Pangeran Tengku Muhammad Sunting Tengku Natasya

Padu Serasi Budaya Melayu dan Jawa pada Pernikahan Diraja Pahang

| dilihat 1119

Menyusul adiknya, Puteri Sultan Pahang Tengku Puteri Raja Tengku Puteri Afzan yang disunting FD Idzam FD Iskandar, awal September 2024 lalu, Pangeran Muhammad Tengku Arif Bendahara melangsungkan pernikahan dengan menyunting  Tengku Natasya Puteri Tengku Adnan.

Pangeran Muhammad, adalah putera Sultan Pahang, Sultan Abdullah Ri'ayatuddin Al-Mustafa Billah Shah (yang juga Yang di-Pertuan Agong Malaysia ke 16) dengan Tengku Ampuan Pahang Azizah Aminah Maimunah Iskandariah.

Pangeran Muhammad melakukan akid (akad nikah) langsung dengan wali - ayah pengantin puteri, Datuk Seri Utama Tengku Adnan Tengku Mansor di Istana Adul Azis - Kuantan, Kamis (24 Oktober 2024) malam. Mas kawin pernikahan tersebut adalah kitab suci Al Qur'an. Akad nikah tersebut disiarkan melalui video wall di alun-alun Kuantan dan Pekan, Pahang.

Tengku Adnan adalah bekas Menteri Wilayah Persekutuan dan Menteri Pelancongan, serta Sekretaris Jendral UMNO (United Malay Nations Organization) di bawah kepemimpinan Dato' Seri Muhammad Najib Tun Razak.

Tengku Natasya adalah buah cinta Tengku Adnan Tengku Mansor dengan Datin Seri Anggraini Sentiyaki, mantan artis film Indonesia yang terkenal dengan nama Enny Beatrice) dari Jawa. Pasangan ini menikah 13 Juni 1989. Tengku Natasya merupakan anak kedua dari enam bersaudara.

Perpaduan resam budaya dan istiadat Melayu dan Jawa terasa dalam rangkaian prosesi pernikahan pasangan pengantin ini. Mulai dari malam midodareni, istiadat khatam Al Qur'an, istiadat berbedak, berinai, dan istiadat bersanding selama beberapa hari dan berpuncak pada Ahad (27/10/24) yang melibatkan seluruh keluarga dan kerabat kesultanan.

Istiadat Bedak dan Inai

Selepas mengucapkan aqid dalam bahasa Melayu di hadapan Sahibus Samahah Mufti Negeri Pahang, Dato' Asmadi bin Mohamed Naim yang menghantar akad nikah itu dengan khutbah nikah, digelar istiadat berbedak. Yakni, penyampaian do'a restu keluarga kepada pasangan pengantin.

Sultan dan Ampuan Pahang, diikuti Tengku Mahkota Pahang Tengku Hassanal, kedua orang tua pengantin putri, dan sanak keluarga kesultanan dan keluarga pengantin puteri dengan menaburkan bedak beras tumbuk, racikan pandan, dan minyak wangi.

Istiadat berinai adalah momen bagi pengantin puteri dan putera secara bergantian beroleh do'a khas untuk kehalusan budi dan keelokan rupa keduanya. Dilakukan sebelum pengantin puteri berhias jemari dan lengan dengan bahan hena yang bersumber dari flora endemik Pahang. Antara lain, racikan pandan, minyak wangi, daun pacar, asam Jawa, dan garam.

Sultan dan Ampuan Pahang yang sangat dekat dengan rakyat dalam kehidupan sehari-hari nampak riang dan bersukacita. Pasangan Sultan dan Ampuan Pahang menggelar seluruh rangkaian pernikahan Puteri Afzan dan Tengku Muhammad dalam kesederhanaan untuk ukuran keluarga Sultan. Bahkan ketika pasangan ini memangku amanah sebagai Yang di-Pertuan Agong XVI dan Raja Permaisuri Agong Malaysia.

Upacara yang berlangsung di Istana Abdul Azis Kuantan yang sempat dikenal sebagai 'istana hinggap' karena Sultan dan keluarganya berkedudukan di Pekan, nampak penuh sukacita dan dihadiri terbatas oleh lingkungan keluarga dan kerabat.

Baik Puteri Afzan dan Tengku Muhammad melangkahi Tengku Mahkota yang masih lajang dan belum beroleh jodoh. Karenanya, seringkali dalam acara-acara interaksi dengan khalayak, Sultan Abdullah menggoda Tengku Mahkota Hassanal yang menuruni watak dan tabiat kakek dan ayah ibunya, karib dengan rakyat. Mereka mengamalkan prinsip 'Raja dan Rakyat berpisah tiada.'

Bertumpu Adab

Paduan budaya Melayu dan Jawa dalam adat pernikahan Kesultanan Pahang, agaknya baru terjadi. Bagi Tengku Adnan sendiri, sudah berlangsung kedua-kalinya. Ketika menikahkan putera sulungnya, resepsi pernikahan itu berlangsung penuh dengan adat Jawa, bahkan sampai ke pelaminan.

Adat resam budaya selalu terasa sangat kental dalam pernikahan di lingkungan kesultanan Melayu di Malaysia. Istiadat pernikahan kesultanan bahkan sangat terasa sebagai peristiwa budaya yang dalam seluruh rangkaian ritus tradisinya menampakkan norma dan nilai berbasis adab - akhlaq yang islami.

Tengku Ampuan Pahang Azizah Aminah Maimunah yang merupakan puteri kesultanan Johor (adik kandung Sultan Johor - kini Yang di-Pertuang Agong Malaysia XVII -- Sultan Ibrahim) -- yang ambil peduli dan sangat serius mengembangkan seni kria dan busana, sebagaimana keluarga Kesultanan Pahang dan Kesultanan Johorsangat merakyat dan sangat karib dengan rakyat.

Sultan dan Tengku Ampuan Pahang sering nampak membeli durian di tepi jalan, makan di kedai, dan setiap bulan ramadan, berbuka puasa bersama rakyat di alun-alun Kuantan.

Karenanya, dalam seluruh rakaian prosesi pernikahan diraja -- baik saat pernikahan Tengku Afzan maupun Tengku Muhammad -- rakyat Pahang berpeluang berinteraksi dengan pasangan pengantin anyar ini. Biasanya setelah seluruh prosesi pernikahan tersebut usai. Pasangan pengantin biasanya mendatangi alun-alun Kuantan, tempat rakyat -- khasnya kalangan pedagang mikro dan kecil -- menjual produk mereka. Khasnya kuih muih (kudapan) tradisional.

Ketika akad nikah berlangsung, pengantin dan keluarga pengantin perempuan mengenakan busana melayu warna gading. Sultan, Ampuan, Tengku Mahkota dan keluarga kesultanan pahang mengenakan busa melayu warna hijau. Pada istiadat berinai keluarga Sultan Pahang dan besannya mengenakan busa warna biru.  Senada dengan busana pengantin.

Sadariah dan Samping

Ihwal padu padan harmoni budaya Melayu dan Jawa dalam prosesi pernikahan diraja Pahang pada pernikahan Pangeran Tengku Muhammad dan Tengku Natasya, kian memperkaya hakikat hubungan budaya dua negara.

Sebagai negara multi etnis, Malaysia merawat baik keragaman budaya Melayu, China, India, Iban (dan Dayak lainnya), budaya orang Asli, Siam. Di dalam etnis Melayu terdapat anasir budaya Jawa, Bugis, Minangkabau, Banjar, Tapanuli, Sunda, Ceribonan (termasuk Banten), Betawi, Boyan, Madura, dan lainnya. Anasir budaya Jawa, sebagaimana tertampak di Johor, Selangor, dan beberapa negeri lain. Tanpa kecuali di Sarawak dan Sabah.

Ritual dan spiritualitas dalam tradisi kehidupan sehari-hari yang memadukan budaya Jawa dan Melayu terpelihara baik. Istiadat pernikahan sebagai jendela peristiwa budaya menjadi ajang presentasi dan eksibisi budaya tersebut.

Berbagai corak rituasl dan spiritual yang dibawa imigran dari Bawean, Madura, Ponorogo, Mataraman (khasnya Surakarta dan Yogyakarta), Sunda, Ceribonan (termasuk Banten), dan Betawi tertampil dalam seluruh rangkaian istiadat, sejak pra pernikahan.

Ki Lengser -- yang dalam peristiwa perkawinan Sunda telah menjadi komedian --, di Pahang, Selangor dan berbagai negeri dipertahankan sebagai sosok 'penasihat raja' yang berwibawa. Ia menghantar marapulai (calon pengantin lelaki) pembawa pedang pusaka kesultanan menjelang akad nikah dan ketika hendak naik pelaminan.

Sultan dan keluarganya yang laki-laki mengenakan pakaian teluk belanga - sadariah, lengkap dengan samping (kain). Pada istiadat persandingan, bila mengenakan jas tutup, samping dikenakan sebagai penanda ujung serong dari perut sampai di atas dengkul.

Pameo Klasik

Dari perspektif tata busana, dimensi kedalaman spiritual dan kaidah-kaidah religi sebagaimana diatur dalam agama Islam, menyatu dalam keseluruhan konsep busana yang padu padan sebagai ekspresi nilai dan norma yang jelma sebagai paduan artistika, estetika, dan etika. Mulai dari songkok (peci) dengan hiasan kerongsang, bros, dan kasut (sepatu).

Pun demikian halnya dengan busana pengantin perempuan yang menampilkan tak hanya pesona 'elok rupa cantik budi,' melainkan jauh dari itu juga menghadirkan keanggunan dan dimensi kedalaman insaniah seorang puan, ampuan, sebagai pesona perempuan yang tak sekadar anggun dan cantik.

Hal lain yang mengemuka dalam pernikahan atau perkawinan diraja, sebagaimana tertampak pada pernikahan Pangeran Tengku Muhammad dengan Tengku Natasya, adalah harmoni musikal yang menyertai. Mulai dari gamelan Melayu, Salawatan dengan sentuhan qasidah (antara lain barzanji) dan musik melayu dengan kompyang dan rebana. Kesakralan mengalir lewat sentuhan musikal.

Selebihnya adalah ekspresi sukacita dalam perhelatan dengan menghadirkan musik non tradisional dan menghadirkan penyanyi-penyanyi populer. Saat pernikahan Tengku Afzan, Datuk Seri Siti Nurhaliza (asal Kuala Lipis - Pahang) dan Sheila Majid menjadi penyanyi utama.

Alhasil, pernikahan diraja, terbagi dalam sesi sakral ditandai dengan titik berat pada religi dan spiritual, sesi suka cita berdimensi sosial pada istiadat persandingan. Kesakralan dan sukacita berdimensi sosial merupakan dua hal yang saling memberi makna pada pernikahan / perkawinan diraja.

Padu padan budaya Melayu dan Jawa mengingatkan kita pada dua pameo klasik, "tak kan Melayu hilang di dunia," dan "bila roboh kota Melaka, papan di Jawa hamba dirikan." | sharia

Editor : delanova | Sumber : berbagai sumber
 
Sainstek
25 Okt 24, 10:37 WIB | Dilihat : 661
Maung Garuda Limousine yang Membanggakan
01 Nov 23, 11:46 WIB | Dilihat : 2400
Pemanfaatan Teknologi Blockchain
30 Jun 23, 09:40 WIB | Dilihat : 2643
Menyemai Cerdas Digital di Tengah Tsunami Informasi
17 Apr 23, 18:24 WIB | Dilihat : 2878
Tokyo Tantang Beijing sebagai Pusat Data Asia
Selanjutnya
Polhukam
07 Feb 25, 18:49 WIB | Dilihat : 159
Putus Cinta Lebih Menyakitkan daripada Pemakzulan
07 Feb 25, 10:07 WIB | Dilihat : 168
Parlemen Makzulkan Wakil Presiden
01 Feb 25, 06:35 WIB | Dilihat : 133
Selidiki Kasus Tanjung Rhiu Secara Transparan
Selanjutnya