
NEW YORK CITY | Zohran Mamdani menciptakan kemenangan bersejarah, Selasa (5/11/25) ketika sosok sosialis demokrat berusia 34 tahun itu mengalahkan mantan Gubernur Demokrat Andrew Cuomo, yang didukung oleh Presiden Donald Trump, dan calon dari Partai Republik Curtis Sliwa untuk menjadi wali kota New York City.
Mamdani merupakan muslim pertama yang terpilih sebagai walikota untuk memimpin 'ibu kota keuangan dunia,' berpenduduk 8,478,072 juta (Mei 2025) dengan tingkat pengangguran 4,8 persen itu.
Ketika mewawar (mengumumkan) kemenangannya (Rabu, 6/11/25) Mamdani mengatakan, ia beralih dari "puisi" kampanye ke "prosa pemerintahan yang indah." Mamdani dijadwalkan menjabat pada 1 Januari 2026.
Mamdani juga berjanji untuk membentuk pemerintahan yang prigel, sama-sama cakap dan penuh kasih sayang, didorong oleh integritas dan bersedia bekerja keras seperti jutaan warga New York yang menganggap kota ini sebagai rumah mereka."
Mamdani mengatakan tim transisinya perempuan semua, yang akan dipimpin oleh empat ketua bersama, termasuk Lina Khan, mantan ketua Komisi Perdagangan Federal (FTC), yang juga advokat antimonopoli terkemuka. Tim transisi inilah yang akan mengubah platform kampanyenya menjadi kebijakan.

Memenuhi Janji Kampanye
Tim transisi inilah, menurut Mamdani, "Dalam beberapa bulan mendatang, saya dan tim saya akan membangun balai kota yang mampu memenuhi janji-janji kampanye ini," jelasnya.
Kampanye Mamdani memusatkan perhatian pada keterjangkauan dengan memperluas program sosial guna membantu keluarga yang kesulitan. Ia berencana menghapus tarif bus umum, pembekuan sewa rumah subsidi pemerintah, dan penyediaan layanan penitipan anak gratis bagi warga.
Agenda Mamdani akan mengharuskan kerja sama dengan para pemimpin negara bagian untuk meningkatkan pajak bagi mereka yang berpenghasilan tertinggi guna mendanai program-programnya.
Mamdani yang bermisai kelahiran Kampala - Uganda 18 Oktober 1991, itu diboyong ayah ibunya -- imigran India -- hijrah ke New York City ketika berusia tujuh tahun. Ayahnya, Mahmood Mamdani, seorang profesor di Universitas Columbia yang bergengsi di AS, sedangkan Mira Nasir, ibunya, seorang pembuat film dan produser India yang terkenal.
Kendati kala anak-anak dianggap sebagai 'orang luar,' Mamdani tumbuh laksana 'sendok perak' yang beroleh perlakuan khas dalam kehidupan warga kota di lingkungan tempat tinggalnya kawasan Manhattan. Ketika beranjak remaja, ia sering mengenakan topi bertuliskan 'Ugindia' untuk menunjukkan identitasnya sebagai imigran India kelahiran Uganda.

Anti Semitisme?
Kemenangan Mamdani merupakan perjuangan kolektif dirinya dan para pendukungnya, lantaran kerap mendapatkan 'tekanan' dari Presiden AS Donald Trump, melalui pernyataan yang menyebar di media sosial. Namun demikian, ia mengisyaratkan bahwa dirinya mengandalkan pengadilan untuk melawan Trump, bila kelak mendapat tekanan. Apalagi selama kampanye ia lantang menyatakan sikapnya mendukung kemerdekaan Palestina dan pembebasan Gaza.
Advokasinya atas hak-hak Palestina selama masa kampanye telah mencuri perhatian khusus Liga Anti Pencemaran Nama Baik (ADL) - kelompok pro-Israel Raya, yang menyatakan telah meluncurkan 'inisiatif komprehensif untuk melacak dan memantau kebijakan dan penunjukan personel' pemerintahan Mamdani di New York kelak.
Ketua ADL, Jonathan Greenblatt, tanpa henti melontarkan tuduhan tak berdasar kepada Mamdani sebagai sosok anti-Semitisme. ia mengatakan, wali kota terpilih tersebut menunjukkan permusuhan yang intens terhadap Israel. "Kami akan meminta pertanggungjawaban pemerintahan Mamdani atas standar dasar ini."
Kemenangan Mamdani menimbulkan implikasi tersendiri, karena dipandang sebagai kemenangan atas pertarungan antara kaum Demokrat progresif dan kelompok sentris pro-Israel. Akan halnya Mamdani bersikap kritis terhadap Israel atas pelanggaran hak asasi manusianya.
Itulah sebabnya, Trump yang lahir dan besar di New York, menyatakan, setiap penduduk Yahudi yang memilih Mamdani adalah 'bodoh.' (Selasa, 4/11/25). Trump juga mengancam akan menahan dana untuk New York dan mengerahkan pasukan federal ke kota tersebut jika Mamdani terpilih.

Melawan Trump
Mamdani tak gentar, Selasa malam dia mengirimkan pesan yang menantang kepada Trump. "New York akan menunjukkan cara untuk menghentikan presiden AS tersebut. Jika ada yang dapat menunjukkan kepada bangsa -- yang dikhianati Donald Trump -- cara untuk mengalahkannya, kota itulah yang melahirkannya."
Mamdani kian lantang melawan Trump, setelah di masa kampanye dia menyatakan akan menangkap Benyamin Netanjahu bila masuk kota New York. "Dan jika ada cara untuk mengalahkan seorang diktator, cara itu adalah dengan membongkar kondisi-kondisi yang memungkinkannya mengumpulkan kekuasaan."
Bagi Mamdani, mengatasi akar penyebab naiknya Trump ke tampuk kekuasaan, termasuk ketimpangan pendapatan, juga akan mencegah munculnya orang-orang seperti dirinya. Rabu, wali kota terpilih tersebut mengisyaratkan ia akan beralih ke sistem hukum jika Trump bergerak melawan New York. Ia akan menggunakan pengadilan untuk melawan Trump.
Mamdani yang sebelumnya merupakan anggota Dewan Kota New York terpilih, yang bersekolah di Bronx High School of Science, sebuah institusi bergengsi, dikenal sejak belia. Ketika ia membentuk tim kriket dengan rekan-rekan Asia Selatan-nya. Setelah lulus dari Bowdoin College, sekolah swasta bergengsi di Maine, Mamdani bekerja selama setahun di sebuah lembaga nirlaba di Queens, New York, memberikan konseling kepada individu berpenghasilan rendah yang menghadapi risiko penyitaan rumah. Hal tersebut merupakan satu-satunya pengalaman profesionalnya di luar dunia politik.
Mamdani menikah dengan Rama Duwaji, perempuan Amerika keturunan Suriah. Pasangan ini menikah pada bulan Februari tahun ini dan belum memiliki anak. | jeanny