Pertikaian

| dilihat 416

Bang Sèm

Mulanya adalah tikai yang bermakna selisih atau beda. Sangat personal. Lalu menjadi pertikaian karena melibatkan banyak pihak yang berdimensi sosial. Bahkan kemudian melembaga dan menjadi pertikaian antar lembaga.

Potensi dan peluang bertikai ada di mana-mana. Pangkal pertikaian juga beragam. Mulai dari hal ihwal yang sederhana dan berkembang menjadi kompleks dan ruwet, sampai hal-hal yang sangat substantif, terkait dengan hukum, regulasi, order dan lain-lain.

Esensinya adalah cara berfikir, bersikap, dan bertindak manusia (termasuk sikap ambisius) di tengah kehidupan personal, komunal, dan sosial. Termasuk perbedaan orientasi nilai hidup dengan segala hasrat dan kepentingan yang menyertainya.

Pintu masuk pertikaian adalah ketidak-mauan dan ketidak-mampuan mengendalikan keseimbangan akal budi (nalar, nurani, dan rasa) dalam menafsir kebenaran yang diyakini. Tikai adalah manusiawi, tapi pertikaian yang tidak tersadari dan terbiarkan, merusak tatanan kehidupan sosial.

Itulah sebabnya tata kehidupan masyarakat, apalagi komunitas profesional yang menjunjung tinggi integralitas, soliditas, solidaritas, berbasis kolaborasi selalu memerlukan order, regulasi, dan hukum. Tanpa kecuali, pedoman etik dan perilaku (code of ethic dan code of conduct) yang disepakati dan mesti dipatuhi bersama.

Untuk menegakkan pedoman etik dan perilaku tersebut, berbagai organisasi profesi di dunia, merumuskan  cara mencegah dan menyelesaikan pertikaian, antara lain dengan memberi sanksi atas setiap pelanggaran yang terjadi. Karena itu juga dibentuk suatu institusi khas, seperti Dewan Etik yang melakukan pengawasan atas pelaksanaan pedoman etik dan perilaku. Termasuk kewenangan dan tata cara dalam memberikan sanksi (punishment) bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran, memberikan penghargaan (reward) bagi siapa saja yang patuh.

Budi

Tikai adalah niscaya dan alamiah. Karena manusia memang diciptakan berbeda. Dalam konteks itulah tata kelola pertikaian menjadi penting. Itulah yang sering disebut sebagai manajemen konflik. Terutama, karena ada pertikaian yang terjadi hanya karena kekeliruan dalam menafsir pedoman etik dan perilaku, ada juga pertikaian yang direncanakan, bahkan terorganisasikan.

Dalam kehidupan yang sudah sangat teralgoritmakan, pertikaian sangat mudah menjalar. Apalagi di dalam suatu masyarakat -- komunitas atau organisasi -- yang rentan dengan singularitas, disertai ketidak-mampuan menggunakan media sosial yang sangat terbuka.

Untuk menghindari atau mencegah terjadinya suatu pertikaian -- yang pasti lebih besar mudharatnya katimbang maslahatnya -- diperlukan kesadaran, kesungguhan, keberanian, kecerdasan, dan kearifan dalam mengelola diri. Dimulai dengan kematangan mengenal diri, yang dalam istilah lokal dikenal dengan istilah mawas diri dan legawa.

Itulah budi. Esensi dasar nilai hidup setiap orang yang mempunyai nilai sosial sangat tinggi. Dalam budaya Minang, dikenal pepatah, "Anggang nan datang dari lauik, tabang sarato jo mangkuto, dek baik budi nan manyam buik, pumpun kuku patah pauahnyo." Seseorang yang berbudi dan berperilaku baik, akan diterima dengan baik. Bahkan, musuh pun tak kan garang.

Dalam konteks organisasi, penegakkan peraturan asasi organisasi, serta pedoman etik dan perilaku merupakan suatu hal yang prioritas. Tindakan code enforcement dan law enforcement yang dilakukan dengan teliti dan tartil, sesuai dengan tata cara yang cerdas, tangkas, dan arif akan berbuah kebajikan dan kemaslahatan bersama. Akhirnya akan memberi nilai terbaik atas muru'ah - marwah - marawa dan harakah organisasi.

Prinsip asasinya adalah pola dan strategi komunikasi. Bil hikmah wal mauidzah hasanah : dengan kearifan dan komunikasi yang baik. Anjalai pamaga koto, tumbuah sarumpun jo ligundi, kalau pandai bakato kato, umpamo santan jo tangguli. Komunikasi atau informasi (sekalipun dalam bentuk sanksi) yang disampaikan dengan cara yang baik, akan enak diterima oleh mereka yang diberikan sanksi. Apalagi, semangat memberikan sanksi bukanlah sekadar menghukum, melainkan mendidik.

Konteksnya adalah mengingatkan yang khilaf, yang dalam budaya Bugis, dikenal melalui nasihat : Malilu sipakainge rebba sipatokkong sipedapiri ri peria nyameng tellu tessibaicukkeng tessi acinnai ulaweng tasa pattola malampe waramparang maega iya teya ripakainge iya riadduaia. Yang khilaf diingatkan, yang rebah ditupang, saling menyampaikan (substansi masalah) dan (tiga pencapaian solusi: memperbaiki komunikasi, musyawarah dan mufakat), tidak ada yang dikecilkan, tidak saling merebut harkat, serta saling mengakui komitmen (rasa memiliki).

Cara Terbaik

Pengabaian atas peraturan organisasi, serta pedoman etik dan perilaku akan merendahkan martabat dan bahkan mendegradasi nilai kualitas organisasi. Karenanya, komitmen asasi berorganisasi adalah mematuhi seluruh peraturan dan pedoman etik - perilaku secara konsisten dan konsekuen.

Jangan mencari-cari celah muslihat untuk mensiasati suatu peraturan. Jangan pula bersikap, "saya paham, tapi saya tak mau mengerti" segala yang tersurat dan tersirat dari peraturan dan pedoman etik - perilaku.

Dalam hal menyelesaikan suatu pertikaian yang bermula dari asumsi terkait pelanggaran peraturan dan pedoman etik - perilaku organisasi, hal penting juga yang harus dilakukan adalah menghindari presumsi negatif atas masalah.

Semua pihak mesti mengambil jarak atas masalah, sehingga akan menemukan cara (way of problem solve) terbaik. Lantas mendahulukan kebersamaan dalam kesetaraan, seperti nasihat para tetua Batak, "Mangangkat rap tuginjang, manimbung rap tu toru."  (Melompat bersama ke atas, terjun bersama ke bawah). Mesti dicapai kondisi, "Ingkon sada do songon dai ni aek, unang mardua songon dai ni tuak." (Mufakat seia sekata, bukan berdebat meruncingkan pendapat yang berbeda).

Pencapaian kesefahaman dalam mencegah dan mengatasi pertikaian berpangkal budi, akan menempatkan setiap pihak sebagai kontributor kebajikan, dan akan meninggalkan legasi kebajikan yang abadi. Seperti nasihat para orang tua Bugis : Ininnawa mitu denre sisappa, sipudoko, sirampe teppaja. Hanya budi baik yang akan saling mencari dan menjaga, dan (meninggalkan kebajikan) dalam kenangan tanpa akhir. |

Editor : delanova
 
Humaniora
02 Apr 24, 22:26 WIB | Dilihat : 523
Iktikaf
31 Mar 24, 20:45 WIB | Dilihat : 1045
Peluang Memperoleh Kemaafan dan Ampunan Allah
24 Mar 24, 15:58 WIB | Dilihat : 264
Isyarat Bencana Alam
16 Mar 24, 01:40 WIB | Dilihat : 737
Momentum Cinta
Selanjutnya
Sainstek
01 Nov 23, 11:46 WIB | Dilihat : 938
Pemanfaatan Teknologi Blockchain
30 Jun 23, 09:40 WIB | Dilihat : 1168
Menyemai Cerdas Digital di Tengah Tsunami Informasi
17 Apr 23, 18:24 WIB | Dilihat : 1429
Tokyo Tantang Beijing sebagai Pusat Data Asia
12 Jan 23, 10:02 WIB | Dilihat : 1577
Komet Baru Muncul Pertama Kali 12 Januari 2023
Selanjutnya