Identitas Budaya

Mengulik Siapa Dirimu

| dilihat 1629
 
AKARPADINEWS.COM | Asalmu dari mana? Pertanyaan sederhana itu seringkali muncul dan kita dengan ketika berkenalan dengan seseorang di berbagai tempat. Meskipun sederhana, pertanyaan ini justru merujuk lebih mendalam pada asal usul dan identitas kita, bahkan sama pentingnya dengan identitas agama. Jawabannya bisa dijelaskan lewat tempat lahir dan tinggal, atau dari mana suku orang tua kita berasal. 
 
Selanjutnya, begitu banyak orang yang mulai kebingungan dengan asal identitas dirinya, bila dihubungkan dengan kemampuan memahami kebudayaanya sendiri. Salah satunya disebabkan, perkawinan campuran orang tuanya, misal Sunda dan Bugis, atau Jawa dan Betawi, sedangkan anaknya lahir dan besar di Jakarta. Kebanyakan sang anak akan menjawab bila asal identitasnya adalah tempat dilahirkan dan tumbuh. 
 
Sayangnya anak tersebut tidak mampu secara mendalam memelajari budaya ke-dua orang tuanya sebab ia hidup di lingkungan yang berbeda, Ia sulit mengucapkan bahasa ke-dua orang tuanya dan untungnya bahasa Indonesia menjadi bahasa pemersatu untuk masyarakat multikultural ini. Persoalan unik lain yang muncul yaitu dengan anak yang kedua orang tuanya menikah berbeda bangsa, identitasnya menjadi lebih bias dan akhirnya merujuk pada kewarganegaraan dimana ia tumbuh dan besar. 
 
Identitas ini menjadi sangat penting karena kecenderungan manusia lebih merasa dekat secara kebudayaan dengan suku, atau kelompok yang sama. Misalnya ketika sesama orang Batak bertemu di Jakarta, akan muncul kembali perasaan senasib dan seperjuangan sebagai perantauan. Orang Sunda bertemu Sunda, kebanyakan akan langsung memakai bahasa Sunda. Orang Jawa akan saling secara guyub membantu temannya yang orang Jawa untuk bekerja bersama di kelompoknya. Jadi meskipun kita telah diikat oleh sebutan bangsa Indonesia, namun identitas kesukuan dan lokalitas ini menjadi penting dalam pengikat kekeluargaan dan ekonomi. Di sisi lain juga tidak terlalu baik bila mengangungkan primodialisme. 
 
 
Permasalahan yang muncul adalah ketika para generasi baru tidak mampu mengenal budaya orang tuanya atau budayanya sendiri akibat faktor gegar budaya asing. Di Jakarta, kebanyakan anak mudanya lebih menyukai musik dan gaya Korean data-style, Japanese data-style di banding musik Betawi, Sunda atau Jawa. 
 
Mereka lebih sering menyisipi kata-kata Bahasa Indonesia campur Bahasa Inggris dalam perbincangan di banding menggunakan bahasa daerahnya yang mereka sendiri tidak memahami.   Tergerusnya budaya lokal oleh generasi budaya urban ini cukup memprihatinkan. Budaya asing disambut dan budaya lokal semakin dipudarkan. Lalu kekhawatiran muncul ketika generasi masa depan ditanya tentang  asal  identitasnya, jawabannya mungkin hanya satu: saya anak Indonesia hasil multikultural dan globalisasi. |Ratu Selvi Agnesia
 
Editor : Nur Baety Rofiq
 
Seni & Hiburan
03 Des 23, 14:05 WIB | Dilihat : 521
Kolaborasi Pelukis Difabel dengan Mastro Lukis
29 Sep 23, 21:56 WIB | Dilihat : 1611
Iis Dahlia
09 Jun 23, 09:01 WIB | Dilihat : 1393
Karena Lawak Chia Sekejap, Goyang Hubungan Kejiranan
Selanjutnya
Energi & Tambang