Cingè Zaidan
Pelbagai gejala sosial politik yang mengemuka akhir-akhir ini sedang menunjukkan situasi kebangsaan yang merisaukan. Indonesia sedang mengarah kepada kehancuran nalar publik, akibat proses penghancuran yang selama ini berlangsung tidak dipedulikan.
Begitu isyarat yang mengemuka dari Akademi Jakarta melalui Seno Gumira Ajidarma, ketuanya. Bahkan, ketika mengantar pernyataan alit sikap Akademi Jakarta di Taman Ismail Marzuki, 4 Desember 2023, Seno lugas menyatakan, “Nalar publik diperlukan sebagai kesadaran kritis masyarakat untuk bisa menilai berbagai peristiwa, termasuk gagasan dan kebijakan yang semestinya didasarkan dan ditujukan pada kemaslahatan umum.”
Akademi Jakarta (AJ) sudah mewanti-wanti sejak menyampaikan Rekomendasi AJ (Jum'at: 28/1/22). Kala itu AJ mengemukakan, proses penghancuran nalar publik sebagai kesadaran kritis bersama untuk menilai gagasan, peristiwa, dan kebijakan berdasarkan pertimbangan kemaslahatan umum, sedang terjadi.
Jika dibiarkan, ungkap rekomendasi tersebut, gejala (penghancuran nalar publik) ini dikhawatirkan akan melemahkan kebudayaan, serta mengancam keberlanjutan dan ketangguhan Indonesia sebagai bangsa dalam menghadapi tantangan zaman yang semakin pelik. (Baca: Akademi Jakarta Mendesak Perubahan Menyeluruh di Bidang Pendidikan )
Karlina Supelli, Wakil Ketua AJ menegaskan, bahwa pernyataan sikap yang dikemukakan hari ini, mengingatkan kembali pada Maklumat AJ bertajuk ‘Cegah Penghancuran Nalar Publik’ pada tahun 2022. Maklumat itu menggarisbawahi tentang menguatnya gejala praktik politik kekuasaan demi kekuasaan, alih-alih politik demi kebaikan hidup bersama.
Setelah hampir dua tahun rekomendasi itu, nampaknya AJ melihat situasi malah memburuk, khasnya menjelang peristiwa politik, Pemilihan Umum 2024 yang bersamaan dengan Pemilihan Presiden - Wakil Presiden. Antara lain berwujud dalam pengabaian prinsip-prinsip demokrasi, melalui manipulasi terhadap konstitusi merupakan wujud pengabaian prinsip-prinsip demokrasi. Praktik ini, karenanya, tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Isyarat Keadaban
Dalam Maklumat Enam Butir, AJ menegaskan : Pengabaian terhadap prinsip-prinsip demokrasi dengan memanipulasi konstitusi merupakan praktik yang tidak dapat dipertanggungjawabkan; Keberpihakan media dalam pemberitaan Pemilihan Presiden 2024 bertentangan dengan kode etik jurnalistik; Riset berbasis kepentingan politik melanggar etika ilmu pengetahuan; Keterbukaan finansial dalam prosedur demokrasi adalah indikator kejujuran yang menentukan; Keberpihakan lembaga pemerintah kepada kontestan mana pun, dengan alasan apa pun, tidak dapat dibenarkan; Pencapaian sistem politik demokratis adalah hasil yang lebih penting daripada kemenangan salah satu kontestan.
Enam butir pernyataan sikap AJ tersebut, mestinya menggugah kesadaran kolektif kita. Terutama, karena belakangan hari kita dihadapkan oleh bebagai peristiwa penghancuran nalar publik yang nyata. Rangkaian peristiwa itu sudah menurunkan kepercayaan khalayak (rakyat) kepada penyelenggara negara dan pemerntahan ke titik nadir.
Mulai dari pelanggaran etik berat Ketua Mahkamah Konstitusi - Anwar Usman, terciduknya Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) - Achsanul Qosasi dan dinyatakannya Ketua KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) Firli Bahuri sebagai tersangka kasus korupsi dan pemerasan, dan berbagai peristiwa lain. Mutakhir adalah pengakuan Ketua KPK (2015-2019) Agus Rahardjo yang -- di luar kelaziman -- dipanggil, dimarahi, dan diminta oleh Presiden Joko Widodo menghentikan kasua korupsi E-KTP yang menyeret Ketua DPR RI (2014-2019) Setya Novanto.
Kondisi ini mengingatkan isyarat keadaban masa silam. Dari alam budaya dan tatar Sunda, kehancuran suatu bangsa akan menjadi kenyataan, apabila terjadi: kawung mabur carulukna (akan terjadinya lost generation akibat berbagai sebab, dari stunting, penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan, ketidak-adilan dalam kesempatan belajar, pelemahan budaya) yang mengubah bonus demografi menjadi petaka demografi); gula leungiteun ganduan - tiadanya parameter kinerja akibat pengabaian ilmu pengetahuan dalam praktik tiadanya parameter kinerja akibat pengabaian ilmu pengetahuan dalam praktik penyelenggaraan negara dan pemerintahan; samak tingaleun pandana - manipulasi dan perkeliruan - termasuk berlangsungnya proses artificial leadership; cai herang karih kiruhna, cai amis kintun paitna - kerusakan ekologis dan ekosistem - serta tergadainya sumberdaya alam untuk masa yang lama, dan berdampak pada krisis ekonomi; kyai leungiteun aji - berkembangnya ulama suu' alias hilangnya daya spiritual pemuka agama karena sangat mencintai dunia; serta pandita ilang komara - para akademisi dan petinggi tak lagi dipercaya rakyatnya.
Setarikan nafas, nasihat-nasihat kehidupan orang tua, seperti yang tertuang dalam Hadih Maja (Aceh) diabaikan. Antara lain hilangnya prinsip-prinsip dasar fungsional: Adat bak Po Teumeruhom, qanun bak Putro Phang, hukom bak Syiah Kuala, Reusam bak Laksamana - adat istiadat dan etika melekat pada penyelenggara pemerintahan, undang-undang kehidupan melekat pada institusi dan anggota perwakilan rakyat, ilmu hukum kehidupan dan praktik penegakan keadilan terjaga oleh sikap kritis para cendekia, dan kekuatan untuk melindungi kehidupan rakyat melekat pada militer.
Konsistensi fungsional secara proporsional kepemimpinan harus dilakukan, agar tidak terjadi: Alee tob beulacan, barangkapeu ta kheun malee tan, nyang malee urueng jak sajan - seperti penumbuk padi digunakan untuk terasi, apapun yang dikatakan padanya dia tidak malu, yang malu adalah kawan-kawan bersamanya; Asee blang nyang pajoh jagong, asee gampong nyang keunong geulawa - anjing ladang yang makan jagung, anjing kampung yang dilempari; Ata han jeut ta meunari, ta peugah tika hana get - ketika tidak bisa menari, tikar atau lantai yang disalahkan; dan kebiasaan awai buet dudoe pike, teulah oh akhe keupeu lom guna - bertindak tanpa berpikir lebih dulu, kendati sesal kemudian tiada guna.
Cegah Anak Haram Konstitusi
Berbagai kearifan dan budaya lokal dari seluruh Indonesia, yang memberikan isyarat penyelenggaraan masyarakat, negara, dan bangsa terabaikan. Akibatnya hilang keadaban. Dalam konteks itu, Maklumat Enam Butir AJ 2023 menjadi penting maknanya. Khasnya bila dilihat konteks ikhtiar mencegah terjadinya kejahatan budaya, yakni perampasan (atau sekurang-kurangnya) reduksi hak demokrasi rakyat, sebagaimana tercermin dalam Rancangan Undang Undang Daerah Khusus Jakarta, yang menyeret kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan kembali ke masa lampau.
Penyelenggaraan demokrasi akan mengalami kemunduran dan dapat berakibat pada berbagai persoalan yang lebih luas. Kemunduran adab, keadaban, dan peradaban ketika transformasi budaya bergerak sangat cepat. Antara lain ditandai dengan kian meluas dan menguatnya singularitas dan arus transhumanisma yang harus dilayari dengan integralitas budaya (religi, seni, sastra, ilmu pengetahuan, teknologi) melalui kecakapan berpikir dan kepekaan rasa.
Pada Kuliah Kenangan Sutan Takdir Alisjahbana yang digelar AJ (6/12/22) di Taman Ismail Marzuki, ilmuwan dan guru besar Ilmu Matematika ITB, Iwan Pranoto telah mengingatkan hal itu. Iwan menyatakan, "Bangsa Indonesia perlu belajar berpikir dan tak segan belajar dari mana saja. Dengan mengamini pengamatan serta anjuran tersebut, mau tidak mau kita harus mengamanatkan tugas ini pada pundak pendidikan." (Baca: Bangsa Indonesia Perlu Belajar Berpikir). Mulai dengan menuntut strategi pembangunan dan pendidikan setegas dan selugas Takdir mendiagnosis penyakit dan menuliskan resep obatnya yang langsung menghunjam tajam ke inti penyakit.
Setarikan nafas, sikap AJ, bahwa 'diam itu salah' perlu terus dikembangkan sebagai sikap kolektif. Khasnya dalam menguatkan kesaling-terhubungan emikiran sains-teknologi dan pemikiran ilmu kemanusiaan dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan dan negara. Setidaknya seperti yang mengemuka dalam kuliah The Two Cultures oleh Charles Percy Snow. Mempertemukan lagi karya-karya keilmuan dan budaya (tanpa kecuali sastra) dalam satu tarikan nafas.
Keseimbangan akal budi akan terbentuk bila penyelenggaraan pemerintahan, negara, dan bangsa ditopang oleh keseimbangan sains, teknologi, religi, budaya, politik untuk mengatasi berbagai ketimpangan yang selama ini berlangsung. Kecerdasan akal budi akan memandu siapa saja yang mengelola kekuasaan yang diberikan rakyat kepadanya untuk konsisten dan konsekuen dengan komitmen perkhidmatan kepada rakyat. Hal ini merupakan cara untuk mencegah, kelak tak ada lagi anak haram konstitusi dalam kepemimpinan Indonesia, yang dilahirkan oleh proses manipulasi konstitusi. |