Haèdar Muhammad
Proses alamiah geologis pembentukan bebukitan menjadi pulau dan bebukitan dengan keragaman mineral khas yang kemudian kita kenal sebagai geopark, memakan bilangan masa yang tak pendek. Jutaan bahkan miliaran tahun.
Geopark Raja Ampat di Papua, Indonesia misalnya, diperkirakan melintasi masa hingga 245 juta tahun, di bawah masa pembentukan geopark Longyan di China yang memakan masa hingga 300 juta tahun.
UNESCO, badan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang sejak 16 November 1945 memusatkan perhatian pada bidang pendidikan, sains dan budaya menetapkan Geopark Raja Ampat sebagai bagian dari simpul jejaring Global Geopark.
Maknanya adalah kawasan Geopark Raja Ampat diposisikan sebagai warisan geologi yang kudu dirawat. Keberadaannya dipelihara sebagai wilayah konservasi dan budi daya terbatas.
Dalam relasi ekologi - ekosistem dan ekonomi, eksploitasi atas geopark untuk mendapatkan nilai keekonomian, lebih diposisikan sebagai unggulan dalam pariwisata. Bukan sebagai wilayah penambangan yang aksi eksplorasi dan eksploitasinya (dari perspektif ekologi dan ekosistem) merusak.
Berbagai referensi UNESCO mengingatkan, bahwa geologi dan keanekaragaman hayati Geopark sangat istimewa sekaligus rentan terhadap perusakan dan kerusakannya. Karenanya, negara perlu mengatur cara perawatannya.
Salah dua cara merawat Geopark, apalagi yang sudah ditetapkan sebagai Global Geopark. Tak bisa sembarangan dan serampangan menggali di lokasi mana pun, tanpa kecuali mengambil fosil, batu, atau mineral apa pun yang masih tertanam di dalamnya.
Identifikasi Risiko
Selaras dengan itulah, setiap negara melalui pemerintahan yang berkuasa, kudu mengatur dengan berbagai undang-undang dan aturan yang menyertainya. Termasuk undang-undang tentang satwa liar, lingkungan dan komunitas alam, dan lain-lain.
Perlindungan sebagai bagian tak terpisah dari perawatan geopark, bahkan kudu mengatur dengan ketat izin bagi keperluan saintifik, berupa penelitian akademis formal, khasnya di situs-situs tertentu.
Mencermati isu yang berkembang ihwal penambangan di salah satu pulau dalam kawasan geopark Raja Ampat terpantik kesan, pemberian izin diberikan kepada perusahaan tambang, laiknya pemberian izin untuk situs dan kawasan tambang non geopark.
Boleh jadi, pemberian izin tersebut tak sepenuhnya mengikuti kaidah-kaidah best mining practises --sebagaimana dianut Responsible Mining Initiative (RMI) dengan lebih dari 500 perusahaan pertambangan global.
Kendati, secara formal kepada perusahaan tambang yang mendapatkan izin ditentukan berbagai kewajiban mempromosikan sumber mineral yang bertanggung jawab. Termasuk identifikasi dan rencana penanganan risiko berpangkal penilaian kesiapan risiko dan instrumen penilaian risiko negara. Juga, peta rantai pasokan untuk sumber mineral yang terkait.
Mencermati isu yang berkembang, kita beroleh kesan, proses penambangan -- mulai dari eksplorasi, eksploitasi, peleburan, dan aksi hilirisasi -- belum melakukan aksi pelaporan secara publik sesuai dengan asas kejelasan, tanggung jawab, akuntabilitas, dan keterbukaan informasi.
Di sisi lain, dari isu yang berkembang, terkesan kuat perusahaan penambang belum sepenuhnya menjelaskan kepada khalayak, bagaimana penambangan di kawasan geopark Raja Ampat sudah berkolaborasi dengan masyarakat lokal, sekitar tambang. Khasnya berkaitan dengan rencana penutupan tambang yang harus disampaikan bersamaan dengan rencana pembukaan tambang. Bahkan terkesan, penambangan yang sudah berlangsung mengenyampingkan dialog dengan pemangku kepentingan (masyarakat adat dan masyarakat lokal lainnya) di sekitar kawasan yang akan ditambang.
Melindungi Kawasan Geopark
Pemerintah perlu bertegas-tegas merawat dan melindungi kawasan Geopark di Indonesia, khasnya di Raja Ampat yang sudah terkoneksi dengan Global Geopark Network, sebagai unggulan industri pariwisata yang ketika dikelola secara tepat dan benar mempunyai nilai keekonomian yang besar tanpa harus merusak lingkungan.
James Martin (2007) tokoh transformasi dari Universitas Oxford - Inggris, telah mewanti-wanti, masyarakt global akan menghadapi tantangan menyelamatkan bumi dengan melakukan transformasi kemampuan manusia mengelola Bumi dengan baik.
Apalagi perkembangan internet telah memungkinkan kita mendapatkan sejumlah besar data dan informasi tentang planet. Sekaligus membantu kita belajar hidup dengan dana perwalian alam.
Iklim planet ini akan berubah dan kita harus belajar hidup dengan perubahan. Kita dihadapkan oleh tantangan membalikkan (bukan mengentaskan) kemiskinan yang dipicu oleh ketimpangan yang disebabkan oleh kapitalisme global.
Setarikan nafas juga menjawab tantangan mencapai gaya hidup lestari - berkelanjutan. Gaya hidup berkualitas tinggi yang tidak mengorbankan dan menyulitkan lingkungan.
Tak ada salahnya dalam hal ini, kita belajar pada sesama negara anggota ASEAN ( Malaysia dan Vietnam). Malaysia di Pulau Langkawi berhasil memadu padan secara harmonis cara merawat dan melindungi geopark secara sebagai tujuan wisata alam berskala global.
Konservasi & Promosi
Dengan pola tata kelola terpadu dan terintegrasi relasi ekologi - ekosistem dan ekonomi -- terus mendapatkan dan menikmati nilai keekonomiannya, dan masyarakat lokal mendapatkan kesejahteraan.
Begitu juga halnya dengan Vietnam yang secara aktif mengelola beberapa geopark, dengan fokus pada pariwisata berkelanjutan, pelestarian warisan, dan pengembangan masyarakat.
Jaringan Geopark Vietnam mencakup dua Geopark Global UNESCO (Dataran Tinggi Karst Dong Van dan Non Nuoc Cao Bang) dan dua geopark lainnya (Dak Nong dan Ly Son-Sa Huynh) dikelola baik. Alam dan lingkungannya tidak rusak, negara beroleh pendapatan, dan rakyat menikmati kesejahteraan. Vietnam berhasil merawat geopark global yang dimilikinya, itu.
Vietnam merawat dan melindungi geopark secara kreatif dan maju, menyandingkan konservasi dan promosi nilai-nilai warisan geopark, yang telah berkontribusi pada pembangunan sosial ekonomi, meningkatkan integrasi internasional, sekaligus meningkatkan posisi daerah dalam mekanisme kerja sama multilateral. (Vietnam Law & Legal Forum, 2023).
Trinh Hai Son, Direktur Institut Geosains dan Sumber Daya Mineral Vietnam di bawah Kementerian Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, yang juga merupakan kepala Subkomite Khusus Geopark Global Vietnam, mengatakan selama ini subkomite berkoordinasi dengan para ahli untuk melakukan kunjungan peninjauan fakta ke geopark global di Vietnam dengan melakukan penilaian dan mengajukan orientasi pembangunan.
Sub Komite ini juga bekerja keras mengejawantahkan berbagai konsep tentang cara merawat dan melindungi geopark di forum internasional yang diselenggarakan oleh Geopark Global UNESCO dan Geopark Global Asia-Pasifik Network.
Mereka memanfaatkan momen-momen seperti Hari Bumi (22 April) dan Hari Lingkungan Hidup Sedunia (5 Juni) untuk menyegarkan dan mengembangkan isu-isu seputar geopark dan pariwisata yang dibahas intensif untuk memperkuat dukungan bagi daerah dalam meningkatkan kesadaran tentang pentingnya program dan kegiatan yang informatif dan edukatif merawat dan melindungi geopark.
Kurangi Keserakahan
Itulah sebabnya, menurut Hoang Xuan Don, kepala Badan Pengelola Geopark Global UNESCO Dataran Tinggi Karst Dong Van, mengatakan bahwa selama ini, Dong Van telah berhasil melaksanakan semua rekomendasi dari Tim Evaluasi Geopark Global UNESCO. Vietnam tiga kali mendapat pengakuan resmi UNESCO (2010, 2018, dan 2020).
Beranjak dari keberhasilannya ini, Ha Giang memprioritaskan investasi dalam pembangunan dan peningkatan sistem pasokan air di dataran tinggi tersebut, dan untuk distrik Dong Van.
Akan halnya Vi Tran Thuy, wakil kepala Badan Pengelola Geopark Global UNESCO Non Nuoc Cao Bang, mengatakan kepada VLLF, telah menyelesaikan draf kerangka untuk tampilan Pusat Informasi Geopark Global UNESCO Non Nuoc Cao Bang di kota Cao Bang dan mengirimkannya ke Badan Manajemen Proyek Investasi dan Konstruksi Cao Bang.
Sub komite tersebut lantas intens melakukan berbagai program, seperti melatih masyarakat lokaln dalam pengelolaan dan konservasi situs warisan di kawasan Geopark sesuai dengan kriteria UNESCO.
Lantas menyerahkan kepada Subkomite Ilmu Pengetahuan Alam di bawah Kementerian Sains dan Teknologi sejumlah proposal untuk mendukung daerah-daerah dalam pengembangan geopark. Dalam konteks Indonesia, hal semacam itu dapat dilakukan dengan melibatkan berbagai BUMN berkontribusi dan bersinergi merawat geopark. Antara lain dengan penguatan komitmen kemitraan melalui praktik tanggung jawab lingkungan dan budaya dalam program tanggung jawab sosial perusahaan.
Termasuk dalam melakukan kampanye merawat bumi dan mengurangi keserakahan atas sumberdaya alam. Sekaligus berpikir kreatif dalam menentukan pilihan-pilihan tepat dalam menentukan prioritas tepat dalam mempraktikan kesadaran dan tanggung jawab ekologi (environment), social, dan governance.. |
Sila baca juga : Akhlak terhadap Alam