiden Lula mengemukakan, pesawat sipil Brazil merupakan solusi terbaik bagi perusahaan regional, dengan efisiensi, konsumsi rendah, dan teknologi mutakhir.
Pada bagian lain pidatonya, Presiden Lula mengemukakan, impor Brazil telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir, terutama minyak sawit, alat musik, alas kaki, sepeda motor, sepeda, dan peralatan kantor.
"Kami berkomitmen pada kemitraan yang seimbang dan saling menguntungkan bagi kedua negara. Sebagai dua produsen bioenergi terbesar di dunia, kita dapat bersama-sama menciptakan pasar biofuel global," ungkapnya. Dikemukakan pula, Organisasi Maritim Internasional tidak dapat menunda selamanya keputusan mendekarbonisasi sektor ini.
Menurutnya, biofuel etanol merupakan alternatif yang layak dan tersedia segera. "Kurang dari 20 hari lagi kita akan bertemu COP 30 di Belèm, Brazil," katanya. COP (Conference of the Parties) 30 dilancarkan oleh UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change) dan bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan tentang implementasi komitmen yang diadopsi oleh negara-negara (198 negara) untuk mengatasi perubahan iklim.
Meningkatkan penggunaan bahan bakar berkelanjutan hingga empat kali lipat, menurut Presiden Lula merupakan salah satu proposal yang akan diajukan di Belém.
"Kami akan menunjukkan bahwa pembangunan, mengatasi perubahan iklim, dan melindungi hutan tropis beserta keanekaragaman hayatinya yang kaya adalah hal yang mungkin," ungkapnya.
Brazil sedang memulihkan 40 juta hektar lahan terdegradasi, lanjutnya. "Kami dapat memperluas produksi 1.000 bahan bakar tanpa menebang satu pohon pun. Dengan menjadi tuan rumah COP 30 di jantung Amazon, Brazil ingin menunjukkan bahwa tidak ada cara untuk melestarikan alam tanpa memperhatikan manusia," ungkapnya.

Melestarikan Hutan
Presiden Lula berharap, dukungan Indonesia terhadap Rainforests Forever Fund telah menjadi landasan peluncurannya di Belém. Penting untuk disampaikan kepada para pemimpin bisnis bahwa ini merupakan inovasi besar yang akan terjadi di COP 30.
Dana ini merupakan dana investasi dimana Brazil, setelah mengumumkannya, menyetorkan US$1 miliar. Ini adalah dana investasi dimana sebagian keuntungannya akan dikonversi menjadi pembiayaan bagi negara-negara yang menjaga hutan mereka.
"Dalam hal ini, kita memiliki delapan negara Amerika Selatan, Indonesia, dan Kongo. Dan masih ada negara-negara lain yang lebih kecil," ungkap Presiden Lula. Ia menggarisbawahi, yang penting adalah mereka yakin bahwa jika dana ini berhasil, tidak akan ada lagi yang mengemis uang, seolah-olah mengemis sedekah, untuk menjaga hutan kita tetap berdiri dan mencegah pemanasan global di atas 1,5°C.
Dalam pidatonya di hadapan Forum Bisnis ini, Presiden Lulka menyatakan, task force (TF) Brazil, menghasilkan dividen bagi mereka yang berinvestasi dan melindungi bioma, menawarkan sumber pendapatan alternatif bagi mereka yang melestarikan hutan.
"Meskipun kita baru memetakan 3 persen kekayaan mineral kita dengan benar, kita sudah memiliki 10 persen cadangan mineral unia yang penting untuk (menghadapi) transisi energi," ujarnya. Selaras dengan itu, Presiden Lula mengungkapkan,
"Pembentukan Dewan Nasional untuk mineral sangat penting, terkait dengan Kepresidenan Republik, akan menjadi langkah prioritas dalam menjamin kedaulatan kita. Pengalaman Indonesia dalam mendorong pengolahan bijih mentah di wilayahnya merupakan contoh penting tentang cara menarik investasi dan menciptakan lapangan kerja berkualitas tinggi," urainya kemudian..
Presiden Lula lantas menyatakan, "Kami ingin meningkatkan nilai wilayah kami dengan tanggung jawab lingkungan dan menghormati masyarakat lokal. Kami mengandalkan pengalaman investasi Vale di Indonesia sejak tahun 1978 di tambang nikel.
Dikatakannya, "Pemerintah saya sedang memulihkan kapasitas perencanaan negara bagian Brazil dan berupaya menarik lebih banyak investasi."

Reformasi Pajak
Lebih jauh dikem,ukakannya, hasil positif yang dicapai merupakan hasil kerja yang konsisten, modernisasi regulasi, dan insentif untuk inovasi serta kemitraan publik-swasta. Hasilnya, antara lain persetujuan reformasi pajak untuk mengoreksi distorsi historis.
"Bulan ini, Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui pembebasan pajak penghasilan bagi mereka yang berpenghasilan hingga sekitar US$1.000 per bulan dan kenaikan 10 persen bagi mereka yang berpenghasilan di atas US$1.000 per tahun," ujarnya.
Memungkas pidatonya, Presiden Lula mengemukakan, Brazil memupuk tradisi diplomatik universalis, dengan. terus memperluas hubungan dengan dunia, tanpa pembedaan atau penyelarasan otomatis.
Dalam konteks itu, ungkapnya, ASEAN menjadi penting sebagai blok berpenduduk 680 juta jiwa dan telah mengalami percepatan pertumbuhan ekonomi serta evolusi teknologi yang pesat. PDB agregat ASEAN mencapai lebih dari US$4 triliun, mewakili ekonomi terbesar keempat di dunia, setelah Amerika Serikat, Tiongkok, dan Jepang.
"Memperluas dan mengintegrasikan, serta semakin mengintegrasikan ekonomi kita, merupakan pilihan yang terbukti tepat. Selama masa kepresidenan saya saat ini, hingga akhir tahun, kami akan memajukan negosiasi perjanjian perdagangan preferensial antara Mercosur dan Indonesia.
Mercosur adalah blok perdagangan di Amerika Selatan yang didirikan (1991) dengan tujuan mempromosikan integrasi ekonomi regional, sekaligus menciptakan pasar bersama untuk pergerakan bebas barang, jasa, dan faktor produksi antar negara anggota, serta menerapkan kebijakan perdagangan bersama dengan negara non-anggota. Blok ini beranggota negara-negara Argentina, Brazil, Paraguay, Uruguay, serta Bolivia.
Dalam kerangka BRIC merupakan bagian dari strategi Brazil yang lebih luas untuk mendiversifikasi kemitraan dan memfasilitasi perdagangan, seperti Indonesia, Brazil menentang tindakan sepihak dan koersif yang mendistorsi perdagangan dan membatasi integrasi ekonomi.
Sektor swasta, melalui kemitraan dan proyek bersama akan mengubah kedekatan diplomatik kita menjadi kesejahteraan bersama bagi masyarakat kita. "Indonesia dan Brazil akan terus menjadi mitra dalam membangun masa depan bersama yang penuh kerja sama, pembangunan, dan keadilan sosial," pungkasnya | goes tian, delanova