Misi Kemanusiaan Para Pemberani

| dilihat 119

Haèdar Muhammad

Pelayaran jauh misi kemanusiaan Global Sumud Flotila (GSF) ke Gaza, Palestina, dengan 50 kapal, dengan 500 peserta (dari 15 ribu partisipan dan simpatisan) dari di 44 negara, adalah pelayaran para pemberani di Abad XXI.

Armada ini terintegrasi oleh kesadaran kemanusiaan yang dilakoni secara entusias, menghidupkan simpati, empati, apresiasi, respek, cinta dan kemanusiaan. Bukan dari kalangan militer, melainkan dari kalangan masyarakat sipil dengan ragam profesi: dokter, psikolog, mahasiswa, jurnalis, seniman, pengacara, akademisi, aktivis, politisi. Lintas etnis, lintas ras, lintas negara bangsa, lintas agama. Yang di-Pertuan Agong 17, Malaysia Sultan Ibrahim, menyebutnya sebagai contoh misi kemanusiaan tanpa batas.

Misi kemanusiaan ini, tak membawa senjata, meski hanya sepucuk. Sesuai dengan tujuannya, mengirimkan bantuan makanan dan obat-obatan bagi rakyat Gaza yang terkepung lara dan nestapa, korban kejahatan paling bengis dan kejam sepanjang sejarah umat manusia (genosida, apartheid, invasi militer, penghancuran negeri, perampasan paksa hartanah, dan letupan perang yang dilakukan zionis Israel.di bawah komando dan kendali penjahat perang Perdana Menteri (PM) Zionis Israel, Benyamin Netanjahu.

Kejahatan zionis Israel yang dikemas dalam selindung : memerangi Hamas, pejuang kemerdekaan Palestina yang mereka beri label oleh sebagai teroris, didukung oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan sekutunya, induk semang para penjahat perang. Peristiwa kejahatan semesta, itu sendiri melumatkan kemanusiaan. Boleh jadi, apa yang mereka lakukan, iblis pun tak mau melakukannya.

Tujuan serangan zionis Israel tersebut adalah meniadakan bangsa dan negara Palestina, sebagai langkah sistemik dan terencana untuk mewujudkan terbentuknya Israel Raya. Karenanya, zionis Israel sesuka hati memblokade wilayah Palestina, termasuk menjuring-juring lautan dengan berbagai istilah blokade, antara lain zona kuning dan zona merah.

Adalah Thiago Avila, aktivis dari Sao Paulo, Brazil yang menginisiasi pelayaran menembus blokade zionis Israel atas wilayah laut, darat, dan udara Palestina, itu. Juli 2025, armada global kemanusiaan Sumud, ini terbentuk mulai merancang program mereka. Ditopang oleh empat pilar: Freedom Flotila Coalition, Global Movement to Gaza, Maghreb Sumud Flotela, dan Sumud Nusantara.

Kata Sumud (bahasa Arab yang mengandung makna, keteguhan, ketahanan, supradaya) dipilih sebagai buhul pergerakan armada dengan jiwa kemanusiaan, kolaborasi, solidaritas dan soliditas perlawanan dengan beberapa rencana taktis dan strategis menghadapi segala kemungkinan, dari yang paling apatis (ditangkap dan dipenjaran rezim zionis Israel) dan yang paling optimistis (berhasil menembus blokade dan menyalurkan bantuan kemanusiaan kepada rakyat Gaza).

Tak Sebanding Derita Rakyat Gaza

Misi kemanusiaan yang diorganisasikan secara rapi oleh masing-masing pilar utamanya, itu selain Thiago Avila, juga melibatkan Greta Thunberg (representasi Gen Z, usianya baru 22 tahun) - aktivis perubahan iklim dari Swedia, yang sudah menunjukkan gairah perjuangannya sebagai aktivis sejak masih kanak-kanak. Tersebut pula nama-nama: Nadir al Nuri, Muhammad Fatur Rahman, Rezamaisalamah, Susan Sarandon, Gustaf Skarsgard, Mandla Mandela (cucu tokoh dunia - Presiden Afrika Selatan, Nelson Mandela), Liam Cunningham, dan Muhammad Husein (Gaza).

Tercatat juga Kleoniki Alexopoulou, Melanie Schweizer, Karen Moynihan, Maria Elena Delia, Saif Abukeshek, Marouan Ben Guettaia, Rima Hassan, Yasemin Acar, Ada Colau, Robert Martin, Tony La Piccirella, Emma Fourreau, Adèle Haenel, Mandla Mandela, Tadhg Hickey, Cele Fierro, Sofia Aparício, Zainal Rashid Ahmad, Mikako Yasumura, Samuel Leason, Omal al-Hassi, Samuel Leason, serta Saif Abukeshek dan Jeweher Chenna yang bertindak sebagai juru bicara gerakan ini.

Meskipun misi ini tak berhasil menerobos blokade serdadu laut zionis Israel dan mendarat di pantai Gaza, di mata warga dunia merupakan kalangan yang berhasil dan mampu mengelola semangat 'sumud' serta berhasil melakoni perjuangan peradaban.

Resonansi ratusan juta rakyat dari berbagai bangsa dan negara: Amerika Serikat, Amerika Latin, Australia, Asia Tenggara, Asia Timur, Afrika, Timur Tengah, Eropa Barat dan Eropa Timur nampak dengan jelas melalui rally berbagai demonstran yang menghiasi seluruh saluruan media mainstream dan media sosial.

Penghadangan yang dilakukan serdadu zionis Israel dan penangkapan para aktivis dalam GSF dan 'derita sekejap mereka' yang tak sebanding dengan derita warga Gaza Palestina, mendapat reaksi dari berbagai kalangan.  Dilihat dari perspektif psikografis (mulai dari kaum belia sampai warga emas - kaum lanjut usia) dan demografis (khasnya dari sudut pandang gender) misi kemanusiaan GSF mampu melambungkan berbagai isu utama -- dehumanisasi, genosida, neo kolonialiasi, apartheid, kejahatan perang dan invasi -- menjadi energi besar merutuk dan menjadikan zionis Israel dan para pendukungnya sebagai musuh bersama.

Apa yang terjadi di seantero Italia, Prancis, Britania Raya, Turkiye, Jerman, Australia, Spanyol, Malaysia, dan berbagai negara lainnya, menunjukkan fakta, bahwa wilayah eksistensi Palestina tak lagi hanya di setelempap wilayah negara Palestina. Di hampir seluruh dunia, terdengar luah, laung, pekik dan jerit seruan 'Palestina Merdeka,' (Free Palestine) dari celah mulut insan yang kesadaran kemanusiaannya bangkit. Demikian pula halnya dengan bendera Palestina dari yang berukuran kecil sampai yang berukuran sangat besar berkibar dan menjadi simbol perlawanan terhadap kekuasaan yang zalim murokab.

Dalam situasi demikian, perlakuan buruk serdadu zionis Israel kepada Greta Thunberg -- gadis Swedia berusia 22 tahun aktivis belia yang lantang dan tak kenal takut -- dan seluruh peserta aksi kemanusiaan GSF-lainnya telah memantik 'kemarahan semesta.' Sekaligus memantik kesadaran para Kepala Negara, Kepala Pemerintahan, Menteri dan diplomat berbagai negara, melakukan aksi kongkret pembebasan mereka.  

Para belia mandiri yang memberi makna atas bakat dan minat yang mereka miliki, melakukan berbagai cara terukur untuk aktivisme sosio politik dan ekonomi (antara lain dalam bentuk boikot atas produk dan korporasi pendukung -- langsung tak langsung -- zionis Israel.

Menyalakan Obor di Zaman Sungsang

Greta dan para aktivis yang berlayar untuk mengirimkan bantuan — dan diperlakukan secara kejam oleh serdadu zionis: dipukuli, dibiarkan kelaparan, diarak-arak, dan dipaksa mencium bendera zionis Israel. Perjuangan mereka menembus blokade dan menahan siksaan serdadu zionis Israel, menambah geram berbagai kalangan. Khasnya di negara-negara yang beradab -- para pendukung kemerdekaan Palestina.

Apa yang terjadi dengan Greta dan para aktivis dalam GSF menjadi isyarat lain, bahwa ternyata, Israel sebagai negara bersenjata nuklir ketakutan terhadap seorang perempuan belia Gen Z berusia 22 tahun. Gadis yang berakal budi, dengan hati nurani bening, dan kepekaan rasa berkualitas (kecakapan emosional, intelektual, dan spiritual).

Perlakuan biadab dan jahat serdadu zionis Israel -- yang kerap menyartakan dirinya sebagai 'satu-satunya' negara demokrasi di Timur Tengah -- baru saja membuktikan, bahwa Israel dan sekutunya merupakan 'satu-satunya' negara paling otoriter di seantero dunia yang menghancurkan kemanusiaan, keadilan, dan lebih takut pada manifestasi kemanusiaan, adab, kejujuran dan keadilan.

Greta Thunberg dan para aktivis GSF konsisten melakukan aksi kemanusiaan berkeadilan, telah menunjukkan, bahwa setiap insan yang berani melawan kezaliman merupakan energi baru bagi perbaikan dunia -- yang sedang limbung -- dalam menegakkan kembali tamaddun (peradaban) mulia yang ditandai dengan bukti kemampuan membangun mutual respect.

Adalah fakta, perlakuan buruk, jahat, dan nista zionis Israel atas Greta dan kawan-kawan dari GSF merupakan ciri nyata negara bangsa yang tak beradab. Tak hanya dari luar wilayah eksistensiny, bahkan di dalam negeri Israel sendiri, kaum belia - Gen Z mnenyerukan setop perang dan genosida di Gaza dan pendudukan di tepi barat.

Para aktivis GSF dari berbagai negara bangsa telah menunjukan peran mereka sebagai 'pejuang kemerdekaan dan keadilan,' sekaligus sebagai pejuang kemanusiaan dan peradaban. Mereka telah menjadi bagian integral dari kaum yang 'menyalakan obor' di tengah zaman yang sungsang, remang, gamang, tidak pasti, ribet, dan terbelah.

Perhatian dunia terhadap aksi para pemberani di dalam GSF dan para pemberani yang memimpin dan menggerakkan jutaan manusia di berbagai negara dan belahan dunia, pun mengisyaratkan, bahwa bara semangat melawan genosida dan mengantar Palestina ke gerbang kemerdekaan, harus terus dirawat dengan cinta, kemanusiaan, dan keberanian.

Menyaksikan dinamika mutakhir perjuangan mereka di atas ratusan kapal yang berani melintasi samudera raya, kita memperoleh pelajaran amat berharga, yakni: jangan pernah lelah dan jenuh mendukung rakyat Palestina. Titik awalnya adalah Gaza. Perjuangan membela Palestina, mengalir dari sungai hingga samudera, dari bukit dan dataran bertimbun puing-puing hari kemarin ke pantai optimisme  hari ini, esok, lusa, dan selamanya.. |

Editor : delanova | Sumber : berbagai sumber
 
Budaya
21 Sep 25, 20:05 WIB | Dilihat : 332
Pariwisata dan Budaya Masa Depan Ekonomi Iran
06 Sep 25, 09:52 WIB | Dilihat : 441
Merawat Kesadaran Imani Kota Global Berbudaya
23 Jul 25, 16:21 WIB | Dilihat : 1077
AS Mundur dari UNESCO
Selanjutnya
Lingkungan
04 Agt 25, 02:48 WIB | Dilihat : 697
Almaty Kazakhtan Sentra Suara Akal Sehat
16 Jun 25, 13:19 WIB | Dilihat : 906
JFF 2025 Menyegarkan Imagineering Jakarta
25 Mei 25, 23:22 WIB | Dilihat : 655
Jakarta Kota Global Berbudaya
Selanjutnya