Kelola Sendiri Terminal 3 Bandara Soekarno - Hatta

| dilihat 3401

KEMAMPUAN Indonesia membangun bandar udara berkelas internasional, tak perlu diragukan. Terminal 3 Bandar Udara (Bandara) Internasional Soekarno Hatta (Soekarta) adalah bukti yang nampak terlihat kasad mata.

Bandara internasional yang dirancang serta mulai dibangun di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan selesai di era Presiden Jokowi, itu merupakan bandara terbesar, terpanjang, dan termegah di Indonesia.

Bila terminal 1 dan 2 Bandara Internasional Soekarno Hatta yang dibangun era Presiden Soeharto hendak digambarkan sebagai potret pembangunan masa lalu, yang memadupadan infrastruktur modern dengan sentuhan  budaya lokal, terminal 3 merupakan infrastruktur treansportasi modern dengan pesona masa kini. Mampu mengimbangi Changi Internasional Airports – Singapura dan KLIA (Kuala Lumpur International Airport) dari aspek desain, walau masih belum setara dengan Dubai International Airport Concourse – Uni Emirates Arab.

Luas terminal 3 Bandara International Soekarno Hatta seluruhnya adalah 422.804 meter persegi, dengan bangunan terminal seluas 331.101 meter persegi, serta gedung parkir 85.878 meter persegi, dan bangunan penumpang VVIP seluas 6.124 meter persegi. Bila dibandingkan secara head to head dengan Terminal 3 Bandara International Changi, Singapura bandara di Cengkareng - Banten, itu lebih luas, tapi belum sebesar Terminal 4 Bandara Changi.

Dibandingkan dengan berbagai bandara internasional di dunia lainnya, Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta yang diresmikan pada 9 Agustus 2016, secara fisik patut dibanggakan. Demikian juga dengan konsep interior dan eksterior yang berusaha hadir sebagai galeri seni, patut dipujikan. Inilah terminal bandara internasional pertama di Indonesia yang mengadopsi pop art dan beberapa produk seni rupa, termasuk seni instalasi yang terkesan mewah. Tak terkecuali untuk memberikan petunjuk sederhana tentang tempat alat pemadam kebakaran handheald, dan sejenisnya.

Dengan sistem central island untuk tempat check in, khasnya untuk penerbangan internasional dan domestik Garuda Indonesia, terminal 3 relatif merupakan terminal bandara dengan sedikit ruang stress bagi penumpang, dan nyaman.

Terminal 3 juga dilengkapi dengan Baggage Handling System (BHS) sistem concorde level 5 yang bisa mendeteksi bahan peledak dan barang-barang terlarang, seperti narkoba, disertai dengan 500-600 CCTV (Control Camera Televisi) yang tersebar di seluruh area. Untuk penerbangan internasional, terminal 3 bandara ini juga sudah menggunakan sistem central island yang lebih nyaman.

Terminal 3 juga dilengkapi dengan fasilitas WiFi dengan kecepatan 50 MBPS,  yang masih rumit diakses, dan belum bekerja otomatis seperti di berbagai bandara internasional lainnya yang freecharge sepenuhnya. Modernitas terminal 3 ini juga terasa oleh berbagai fasilitas green building dan memungkinkan terminal ini masuk kategori Fully Intelligence Building Management System (IBMS) berupa teknologi otomatis gedung ramah lingkungan, dengan teknologi pencahayaan sesuai kondisi cuaca, serta sistem penyaringan air hujan menjadi air bersih.

Terminal yang sempat banjir dan mengalami listrik padam ini, nampaknya diperuntukkan sebagai salah satu icon legacy era Presiden Joko Widodo, dan sempat dihempang berita-berita miring seputar rencana akan dijual kepada pihak asing. Kendati yang sebenarnya, menurut Rhenald Kasali – Komisaris Utama Angkasa Pura II, adalah dikerjasamakan pengelolaannya dengan pihak asing. Sesuatu yang mencerminkan rasa kurang percaya diri dalam mengelola terminal transportasi udara ini.

Sekaligus mencerminkan, seolah-olah, bangsa ini hanya mampu membangun dan kurang piawai dalam mengelola apa yang dibangunnya. Mungkin termasuk pengelolaan skytrain yang menghubungkan terminal 1,2, dan 3.

Pelayanan kepada penumpang di terminal ini, juga jauh lebih baik dengan seluruh bandara internasional lainnya di Indonesia. Dan bisa menegaskan kembali, bahwa inilah pintu gerbang utama Indonesia dari jalur udara, meski belum akan menjadi ibukota udara Indonesia, capitale de l'air de l'Indonésie.

Tak Perlu Dikelola Asing

BAGI pengguna jasa penerbangan berusia muda dan sehat, terminal 3 (baik untuk keberangkatan maupun kedatangan) relatif tak bermasalah. Tetapi untuk penumpang lansia dan dalam kondisi kurang fit, dengan 28 gate – jarak terjauh dan menengah broading gate ke pesawat – akan menyulitkan. Termasuk untuk penumpang yang mengalami keterlambatan – akibat traffic jam di jalan tol menuju bandara yang belum akan teratasi entah sampai bila.

Beberapa golf car dan travellator yang tersedia, untuk mempercepat mobilitas penumpang ke boarding gate terjauh dan menengah (mulai dari gate 12 sampai gate 28) juga kurang memadai. Untuk terminal seluas itu, pihak pengelola (Angkasa Pura II) baru menyediakan sekitar 15 golfcar.

Kendati demikian petugas costumer service bersepatu-roda yang mobil dan ramah, sangat membantu. Layanan yang mereka berikan, tak kalah dengan layanan di berbagai bandara internasional lainnya.

Terminal 3 juga menerapkan prinsip ekuitas dan ekualitas layanan kepada seluruh penumpang, termasuk perokok, yang disediakan ruang khas secara tersembunyi seperti berbagai terminal bandara internasional lainnya. Selain itu, Terminal 3 juga dilengkapi dengan beragam resto yang menyajikan beragam kuliner berskala lokal dan global, termasuk beragam toko dan kedai kitsch dengan grab and go system.

Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta akan menjadi tantangan bagi Angkasa Pura II dan seluruh pengambil keputusan di negeri ini, khasnya pemerintah (via Kementerian Negara BUMN) untuk menunjukkan kemampuannya mengelola apa yang sudah mampu dibangun. Kelola saja sendiri.

Termasuk dalam menggali berbagai inisiatif dan memanifestasikan berbagai gagasan bisnis yang bisa lahir dari kondisi terminal yang modern ini. Termasuk dalam menyikapi arus pemikiran globalisasi dan glokalisasi.

Tentu, hal yang terpenting harus dijawab oleh pengelola bandara internasional ini adalah bagaimana meningkatkan mutu layanan kepada penumpang guna mendapatkan profit dan benefit yang berketerusan.

Berbagai kerjasama bisa dilakukan, baik secara internal (misalnya dengan Garuda Indonesia) sebagaimana yang dilakukan oleh berbagai pengelola bandara internasional di berbagai negara, tapi, tentu, dengan sikap bisnis yang jelas. Tak perlu bandara ini dikelola oleh asing, apalagi dijual kepada asing, meskipun melalui mekanisme initial public offering (IPO), walau terbuka kemungkinan melakukan kerjasama strategis.. | 

Editor : sem haesy | Sumber : berbagai sumber
 
Budaya
09 Des 23, 08:03 WIB | Dilihat : 711
Memaknai Maklumat Keadaban Akademi Jakarta
02 Nov 23, 21:22 WIB | Dilihat : 868
Salawat Asyghil Menguatkan Optimisme
12 Okt 23, 13:55 WIB | Dilihat : 819
Museum Harus Bikin Bangga Generasi Muda
Selanjutnya
Ekonomi & Bisnis
03 Apr 24, 04:18 WIB | Dilihat : 197
Pertamina Siap Layani Masyarakat Hadapi Lebaran 2024
12 Mar 24, 10:56 WIB | Dilihat : 373
Nilai Bitcoin Capai Rekor Tertinggi
02 Mar 24, 07:41 WIB | Dilihat : 220
Elnusa Bukukan Laba 2023 Sebesar Rp503 Miliar
Selanjutnya