Efek Bangkong Dikongkorong Kujang

| dilihat 698

Cingé Zaidan

Standar kepatutan dan kelayakan insaniah seorang muslim, tak cukup hanya mempraktikan rukun islam dan rukun iman. Karena ia mesti memanifestasikan aqidah, syariah, muamalah, dan akhlaq. Kesemuanya adalah kriterium asasi keberadaban.

Di tengah persimpangan zaman, adab menjadi indikator penting dalam konsep muru'ah - martabat manusia, yang merupakan hak dasar kemanusiaan siapa saja dalam dimensi kesetaraan manusia. Maknanya, setiap orang apapun latar kehidupannya, berhak untuk dihormati, dimuliakan, dan beroleh hak-hak tertentu. Tanpa kecuali pedagang asongan yang menjajakan barang dagangan sesederhana apapun.

Adalah benar Presiden Prabowo (seperti dalam video tular) -- saat menyampaikan pidato di Universitas Kebangsaan -- yang lugas dan terang benderang menjelaskan pedagang kaki lima, petani, nelayan dan mereka yang berjuang hidup mencari nafkah untuk isteri dan anaknya. Karenanya menjadi harus dihormati dan dimuliakan.

Karenanya pelecehan yang dilakukan salah seorang 'utusan khusus Presiden' kepada Sunhaji, penjaja teh manis pada ajang 'pengajian' di Kabupaten Magelang (Rabu, 20/11/2024) yang juga tular, merupakan paradox yang memuakkan. Khasnya ketika ia menghardik Sunhaji dengan menggunakan diksi yang tak patut: goblog !

Dalam posisi sebagai 'utusan khusus Presiden' yang disandang sang penista -- yang selama ini dikenal sebagai 'pendakwah' di wilayah remang-remang --, ujarannya secara konotatif menjadi noktah lembaga kepresidenan.

Kelayakan dan Kepatutan

Saya tidak tahu dan tidak mau tahu, apa alasan Presiden Prabowo -- yang masih berhadapan dengan realitas legitimasi tak penuh -- mengangkat dan melantik yang bersangkutan sebagai Utusan Khusus Presiden.

Tidakkah dalam mengangkat dan melantik seseorang dengan derajat dan posisi sosial sedemikian telah dilakukan serangkaian uji kepatutan dan kepantasan sebagaimana mestinya? Atau sekadar tanda terima kasih karena yang bersangkutan dianggap 'berjasa' dalam kemenangannya pada kontestasi Pemilihan Presiden/Wakil Presiden Republik Indonesia 2024?

Susi Dwi Harijanti -- pakar dan guru besar hukum tata negara Universitas Padjadjaran -- mengemukakan, Presiden Indonesia selain sebagai Kepala Negara, menyandang kekuasaan sebagai penyelenggara pemerintahan meliputi bidang kehidupan yang sangat luas, antara lain, meliputi bidang ekonomi, sosial, kesehatan, pendidikan, keamanan, dan lain-lain. Intinya yang berkenaan dengan peri kehidupan baik individu maupun masyarakat (AJ, 2024).

Siapapun yang diamanahkan sebagai Utusan Khusus Presiden, dengan demikian mesti seorang yang sungguh layak dan patut untuk menyandang fungsi yang melekat dengan fungsi presidensi. Termasuk kepatutan dan kelayakan yang terkait dengan perilaku personalnya. Tanpa kecuali dalam hal bercanda atau berkelakar yang harus sinkron dengan adab -- yang berhubungan dengan norma dan etika sosial.

Menista rakyat -- sebagai pemilik sah kedaulatan -- adalah perbuatan sangat pandir yang tak bisa ditoleransi dalam perspektif apapun. Karena perilaku demikian, selain bertentangan dengan sikap yang diujarkan Presiden sekaligus menunjukan tindakan tidak beradab.

Alhasil, apapun dan siapapun yang terkoneksi dengan Presiden, idak patut melakukan aksi yang bertentangan dengan norma dan etika sosial yang hidup di dalam masyarakat. Termasuk mengolok-olok janda -- orang tua tunggal --, perempuan mandiri.

Mengangkat dan melantik orang-orang yang tak teruji menurut standar kelayakan dan kepatutan, sama halnya dengan menciptakan bangkong dikongkorong kujang, mengalungkan katak dengan pusaka.

Slilit di Sela Gigi

Penistaan terhadap Sunhaji - penjaja asongan teh manis -- yang berjuang mencari nafkah untuk istri dan anaknya adalah penistaan terhadap rakyat. Setarikan nafas, juga penistaan terhadap kaum miskin yang dipinggirkan dan terpinggirkan.

Kala penistaan tersebut dilakukan oleh seseorang yang menyandang status sebagai Utusan Presiden, persoalannya tak bisa dipandang secara sambil lalu. Karena tindakan demikian, secara langsung atau tidak langsung akan mencerminkan institusi Presiden dan Kepresidenan.

Memandang hal sedemikian hanya sebagai slip of the tounge sama artinya dengan pembiaran terhadap perilaku buruk yang dapat memercikkan noktah ke lembaga kepresiden.

Bila hendak diamsalkan, perilaku demikian merupakan 'slilit di sela gigi,' yang bila dibiarkan akan merusak gigi dan menimbulkan ketidak-nyamanan.

Mencermati hal-hal seperti ini, ada baiknya Presiden Prabowo melakukan evalusasi terhadap kalangan yang diberikannya status, posisi, dan simbol sosio politik.

Lantas, mengambil tindakan tegas sesuai dengan standard kepatutan dan kepantasan yang sesuai dengan adab dan keadaban, karena salah satu tugas khas Presiden dan kepresidenan adalah mewujudkan peradaban yang sesuai dengan amanah konstitusi. Khasnya pembukaan UUD 1945.

Peristiwa dalam pengajian di Magelang tersebut boleh disebut sebagai efek 'Bangkong dikongkorong Kujang.' Karenanya, Presiden Prabowo kudu lugas menghindari terjadinya situasi pragmatis bangkong dikongkorong Kujang. |

Editor : delanova
 
Energi & Tambang
Polhukam
10 Feb 25, 16:15 WIB | Dilihat : 42
Silakan Trump Gondol Warga Israel ke Alaska
07 Feb 25, 18:49 WIB | Dilihat : 332
Putus Cinta Lebih Menyakitkan daripada Pemakzulan
07 Feb 25, 10:07 WIB | Dilihat : 300
Parlemen Makzulkan Wakil Presiden
01 Feb 25, 06:35 WIB | Dilihat : 150
Selidiki Kasus Tanjung Rhiu Secara Transparan
Selanjutnya