Peluang Kebajikan di Balik Banjir Jakarta

| dilihat 1792

Bang Sem

BANJIR Jakarta musibah? Jawabnya pasti bukan. Sudah puluhan tahun banjir Jakarta terjadi dan penduduk ‘kelebu’ (tenggelam oleh banjir). Kampung Pulo, Kampung Melayu, Pesanggrahan – Bintaro, Kepa, Penjaringan, Muara Baru, dan sejumlah kelurahan lainnya sudah menjadi langganan derita.

Banjir seolah menjadi peristiwa tahunan yang berulang-ulang dan masyarakat (bahkan korban banjir) menikmatinya. Sejumlah petinggi (apalagi model Jokowi yang senang blusukan), menjadikan banjir sebagai ajang untuk menebar pesona dengan menabur simpati.

Banjir memang tak hanya menabur derita dan sebagian besar kita senang melakukannya. Banjir adalah peluang untuk berbuat kebajikan. Paling tidak, banjir Jakarta, mustinya menjadi peluang bagi seluruh Kepala Daerah di seluruh Jawa dan Sumatera untuk memacu percepatan pembangunan di daerahnya masing-masing. Antara lain dengan konsisten menjadikan desa di wilayahnya masing-masing menjadi pusat pertumbuhan.

Banjir Jakarta juga merupakan peluang bagi seluruh petinggi negeri di tingkat pusat untuk melakukan hal yang sama: fastabiqul khairaat. Berlomba-lomba dalam kebajikan. Bukan sekadar mengunjungi korban banjir dan memberikan bantuan sosial instan. Melainkan mempercepat realisasi prioritas program pembangunan, khasnya program MP3EI di koridor Jawa dan Sumatera.

Ya. Banjir dan kemacetan Jakarta merupakan peluang untuk mempercepat penyelesaian rencana tata ruang wilayah Jawa dan Sumatera, dan rencana program aksi perwujudannya.  Dari aspek penguraian masalah, problem debottlenecking, seluruh komponen dan eksponen negara (khususnya Kejaksaan, Kepolisian, KPK, DPR, BPD, BPK, Kementerian Perencanaan – Bappenas, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Keuangan, Pemprov DKI, DPRD DKI) duduk bareng dan membahas dari segala sisi prioritas program utama: Menyelamatkan Jakarta.

Setarikan nafas, libatkan juga Partai Politik untuk ikut merumuskan policy design penyelamatan Jakarta. Karena, keselamatan Jakarta, dalam banyak hal merupakan investasi politik juga buat mereka.

Tentu untuk membahas berbagai program aksi. Menyusun langkah-langkah. Mulai dari penetapan kawasan pegunungan dan perbukitan di Kabupaten Bogor sebagai kawasan konservasi, sehingga menjadi buffer-zone bagi Jakarta. Lantas, percepatan pembangunan waduk, sodetan, setu, dan embung di wilayah Jabedetabog (Jakarta, Bekasi, Depok, Tangerang, Bogor). Kemudian, relokasi permukiman penduduk di daerah banjir terparah secara proporsional dan fungsional. Setelah itu, penerapan regulasi keras dan tegas terhadap pelaksanaan fungsi ruang sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.

Dalam mengeksekusi seluruh rencana aksi itu, buang jauh-jauh prinsip ‘alon-alon waton kelakon.’ Perlu gabungan pendekatan gaya ‘Ali Sadikin,’ ‘Ahok’ dan ‘Dahlan Iskan,’ dan ‘Jonan.’  Cepat, tegas, lugas, dan efektif (jauh dari kesibukan berwacana). Bersamaan dengan itu, para tokoh yang lain, yang senang berwacana silakan merumuskan berbagai aspek yang terkait dengan koordinasi, sinergi, dan maintenance platform plan untuk mengawal perubahan secara berkelanjutan.

Para aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM) juga menyiapkan aksi advokasi terhadap masyarakat yang menjadi korban aksi (untuk diselamatkan dan disejahterakan). Terutama untuk menjamin hak-hak dasar mereka, termasuk hak-hak sipil sebagai warga negara.

Untuk itu semua, buang jauh-jauh semangat politisasi Banjir Jakarta. Kita tak perlukan hal itu. Karena yang kita perlukan kini adalah bagaimana Jakarta selamat dari penderitaan berulang. Para tukang ngomel, silakan ngomel sepuas hati sesuai dengan hak bicara dan hak berpendapat. Media, silakan ambil peran. Tidak hanya untuk mengutip ocehan-ocehan, melainkan juga untuk menebar informasi dan proses transformasi, agar semua pihak, terutama rakyat, mafhum mengapa seluruh aksi itu harus dilakukan.

Silakan Bappenas memfasilitasi dialog scenario planning untuk menghasilkan aksi konkret semua itu.. |

Editor : Web Administrator
 
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 238
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 461
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 452
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 422
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya
Sainstek
01 Nov 23, 11:46 WIB | Dilihat : 940
Pemanfaatan Teknologi Blockchain
30 Jun 23, 09:40 WIB | Dilihat : 1169
Menyemai Cerdas Digital di Tengah Tsunami Informasi
17 Apr 23, 18:24 WIB | Dilihat : 1430
Tokyo Tantang Beijing sebagai Pusat Data Asia
12 Jan 23, 10:02 WIB | Dilihat : 1578
Komet Baru Muncul Pertama Kali 12 Januari 2023
Selanjutnya