Catatan Obituaria Bang Sém
Sudah sembilan hari, Marissa Grace Haque (61) wafat (Rabu, 2/10/24). Perempuan pembelajar yang cerdas, cantik rupa elok budi, istri Ikang Fawzi dan ibu dari Chiki Fawzi dan Bella Fawzi ini, bagi saya, merupakan sosok istimewa yang menjadi banyak panutan perempuan cerdas lain, yang mengawali karirnya di dunia seni.
Karena berbagai agenda yang padat dan pergerakan dari satu kota ke kota lain, baru hari ini, saya sempat merampungkan catatan pribadi ini. Adalah Mika Lupita, pengusaha travel umrah dan haji di Tangerang Selatan, yang mengingatkan saya.
Sudah sangat lama saya tidak berkomunikasi dengan Allahyarhamah Marissa (Icha), boleh jadi lebih sepuluh tahun. Mika bercerita, kala jumpa Icha masih sempat bertanya kabar saya.
Ahad (22/9/24) saat menjadi pembicara pada Seminar Nasional Prospek Industri Halal berkaitan dengan peresmian Halal Centre Syarikat Islam di Yogyakarta, seorang pembicara lain, menayangkan foto dirinya, istrinya, Icha dan Ikang dalam materi presentasinya.
Pembicara dari Univesitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga itu menayangkan potret Icha dan Ikang sebagai model keluarga muslim yang membina kehidupan keluarga saqinah, mawaddah, bertabur rahmah.
Format keluarga semacam ini, menjadi persemaian terbaik dalam konteks menggerakkan kesadaran hidup yang akan berdampak baik bagi pengembangan produk industri halal.
Purnama di Atas Madinah
Saya sepakat dengan pandangan pensyarah tersebut dan dalam konteks keluarga Icha dan Ikang sebagai model, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, menguatkan dimensi kehalalan dengan thayyib dan hasanah. Maknanya, norma berkehidupan berbasis aqidah, syari'ah, muamalah dan ahlaq menjadi suatu kesatuan tak terpisah.
Saya mengenal Icha sejak ia masih belia. Kami sering berbincang di teras rumahnya di kawasan Lapangan Rose - Tebet, Jakarta Selatan. Terakhir, saya jumpa Icha ketika sama mengisi programa Indigopreneur Training bagi pengusaha mikro, kecil dan menengah di Cianjur dan di Gedung Telkom Bandung.
Pelatihan ini diselenggarakan sebagai aksi PKBL (Program Kemitraan dan Bina Lingkungan) BUMN di berbagai kota. Telkom, kala itu memusatkan aksinya dalam bentuk comdev (community development).
Pada kesempatan itulah saya banyak berbincang dengan Icha, selain tentang perjalanan karirnya, juga tentang ghirah dan gairahnya dalam studi. Saya masih ingat, kala itu kami berbincang ihwal bagaimana dia melakukan ikhtiar kuat memproduksi film Purnama di Atas Madinah.
Ia ingin masuk ke dalam nida' visual, setelah sebelumnya sukses dengan film televisi Salah Asoehan (Ami Priyono, 1993) - peraih Piala Vidia Festival Sinetron Indonesia 1994 - dan Masih Ada Kapal ke Padang (MT Risyaf, 1994). Kedua sinetron tersebut tayang di stasiun televisi SCTV. Ketika itu saya masih mengemban amanah sebagai general manager operasi Televisi Pendidikan Indonesia (TPI).
Saya kenal Icha tahun 1980-an, ketika penayangan khas film Kembang Semusim (M.T Risyaf) yang dibintanginya bersama Mieke Wijaya. Komunikasi kami terus berlanjut. Ia suka dengan ulasan-ulasan kritis saya atas berbagai film yang dibintanginya.
Matahari-Matahari
Tahun berikutnya, Icha terlibat dalam film Bawalah Aku Pergi arahan MT Risyaf dengan skenario Asrul Sani. Lawan mainnya, Roy Marten. Pendalaman dan penguasaan watak Icha sebagai pemeran kian meningkat, kala membintangi Asmara di Balik Pintu (1984), garapan sutradara Ida Farida. Di film ini, lawan mainnya Rano Karno yang berperan sebagai Andika.
Pencapapaiannya meningkat, ketika ia berperan dalam Tinggal Landas untuk Kekasih (arahan sutradara Sophan Sophiaan), pada tahun yang sama. Film drama tentang pilot ini menarik dengan pola konflik domestik yang memberikan resonansi rasa langsung dengan penonton. Dramatika dan dramaturgi dalam film ini sangat padat.
Di film ini, Icha beroleh berkah. Ia meraih Piala Citra (untuk kategori pemeran pendukung terbaik, sebagai Lia) pada Festival Film Indonesia 1985 untuk film ini. Di film ini juga Icha bertemu jodohnya dengan Ikang Fawzi (pemeran Dedy), yang dikenal sebagai rocker. Untuk memperkaya atmosfer ulasan saya, beberapa kali saya 'nongkrong' di lokasi shooting, antara lain di kawasan lama perumahan kopel Blok M.
Saya memberi perhatian khas pada beberapa film yang dibintangi Icha, antara lain Sebening Kaca (Irwinsyah). Ia bermain bersama Ray Sahetapy. Tapi di film ini saya lebih berat mencermati Irwinsyah. Lalu, Melintas Badai, karena Sophhan Sophiaan mulai mengangkat tema sosial dengan persepsi politik yang segar, kala itu. Latar budaya dan adat istiadat Minang melatari film ini.
Film berikutnya yang menjadi perhatian saya adalah Matahari-Matahari dengan latar sosial kaum amah. Kisah Kokom (Rima Melati) penyanyi dangdut dari desa yang sukses di Jakarta. Ini film getir. Icha memainkan peran sebagai Iyom, perempuan bisu, yang bersama suaminya, Warga (Wawan Wanisar) menjadi obyek eksploitasi Sarkim (WD Mochtar) boss pengemis. Di film garapan Arifin C. Noer, ini akting Icha kian terlihat kuat. Khasnya pada adegan pondokan yang terbakar. Plus dramatika yang menggocoh nalar, naluri, dan rasa. Lewat film ini, saya masuk nominee kritik film FFI 1986.
Icha terus merambah karirnya sebagai aktris berkualitas dan cerdas lewat Biarkan Bulan Itu (Arifin C. Noer), Dia Bukan Bayiku (Hasmanan) yang diperankannya bersama Rano Karno dan ceritanya bersentuhan dengan dunia akademis. Di sini, Icha melakukan obervasi akting yang menarik, mondar mandir ke klinik bersalin di dekat rumahnya.
Madrasat al Ula'
Ketika Icha dengan Ikang menikah (3 Juli 1986) dan kawan-kawan, saya hadir. Pernikahan itu menjadi simpul menarik perkembangan pasangan ini yang sama memandang penting pendidikan. Icha memilih jalan akademis sebagai life track mencapai kemuliaannya.
Tak cukup menjadi Sarjana Hukum (hukum perdata) dari Universitas Trisakti. Icha melanjutkan studi magister ilmu linguistik terapan Bahasa Inggris Universitas Katolik Atmajaya. Lantas magister hukum bisnis di Universitas Gadjah Mada. Di kampus ini juga Icha menyelesaikan studi magister Ekonomika dan Bisnis, dan Pasca Sarjana Kajian Timur Tengah dan Islam konsentrasi Keuangan Syariah di Universitas Indonesia. Lalu memungkasnya dengan menyelesaikan program Doktor manajemen lingkungan di IPB (Institut Pertanian Bogor). Maka sempurnalah Icha menyandang gelar akademik Dr., S.H. M. Hum., M.B.A., M.H., dan MSi.
Icha yang merambah dunia politik melalui PDI Perjuangan dan Partai Amanat Nasional, sempat menjadi legislator di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia dengan sikapnya yang lugas dan kritis. Bersama Zulkihlimansyah, Icha juga sempat bertandang dan bertanding dalam Pilkada untuk pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur Banten.
Di dunia akademik, dia mengabdikan dirinya sebagai pensyarah yang aktif di berbagai perguruan tinggi, berbasis di Indonesia Banking School. Sebagai pensyarah (dosen), Icha sangat serius. Ia mengikuti seluruh jalur pencapaian untuk memperoleh jabatan akademik tertinggi. Icha memperoleh jabatan akademic sebagai Assoc Professor (di Malaysia jabatan akademik ini di sebagai Professor Madya). Selangkah lagi, Allahyarhamah mencapai jabatan akademik tertinggi, Professor.
Gambaran pencapaian jabatan akademik tertinggi tersebut terlihat dari berbagai karya ilmiahnya. Baik dalam bentuk karya penelitian dan penulisan di berbagai jurnal internasional, juga dalam bentuk buku ilmiah. Icha yang sempat berprofesi sebagai paralegal, tersebut mempunyai daya juang sebagai madrasat al ula' (pendidik pertama dan utama).
Tentang ghirah dan gairah studinya, Icha pernah berulang menyampaikan dalam perbincangan dengan saya, kala berproses dalam Pilkada Banten. Ihwal focal concern-nya pada ekonomi syariiah dan model bisnis halal dengan 'penguasaan' atas maqasid syari'ah, thayyibah dan hasanah dibincangkannya sangat serius pada jeda pelatihan Indigoprenuer.
Allahyarhamah Assoc Prof., Dr. Marissa Grace Haque., SH., M.Hum., M.B.A., M.H., M.Si orang baik yang dalam pandangan saya, pada usia matangnya mencapai mur'ah sebagai hairun nisaa'. Ia pulang ke haribaan Allah, melintasi gerbang hunsul khatimah membawa hakikat hairun naas an faa'uhum lin naas yang terus melekat bersama ilmunya yang bermanfaat. . Tentu juga melalui amal jariah dan do'a anak-anaknya yang salehah. Ia menjadi sosok teladan bagi banyak insan yang mau bersyukur dan berdzikir. Dari jauh, saya berdo'a: allahummaghfirlaha warhamha wa'afihi wa'fuanha wa akrim nuzuulaha wa wasi' madhalaha.. Ia matahari dan matahati yang tak pernah redup bagi keluarganya.. InsyaAllah.. |