Hitam Putih

| dilihat 412

Bang Sèm

Di tengah kehidupan sedang berada dalam zaman yang gamang, tak menentu dan tak pasti, ribet dan mendua, jangan bermain di wilayah abu-abu yang rawan. Hidup saja di ruang hitam dan putih, agar mudah memprediksi dan merespon risiko.

Nasihat ini, beberapa hari lalu, saya sampaikan kepada seorang teman, mantan chief executive officer (CEO) salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dia kaget.  

"Wah.. kufikir kau masih seorang risk taker," tukasnya. Saya tersenyum, dia tertawa. Saya tertawa, dia terbahak.

Hidup di ruang hitam dan putih, gelap dan terang, bagi saya kini, memungkinkan kita menakar sesuatu dengan jelas. Salah satu cara yang saya lakukan adalah keluar dari berbagai whatsapp group (WAG).

Apalagi WAG yang tak terkelola dengan baik, lebih banyak berisi pikiran-pikiran presumtif, namun diyakini sebagai sesuatu yang benar. Atau postingan yang berisi informasi sampah. Informasi yang kandungan ghibah, buhtan, dan fithan-nya lebih banyak. Termasuk cuplikan-cuplikan tiktok, reel, podcast - gunemcatur atau lainnya, yang mengeksploitasi pro kontra dan sentak sengor sekadar untuk memenuhi kepentingan sesaat,

Di tengah arus perubahan dengan gelombang informasi yang rancu, bahkan dubieus, menurut saya, yang harus dilakukan adalah menguatkan daya kendali atas singularitas. Tanpa kecuali jebakan-jebakan informasi yang diolah melalui AI (artificial intelligent) termasuk iklan tak bertanggung jawab.

Kita kudu pandai-pandai mencermati informasi. Apalagi, belakangan hari ramai juga bekas-bekas banduan (narapidana) kasus korupsi yang tanpa seleksi ketat dihadirkan oleh programer siaran televisi sebagai nara sumber podcast atau gunemcatur. Termasuk konten-konten yang disengaja atau tidak hanya sebagai produk perburuan

Berada di ruang hitam putih, memudahkan saya memilih dan memilah informasi mana yang patut saya konsumsi click bite. Saya lebih banyak mengonsumsi informasi yang dikerjakan sangat serius dalam format film dokumenter dan gunemcatur atau podcast yang menambah kecerdasan.

***

Kepada teman saya itu, saya katakan, jangan sekali sekala mengkonsumi informasi yang tak sesuai dengan kaidah, norma dan nilai kebaikan.

Untuk itu, daripada terus menerus capek, karena harus menghapus konten sampah yang masuk tanpa permisi ke bimbit kita, baiknya keluar dari WAG dan memblok siapa saja yang secara langsung (direct messages) mengirimkan konten-konten sampah.

Jangan pernah sekejap pun menjadikan diri kita obyek bagi kebahlulan. Karena, kebahlulan yang terpelihara bisa membuat kita menjadi 'manusia jejadian.'

Menjawab pertanyaan teman itu saya katakan di tengah badai informasi yang tak terseleksi dan tak terkendali, masuk ke ruang hitam putih adalah cara merawat kesehatan mental. Juga untuk menghindari beragam penyakit yang menyertai.

Hidup di ruang hitam putih dalam menilai asupan informasi dalam skala tertentu juga perlu dilakukan untuk memelihara keseimbangan nalar, nurani, naluri, dan rasa sesuai dengan fungsinya.

Jangan pernah, sekejap pun, membiarkan diri kita berada dalam disharmoni fungsi-fungsi instrumen hidup yang diberikan Tuhan untuk melangkah menjadi sesungguh insan. Bukan sekadar manusia.

Sikap demikian saya sampaikan ke sejumlah teman lain. Mereka sepakat. Sebagian teman lain menyibukkan dirinya dengan melunaskan hobi masa belia yang belum selesai. Berkumpul di akhir pekan, jalan sehat, camping, atau berkelana menelusuri teman-tempat tertentu yang bikin hidup lebih segar.

"Gue coba ya. Mudah-mudahan gue bisa..," ujar teman saya itu. Lalu kami berpisah.. |

Editor : delanova
 
Seni & Hiburan
19 Nov 24, 08:29 WIB | Dilihat : 1541
Kanyaah Indung Bapak
20 Jul 24, 21:32 WIB | Dilihat : 2336
Voice of Baceprot Meteor dari Singajaya
Selanjutnya
Lingkungan
25 Mei 25, 23:22 WIB | Dilihat : 311
Jakarta Kota Global Berbudaya
17 Mei 25, 11:18 WIB | Dilihat : 611
Tupai King Ancaman bagi Musang King
20 Apr 25, 01:35 WIB | Dilihat : 471
Tanah Negeri Pahang Dibalak Pekebun Durian
Selanjutnya