Menunggu Keputusan Final Blok Mahakam

| dilihat 2111

ANGIN laut lepas pantai Mahakam – Kalimantan Timur, masih seperti dulu. Hembusannya masih hangat. Kadang, angin yang datang dari arah Berau, membuat kita terkantuk. Tapi, sungguh, rakyat tidak sedang mengantuk. Menunggu kabar baik dari pemerintah ihwal pengelolaan ladang migas di bumi Indonesia, itu.

Delta Mahakam seperti halnya Berau, adalah daerah sangat kaya sumberdaya alam di Benua Etam alias Kalimantan Timur. Namun, kehidupan masyarakatnya, masih dibekap ironi kehidupan sosial: ‘miskin persisten di ladang migas.’

Delta Mahakam, sesungguhnya hanya seluas 5 ribu meter persegi dengan penduduk yang sangat sedikit. Tak lagi perawan, tentu. Kerusakan tersebar di mana-mana secara spasial. Terutama di daratan dan perairan. Maklum, dulu banyak sekali pencuri kayu melakukan illegal loging, dan akhirnya merusak hutan mangrove sepanjang daerah pesisir. Eksplorasi migas, juga memberi kontribusi terhadap kerusakan delta.

Meski begitu masih ada kawasan yang tetap terjaga di daerah Berau, sehingga menarik sebagai kawasan wisata. Derawan, Sangalaki, dan Maratua, serta pulau-pulau kecil masih terus terpelihara. Bahkan kini, menjadi tujuan wisata laut yang menarik. Terutama, karena populasi terumbu karang di sekitar pulau-pulau kecil di bagian timur laut lepas pantas Berau, memang masih rendah populasinya. Berbeda dengan pencemaran di lepas pantai muara Mahakam.

Delta Mahakam merupakan konfigurasi dari 46 pulau-pulau kecil yang membentuk lobate. Dari udara, kita menyaksikannya laksana kipas yang membentang, keluar dari pesisir Selat Makassar – Kalimantan Timur.

Delta ini dibentuk melalui deposisi padatan tersuspensi dari Sungai Mahakam, dalam waktu yang panjang. Suspensi padatan itu, terbentang sepanjang 770 km. Bumi yang tua, dengan fosil-fosil yang mengendam jutaan tahun, membuat wilayah ini menjadi kaya sumber daya migas, dan juga keanekaragaman hayati.

Menyeruak delta Mahakam, membuat kita menjumpai aneka ragam jenis tumbuhan yang membentuk hutan mangrove. Antara lain Nipa, Nibung, dan tetumbuhan Rizophora. Nipa begitu cepat bergerak, dan menutup lebih dari 60% delta.

Tanaman bakau mengalami proses deforestasi yang lumayan besar, mencapai 63 persen sampai tahun 2001. Akibatnya, produktivitas perairan terkena dampaknya. Secara sosial ekonomi, hal itu juga berdampak kepada masyarakat yang hidup di sana, yang kondisi sosial-ekonominya tak menentu. Ini yang kemudian disebut sebagai kondisi miskin persisten.

Di sana dan di lepas pantai delta Mahakam itulah terdapat Blok Mahakam. Kawasan kaya minyak dan gas bumi, yang semestinya memakmurkan masyarakat lokal. Kawasan yang disebut Blok Mahakam, itu oleh Presiden Soeharto, dikontrak-karyakan kepada Total E&P Indonesia, dan Jipex (sekarang: Inpex Corporation). Kontrak itu akan habis masa berlakunya pada 31 Maret 2017.

Itulah yang selama ini diperdebatkan banyak pihak untuk dan atas nama rakyat, padahal belum tentu sungguh merupakan representasi aspirasi rakyat Benua Etam. Kita sebut Benua Etam, sesuai dengan prinsip sosio – kultural, untuk menunjukkan dimensi kepemilikan atas bumi Kalimantan Timur, belum mewujud kongkret secara ekual dan ekuit.

Dulu, ketika pola fikir, sikap, dan tindakan sentralistik masih mendominansi kebijakan pemerintah, kekayaan Benua Etam, termasuk blok Mahakam, tak sepenuhnya dirasakan rakyat di sana.

***

KETIKA Kementerian ESDM (Energi Sumberdaya Mineral) mengibarkan sesanti, “ESDM utuk Kesejahteraan Rakyat,” tersembul harapan baru bagi rakyat Benua Etam. Paling tidak, Blok Mahakam akan memberi manfaat langsung terhadap rakyat. Manfaat yang sesuai prinsip kehidupan: “Dodong – Nyaman, Hidup – Mati etam berbagi.”

Almarhum Bang Thamrin, aktivis DPD Angkatan 45 Kalimantan Timur, beberapa tahun lalu mengingatkan: “Kelak akan terjadi kegaduhan publik, menjelang kontrak blok Mahakam berakhir.” Lelaki Kutai, itu mengucapkannya, jelang memandu talkshow di TVRI --beberapa menit sebelum wafat saat siaran live -- yang membahas topik: ‘Kemiskinan persisten di negeri kaya sumberdaya alam.’  Pada talkshow itu, Richard Clapprot, C. Manullang, dan Faisal Basri, dan saya menjadi nara sumber.

Isyarat almarhum, kini menjadi kenyataan. Blok Mahakam, itu menjadi topik hangat perdebatan sejumlah kalangan yang saling berseteru. Celakanya, persoalan kontrak itu, bergerak ke ranah politik. Dan, tak satupun yang bergaduh, itu telah membuktikan kontribusi nyata bagi kemakmuran rakyat Benua Etam.

Kini, pemerintah melalui Menteri ESDM, harus mengambil keputusan cermat, cepat, dan tepat. Supaya, kelak, siapapun yang ditetapkan sebagai pengelola operasi Blok Mahakam pasca 2017, bisa segera bekerja.

Sebelum mengambil keputusan final, pemerintah wajib menimbang besaran nilai manfaat dan mudharat keputusan yang bakal diambilnya. Kembali fokus kepada inti dasar kontrak pengoperasian Blok Mahakam. Fokus pada aspek ekonomi dan sosial, dan tak perlu ikut-ikutan bergaduh dalam polemik ‘mencari ketiak ular.’ Pemerintah perlu segera mengambil keputusan final.

Pemerintah pun perlu fokus pada berbagai aspek operasional bisnis pengelolaan blok migas itu. Setarikan nafas, harus menimbang sejak awal, besaran kontribusi pengoperasian blok Mahakam terhadap APBN dan APBD secara menyeluruh. Termasuk pajak dan belanja pengembangan masyarakat. Dari sudut pandang ini, akan ditemukan skema operasionalisasi blok itu dari sisi bisnis. Titik beratnya adalah prinsip kerjasama yang adil dan setara.

Pengoperasian Blok Mahakam ke depan, patut diberikan kepada perusahaan yang mampu menemukan minyak dan cadangan gas yang tersisa. Tentu, dengan hitungan deposit secara akurat. Perusahaan yang paling berkomitmen terhadap keselamatan manusia dan lingkungan. Pertamina adalah BUMN yang paling tepat untuk itu. Apalagi, selama ini pemerintah terus menggembar-gembor, wilayah kerja Pertamina meliputi seluruh Indonesia.

Ingat baik-baik, kasus lumpur panas Lapindo – Sidoardjo. Juga kasus-kasus lain yang terjadi di dunia, seperti ledakan sumur minyak, yang merusak lingkungan laut Mexico.

Blok Mahakam, semestinya dioperasikan perusahaan yang ahli dan teruji mengoperasikan blok migas secara terintegrasi. Termasuk dalam merintis dan mengembangkan teknologi paling aman, efektif, dan efisien. Ini penting, karena ke depan, pertumbuhan jangka panjang minyak dan produksi gas kian terbatas. Tak sebanding dengan perkembangan konsumsi, sejalan dengan perkembangan demografi.

Segera ambil keputusan final yang juga membawa dampak positif bagi manifestasi pembangunan pro rakyat. Mendorong pertumbuhan ekonomi, menanggulangi kemiskinan, memperluas lapangan kerja dan usaha, dan lingkungan hidup untuk pembangunan berkelanjutan. Rakyat Benua Etam menunggu kepastian Blok Mahakam.|

Bang Sem (dari berbagai sumber)

 

 

Editor : N Syamsudin Haesy
 
Sainstek
01 Nov 23, 11:46 WIB | Dilihat : 823
Pemanfaatan Teknologi Blockchain
30 Jun 23, 09:40 WIB | Dilihat : 1089
Menyemai Cerdas Digital di Tengah Tsunami Informasi
17 Apr 23, 18:24 WIB | Dilihat : 1342
Tokyo Tantang Beijing sebagai Pusat Data Asia
12 Jan 23, 10:02 WIB | Dilihat : 1483
Komet Baru Muncul Pertama Kali 12 Januari 2023
Selanjutnya
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1096
Rumput Tetangga
Selanjutnya