WASHINGTON - PARIS | Amerika Serikat mundur dari UNESCO, Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berkontribusi pada perdamaian dan keamanan dengan memimpin kerja sama multilateral di bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, komunikasi, dan informasi.
Mundurnya AS dari organisasi dengan 194 Negara Anggota, yang berkantor pusat di Paris, itu dinyatakan Tammy Bruce, juru bicara Sekretariat Negara / Kementerian Luar Negeri, Selasa (22/7/25).
Tammy menyatakan, AS sudah memberitahu Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay pada hari yang sama. Mundurnya AS tersebut karena keterlibatannya di UNESCO tidak sejalan dengan kepentingan nasional Amerika Serikat.
UNESCO yang memiliki kantor di 54 negara dan mempekerjakan lebih dari 2.300 orang, itu menurut Tammy, berupaya memajukan tujuan-tujuan sosial dan budaya yang memecah belah dan mempertahankan fokus yang berlebihan pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG's) PBB.
Amerika memandang upaya UNESCO yang mengawasi lebih dari 2.000 situs Warisan Dunia, Cagar Biosfer, dan Geopark Global; jaringan Kota Kreatif, Edukatif, Inklusif, dan Berkelanjutan, itu merupakan agenda ideologis globalis untuk pembangunan internasional yang bertentangan dengan kebijakan luar negeri AS.
Dikemukakan juga, keputusan UNESCO untuk mengakui "Negara Palestina" sebagai Negara Anggota sangat bermasalah, bertentangan dengan kebijakan AS, dan berkontribusi pada maraknya retorika anti-Israel di dalam organisasi tersebut.
"Partisipasi AS yang berkelanjutan dalam organisasi internasional akan berfokus pada memajukan kepentingan Amerika dengan kejelasan dan keyakinan," ungkap Tammy lagi.
Bertentangan dengan Multilateralisma
Dari Paris, Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay, sesuai dengan Pasal II(6) Konstitusi UNESCO, penarikan diri AS akan berlaku efektif pada tanggal 31 Desember 2026. Hingga tiba masa tersebut, AS akan tetap menjadi anggota penuh UNESCO.
UNESCO yang ditupang lebih dari 13.000 sekolah, pimpinan universitas, lembaga pelatihan dan penelitian terkait, dengan jaringan global yang terdiri dari 200 Komisi Nasional, akan terus menjalankan misi-misi ini, meskipun sumber dayanya pasti berkurang.
Azoulay sangat menyesalkan keputusan Presiden Donald Trump, yang -- untuk sekali lagi -- menarik AS dari UNESCO. Direktur Jendral UNESCO itu menyatakan, "Keputusan ini bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar multilateralisme, dan mungkin terutama akan memengaruhi banyak mitra kami di Amerika Serikat —komunitas yang mengupayakan pencantuman situs dalam Daftar Warisan Dunia, status Kota Kreatif, dan Pemimpin Universitas."
Kendati sangat disesalkan, pernyataan AS mundur dari UNESCO sudah diantisipasi, dan UNESCO telah mempersiapkannya. "Dalam beberapa tahun terakhir, kami telah melakukan reformasi struktural besar-besaran dan mendiversifikasi sumber pendanaan kami," ungkap Azoulay.
Dikemukakannya, berkat upaya yang telah dilakukan UNESCO sejak 2018, tren penurunan kontribusi keuangan AS telah terimbangi, sehingga kini mencapai 8 persen dari total anggarannya, dibandingkan dengan 40 persen untuk beberapa entitas PBB.
Pada saat yang sama, menurut Azoulay, anggaran keseluruhan UNESCO terus meningkat. "Kini, organisasi lebih terlindungi secara finansial, berkat dukungan berkelanjutan dari sejumlah besar Negara Anggota dan kontributor swasta. Kontribusi sukarela ini telah berlipat ganda sejak 2018," ungkapnya. Karena itu, mundurnya AS tidak mendorong UNESCO untuk mempertimbangkan pemutusan hubungan kerja.
Rekonstruksi Mosul
Dkemukakan pula, kendati Presiden Donald Trump pertama kali menarik diri pada tahun 2017, UNESCO telah meningkatkan upayanya untuk mengambil tindakan di mana pun misinya dapat berkontribusi bagi perdamaian dan menunjukkan betapa pentingnya mandatnya.
Hal tersebut sesuai dengan prinsip dalam Konstitusi UNESCO, 1945, “Karena perang bermula dari pikiran manusia, maka di dalam pikiran manusialah pertahanan perdamaian harus dibangun.”
UNESCO berhasil menyelesaikan operasi terbesar dalam sejarahnya, dengan rekonstruksi kota tua Mosul yang dimulai pada tahun 2018; mengadopsi instrumen penetapan standar global pertama dan satu-satunya tentang etika kecerdasan buatan atau akal imitasi.
Juga telah mengembangkan program-program utama untuk mendukung budaya dan pendidikan di lingkungan konflik, baik di Ukraina, Lebanon, maupun Yaman. UNESCO juga telah meningkatkan aksinya untuk keanekaragaman hayati dan warisan alam, serta untuk pendidikan anak perempuan.
"Alasan yang diajukan AS untuk menarik diri dari Organisasi ini sama dengan tujuh tahun yang lalu, meskipun situasinya telah berubah secara mendalam, ketegangan politik telah mereda, dan UNESCO saat ini merupakan forum yang langka untuk konsensus tentang multilateralisme yang konkret dan berorientasi aksi," tegas Dirjend UNESCO tersebut.| jeanny, tique