Hilmar Farid dalam Kuliah Kenangan STA - Akademi Jakarta

Penting Meneruskan Dekolonisasi Pengetahuan

| dilihat 892

JAKARTA |  Meneruskan dekolonisasi pengetahuan penting. Bukan hanya untuk mengangkat pengetahuan vernakular yang dipinggirkan, tapi juga merombak cara pandang kita terhadap pengetahuan itu sendiri.

Hilmar Farid, aktivis dan cendekiawan ilmu budaya -- yang sedang mengemban amanah sebagai Direktur Jendral Kebudayaan - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) Republik Indonesia --, mengemukakan hal tersebut saat menyampaikan "Kuliah Kenangan Sutan Takdir Alisjahbana (STA) Akademi Jakarta" di Lobi Teater Besar Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Senin, 26 Agustus 2024, lepas tengah hari.

Dalam kuliahnya yang dihadiri keluarga (anak cucu STA) seniman, budayawan, cendekiawan, dan mahasiswa tersebut, Hilmar Farid menegaskan, "Kita perlu menantang narasi global yang menempatkan pengetahuan dan peradaban modern Barat sebagai sumber kebenaran dan menempatkan pengetahuan vernakular dalam posisi setara, agar dapat berkembang dan berkontribusi dalam skala global."

Jembatan antara pengetahuan vernakular dengan sains dan teknologi modern perlu diperkuat, sehingga keduanya dapat memperkaya dan berkontribusi untuk pembangunan yang berdaulat dan berkelanjutan.

Dikemukakannya, anjuran STA untuk menerjemahkan sebanyak mungkin buku ilmu pengetahuan ke dalam bahasa Indonesia, dalam konteks ini, menjadi langkah strategis yang sangat penting.

Hilmar Farid yang sejak SMA sudah menerjemahkan buku dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia, itu lantas menegaskan, "Dekolonisasi pengetahuan antara lain dilakukan dengan penguatan bahasa nasional, sehingga mampu berdiri setara dengan bahasa dunia lainnya, sebagai landasan pertukaran pengetahuan yang berkelanjutan."

Ironis

Hilmar Farid yang juga sejarawan, ini mengemukakan pula, jika melihat sejarah kolonialisme pengetahuan, tentu timbul pertanyaan: apakah saat ini masih ada pengetahuan vernakular yang hidup dalam masyarakat kita?

"Apakah modernisasi selama beberapa dekader ini tidak mengikis habis apapun yang tersisa dari pengetahuan itu?" tanyanya.

Ia mengungkapkan, dari perjalanan keliling ke banyak tempat di negeri ini, pengetahuan vernakular yang menjadi bekal untuk mengolah keanekaraaman biokultural kita justru ditemukan di daerah yang tergolong 3 T (terdepan, terluar, terpinggir).

"Ironis, bahwa daerah yang justru memiliki bekal yang luar biasa untuk kehidupan mendatang, sekarang justru dianggap serba kekurangan, sehingga harus selalu ditunjang dari luar, agar bisa bertahan," ungkapnya.  

Ia mengemukakan pula, "Masyarakat yang sebenarnya masih mengenal dan mewariskan  pengetahuan mereka kepada generasi selanjutnya, sama halnya seperti di masa kolonial, dianggap serba kurang dan tertinggal."

Tantangannya, karena itu, menurutnya adalah merevitalisasi pengetahuan vernakular sebagai basis pembangunan berkelanjutan ini.

Lumbung Pengetahuan

Selanjutnya, doktor lulusan Fakultas Seni dan Ilmu Sosial - National University of Singapore, tersebut mengemukakan dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam upaya revitalisasi pengetahuan vernakular tersebut.

Pertama, tidak memperlakukan pengetahuan vernakular sebagai sesuatu yang statis dan berasal dari masa lalu. "Dalam proses revitalisasi kita perlu mempelajari perkembangan dari pengetahuan itu, termasuk hubungannya dengan berbagai pengetahuan dan ekspresi budaya yang lain," cetusnya. "Revitalisasi bukan berarti kembali kepada sesuatu yang 'asli' melainkan kembali mendorong inovasi dan persenyawaan pengetahuan lintas bidang dan komunitas."

Kedua, jelasnya, sains dan teknologi modern bisa berperan penting dalam proses revitalisasi jika dibebaskan dari monopoli pengetahuan yang dilakukan segelintir perusahaan global yang terkaya, sebagaimana pernah diungkapkan Roberto Mangabeira Unger dalam The Knowledge Economy.

Ia mengungkapkan, dalam konteks pelembagaan revitalisasi pengetahuan vernakular ini, sebenarnya sudah mendapat tempat khusus dalam UU No.5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan sebagai manifestasi pasal 28i ayat 3 konstitusi. Pengetahuan vernakular mendapat tempat khusus dalam undang-undang ini, khasnya terkait dengan sepuluh obyek pemajuan kebudayaan. Yaitu: tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat dan olah raga.

Pemikir dan Pejuang Kebudayaan

Di bagian awal kuliahnya, terkait dengan STA, pensyarah pascasiswazah di Institut Kesenian Jakarta (IKJ) tersebut mengemukakan, kita mengenal STA sebagai pemikir dan pejuang kebudayaan yang berperan penting dalam perjalanan intelektual di negeri ini.

"Perhatiannya sangat luas, mulai dari sastra dan bahasa, sains dan teknologi, filsafat dan sejarah. "Takdir terlibat dalam banyak perdebatan kunci yang ikut menentukan arah perjalanan bangsa ini, terutama Polemik Kebudayaan pada 1930-an mengenai arah kebudayaan nasional setelah Indonesia merdeka," urainya.

Dikemukakannya, STA dalam berbagai kesempatan menegaskan bahwa kritiknya terhadap kebudayaan di masa feodal dan kolonial  adalah pada sifatnya yang statis, yang membuat orang sulit berkembang.

Memungkas kuliahnya bertajuk,"Jalan Kebudayaan untuk Pembangunan Berkelanjutan," yang fokus pada pengetahuan vernakular, ia menegaskan pentingnya lumbung pengetahuan yang terintegrasi dengan teknologi digital, sehingga "Indonesia tidak hanya dikenal sebagai pusat keanekaragaman biokultural, tetapi juga sebagai pemimpin dalam industri wellness global yang berbasis pada kekayaan budaya dan alamnya." | delanova

Editor : delanova
 
Sainstek
19 Feb 25, 19:05 WIB | Dilihat : 833
Presiden Prabowo Lantik Brian Yuliarto Mendiktisaintek
25 Okt 24, 10:37 WIB | Dilihat : 971
Maung Garuda Limousine yang Membanggakan
01 Nov 23, 11:46 WIB | Dilihat : 2748
Pemanfaatan Teknologi Blockchain
30 Jun 23, 09:40 WIB | Dilihat : 2969
Menyemai Cerdas Digital di Tengah Tsunami Informasi
Selanjutnya
Polhukam
02 Mar 25, 21:38 WIB | Dilihat : 476
Diplomasi Buram di Ruang Oval Gedung Putih
13 Feb 25, 10:14 WIB | Dilihat : 778
Presiden Erdogan Sekali Merengkuh Dayung
Selanjutnya