60 Tahun Harry Azhar Azis - Ketua BPK

Anggito : Harry Tak Pernah Perjuangkan Kepentingan Pribadi

| dilihat 2251

JAKARTA, AKARPADINEWS.COM | CANDA penuh makna dan terasa politis ‘berbuncah’ di sela peluncuran buku “Amanah Sampai Akhir,” dan syukuran ulang tahun ke 60 Harry Azhar Azis, di rumah makan Sunda – Pancoran, Jakarta Selatan, Senin (25/4) itu. Harry Azhar Azis adalah Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) – satu-satunya lembaga audit negara yang diakui oleh konstitusi negara.

Malam itu hadir Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), Politisi Senior Akbar Tandjung, Gubernur Bank Indonesia – Agus Martowardojo, Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) - Irman Gusman, Ketua DPR RI – Ade Komaruddin, Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon, sejumlah Menteri (Sofyan Djalil, Yudi Chisnandi, Ferry Mursidan Baldan, Saleh Husin), Ketua Komisi Yudisial, Ketua Komisi Pemilihan Umum, Wakil Ketua Komisi Ombudsman, sejumlah anggota dan mantan Ketua BPK (Anwar Nasution dan Hadi Purnomo), mantan-mantan Menteri (Chairul Tanjung, Mahadi Sinambela), mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (Jimly Asshidiqy, Mahfud MD), anggota Dewan Pertimbangan Presiden Suharso Monoarfa, mantan aktivis mahasiswa 70-an yang ditahan di Kampus Kuning – Bekasi, alumni dan pengurus besar Himpunan Mahasiswa Islam.

Juga nampak sejumlah pengurus partai politik, anggota DPR RI, Anggota DPD RI, sejumlah komisaris dan direksi Bank BUMN, dan ekonom Anggito Abimanyu.

Wapres Jusuf Kalla yang bicara terakhir menyebut, Harry merupakan politisi akademisi yang dapat diandalkan oleh partai Golkar di DPR RI. “Saya minta Harry, ketika di DPR RI harus rajin bicara tentang ekonomi. Supaya tidak kalah dengan politisi akademisi dan ekonom yang dimiliki PAN, seperti Dradjat dan Didik Rachbini,” ungkap JK. Dan, Harry membuktikannya. Apalagi, di HMI, Didik J. Rachbini terbilang yunior Harry.

Harry pun pun menunjukkan kepiawaiannya sebagai politisi akademisi Golkar yang andal, sehingga dipercaya sebagai Ketua Bangar (Badan Anggaran DPR RI). Juga ketika dia menjadi Ketua Pansus RUU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Termasuk ketika menjadi anggota Pansus Century.

JK mengemukakan, dulu sebagai Ketua Umum dia bisa perintah Harry untuk menjalankan kebijakan partai di DPR RI. “Sekarang tidak bisa. Sebagai Ketua BPK, dia setara. Hubungannya konsultasi,” ujar JK.

JK menilai, Harry cukup ditempa oleh tantangan dan ujian politik. Belakangan, sebut JK, Harry populer karena hasil audit BPK terkait pembelian tanah Sumber Waras yang dibeli pemerintah DKI Jakarta. Dan, karena namanya tertera dalam dokumen Panama Papers. “Biasa itu. Jangan semua orang yang namanya tercantum dalam Panama Papers dianggap kriminal. Tidak begitu,” tegas JK.

Ihwal tantangan dalam menelusuri karir sebagai politisi, Akbar Tanjung menyebut, Harry berhasil melaluinya. Terutama ketika, Harry menjabat Ketua Umum PB HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), saat pemerintah menerapkan politik monoloyalitas. Semua organisasi kemasyarakatan harus berasas Pancasila, sedangkan saat itu HMI berasas Islam.

Akbar mengambil kisah tentang perumusan Pancasila, beberapa saat setelah Proklamasi Kemerdekaan RI berlangsung. Persisnya, ketika sejumlah kalangan non muslim meminta penghilangan tujuh kata dalam sila pertama. Tokoh Islam yang berada dalam tim perumus, mengakomodasi, sehingga sila pertama Pancasila berbunyi, “Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Harry juga mengalami cobaan ditahan oleh Laksus Pangkopkamtibda (Pelaksana Khusus Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban Daerah) Jaya, sebagai tokoh mahasiswa Islam yang menolak Pancasila sebagai asas Tunggal. Tapi, belakangan, di Kongres ke 15 HMI, Pancasila diterima sebagai asas. Keputusan kongkres ini sempat membuat HMI terbelah di era berikutnya.

Harry sendiri mengemukakan, dirinya merupakan kader partai yang taat asas. Sebagai kader partai di DPR RI, dia terus bicara, dan menutup mulutnya ketika disuruh berhenti bicara. Artinya, sebagai politisi dia, memegang code of conduct yang berlaku di partai.

Malam itu, Harry juga berkelakar, termasuk hubungannya dengan para senior, sehingga mengundang gelak.

Para pembiat testimoni (Anggito Abimanyu, Yudi Chrisnandi, Ade Komaruddin, Ferry Mursidan Baldan, Achsanul Qosasi, Akbar Tandjung) mengungkap kelebihan dan kekurangan Harry.

Anggito mengemukakan, “Harry bukan orang baru bagi saya. Sifat dan watak Harry yang keras, argumentatif, dan emosional sudah saya kenal sejak ia berkiprah di DPR pada tahun 2004.” Lantas, mantan Dirjen Haji, itu juga menegaskan, “Sejatinya, Harry sungguh rasional, logis, akrab dan profesional. Beliaulah yang berkampanye agar agar daerah berdisiplin memungut pajak daerah dan retribusi daerah.”

Anggito mengutip pernyataan Harry, “Pemerintah Daerah tidak boleh memungut pajak dan retribusi selain yang sudah diatur oleh Undang Undang. Daerah tidak boleh mengganggu investasi.”

Di mata Anggito, Harry adalah legislator pionir yang menggulirkan ide untuk mengaitkan antara target makro ekonomi dengan kesejahteraan rakyat. “Perjuangan itulah yang ia teruskan sejak menjadi Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada akhir tahun 2014 dengan ide: Pemeriksaan berbasis Kesejahteraan Rakyat.”

Anggito menilai, meskipun secara konsep masih digodok, tetapi pemeriksaan kinerja berbasis kesejahteraan rakyat setidaknya dapat dapat menjadi jawaban akan “paradoks” opini pemeriksaan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Anggito juga menyebut, sebagai anggota Pansus Bank Century, Harry merupakan salah satu anggota yang sangat kritis dan keras. Bisa jadi, kata Anggito, dia anggota yang paling keras dan kritis di antara para anggota yang ada. “Harry sangat mengkritisi kontroversi kebijakan talangan atau bailout Bank Century..., beliau berpendapat bailout tetap bermasalah secara ekonomi – politik dan hukum.”

Anggito mengungkapkan, walaupun sudah bertemu berkali-kali, Harry tidak satu kalipun memperjuangkan kepentingan pribadi, termasuk untuk kepentingan perolehan suara di daerah pemilihan dan meminta hal yang aneh-aneh. “Sebagai Ketua BPK sejak tahun 2014, saya tidak melihat perubahan dari sisi sikap, ketegasan, dan intelektualitasnya,” tegas Anggito.

Di antara pemberi testimoni malam itu, testimoni Yudi Chrisnandi dan Komaruddin Hidayat, datar-datar saja. Nampak, keduanya tak mengenal Harry secara mendalam. Akan halnya Ferry yang sudah mengenal Amanah lebih dulu sejak SMA, dan kemudian menjadi Ketua Umum PB HMI pula, banyak hal menggelitik yang dikemukakannya. Salah satunya, pasal Harry sebagai penerima Amanah (nama isteri Harry) yang tak diragukan.

Bang Akbar yang banyak mengetahui Harry dalam kiprahnya sebagai kader HMI dan kader Partai Golkar menceritakan banyak hal tentang Harry dan perjuangan kader HMI secara multidimensi.

Apapun cerita yang berkembang malam itu, dan terkesan kurang lengkap, yang jelas sebagai Ketua BPK Harry mempunyai visi jelas. Harry mencanangkan untuk membawa BPK sebagai lembaga yang berwibawa di tingkat nasional dan di mata internasional.

“Intinya, saya ingin berarti bagi BPK dan negara, meskipun  dicibir orang tidak ada capek-capeknya. Manusia mati meninggalkan sesuatu yang berarti, sehingga ada tambahan guna memperbaiki dan memperkuat apa yang sudah diperbuat oleh manusia pendahulunya,” tukas Harry dalam buku biografi “Amanah Sampai Akhir,” yang diluncurkannya malam itu. Malam pertama dia memperingati hari ulang tahun.., di usianya yang ke 60. | JM Fadhillah

 

Editor : sem haesy
 
Budaya
21 Sep 25, 20:05 WIB | Dilihat : 332
Pariwisata dan Budaya Masa Depan Ekonomi Iran
06 Sep 25, 09:52 WIB | Dilihat : 441
Merawat Kesadaran Imani Kota Global Berbudaya
23 Jul 25, 16:21 WIB | Dilihat : 1073
AS Mundur dari UNESCO
Selanjutnya
Sainstek