Tok Sengon
Keserakahan atau ketamakan merupakan hasrat atau kehendak yang kuat dan berlebihan untuk (dan dalam) mendapatkan dan menguasai sesuatu (khasnya harta dan kuasa).
Keserakahan bertumbuh dan berkembang subur di kalangan manusia yang berwatak buruk dan jahat, yang selalu cenderung mendahulukan kepentingannya.
Karenanya, keserakahan terbabit dengan tindakan licik, curang, kejam, dan tega merampas hak orang lain atas sesuatu. Sekaligus cenderung menolak keadilan dan kemanusiaan.
Pada manusia atau kaum yang serakah dan tamak, tak dikenal simpati, empati, apresiasi, respek, cinta, dan kemanusiaan. Karenanya, mereka termasuk ke dalam golongan kaum yang tak pernah puas atas apa yang sudah dimilikinya, jauh dari nilai, norma, dan etika.
Keserakahan dan atau ketamakan merupakan salah satu ciri dan sifat hewan yang berakal (hayawan an nathiq). Pada setiap kaum yang dikuasai oleh keserakahan dan ketamakan, selalu subur derita, lara, dan sansai.
Kaum yang serakah dan tamak akan senantiasa memilih sikap 'menghalalkan segala cara' dalam memenuhi hasrat - syahwat mereka. Muaranya adalah kehancuran dan penghancuran sumber daya di seluruh aspek kehidupan. Tanpa kecuali sumber daya alam.
Amar Ma'ruf Nahyi Munkar
Keserakahan dan ketamakan juga bersimpul mati dengan sikap dan tindakan pongah, semena-mena yang menimbulkan mudarat sangat besar dan luas terhadap banyak manusia lain. Tentu, keserakahan dan ketamakan bertalian dengan pikiran, sikap, dan tindakan inkar kepada Allah Maha Pencipta (manusia dan semesta). Jauh dari rasa syukur yang sesungguhnya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam firman-Nya mengingatkan, "Ketika Kami memberikan kemakmuran kepada manusia (karena kesombongan dan kelalaian), ia melupakan Kami dan ketika ditimpa kemalangan, ia berputus asa." (QS Al Isra, 83).
Keserakahan dan ketamakan menjauhkan manusia dari sikap welas asih (terhadap sesama manusia dan semesta), seraya mendekatkan siapa saja yang dikuasainya dengan petaka, baik di dunia dan di akhirat.
Sejarah peradaban manusia menunjukkan, keserakahan dan ketamakan telah menghancurkan masyarakat, kaum, negara, dan bangsa. Itulah sebabnya, melalui para rasul-Nya, Allah memandu umat manusia berbuat kebajikan, (teguh dan berani) melawan kemunkaran. Amar ma'ruf nahyi munkar.
Para nabi dan rasul, memberi contoh dan teladan, bagaimana menegakkan dan melakukan tindakan amar ma'ruf nahyi munkar. Tak hanya untuk menyelamatkan sesama insan, jauh dari itu adalah untuk menyelamatkan dan melindungi semesta.
Melindungi semesta adalah sesuatu yang niscaya dan wajib dilakukan setiap insan. Para nabi dan rasul memandu setiap manusia melakukannya dengan memadu-padan kecerdasan dan kearifan (nalar, naluri, nurani, dan rasa) dalam keutuhan berfikir, bersikap, dan bertindak.
Dalam konteks kekinian, umat manusia disadarkan oleh perubahan hubungan manusia dengan semesta, dan memberi isyarat. Antara lain dengan anomali iklim, pemanasan global, serta berbagai petaka dunia : bencana alam dan bencana sosial (termasuk petaka yang ditimbulkan oleh perang).
Membuat Kerusakan
Sejak 2015, selepas fase Millenium Development Goals (MDGs) berakhir, umat manusia melalui kesepakatan berabagi negara dan bangsa bersepakat dan berkomitmen (dalam Sidang Umum Perserikatan Bangsa Bangsa) merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan tindakan yang luas dengan program utama SDG's (Sustainable Development Global) - pembangunan global berkelanjutan.
17 tujuan SDG's dirumuskan dan menjadi pedoman. Tak hanya untuk meredakan penipisan sumber daya yang cepat. Jauh dari itu, juga untuk menghadapi keserakahan, ketamakan, dan juga pemborosan yang dilakukan berbagai kaum di berbagai negara.
Hakikat keberlanjutan yang tercermin dalam 17 tujuan SDG's tersebut, secara luas didefinisikan sebagai upaya untuk memastikan bahwa kebutuhan generasi mendatang terpenuhi tanpa mengorbankan kebutuhan saat ini.
Ikhtiar mewujudkan gaya hidup lestari (berkelanjutan) yang mengisyaratkan secara sistemik melawan keserakahan dan ketamakan yang menghancurkan, tersebut pada intinya berorientasi pada pencapaian hidup sejahtera dan terbebas dari malapetaka, baik di dunia maupun akhirat.
Dalam konteks itu disepakati standar moral yang berhubungan dengan pola konsumsi dan pelestarian yang sesungguhnya telah diatur dalam ajaran agama. Antara lain, isyarat kuat, bahwa dari masa ke masa, senantiasa ada kaum atau golongan manusia serakah dan tamak. Manusia yang sengaja abai dalam mengelola sumber daya alam. Tanpa kecuali dalam bentuk eksploitasi lingkungan yang berlebihan, pencemaran industrial, perusakan ekosistem, kecerobohan dan ketidak-adilan.
Dalam firman-Nya, Allah SWT dengan gamblang menyatakan, "Dan mereka berusaha di muka bumi untuk membuat kerusakan, dan Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan." (Q.S Al Maidah: 64). |