Pengembangan Robot Penyelamat

Kecoa yang Menginspirasi

| dilihat 2810

AKARPADINEWS.COM | KECOA, serangga yang menjijikan punya 'kesaktian'. Tubuhnya yang terlihat ringkih, ternyata memiliki kekuatan luar biasa tatkala ditimpa beban yang beratnya 900 kali lipat dari tubuhnya. Serangga yang termasuk dalam orde blattodea itu dapat menahan beban seberat itu, tanpa luka sedikit pun. Kok bisa? Karena kecoa memiliki kelenturan tubuh sehingga dapat memipihkan diri.

'Kesaktian' kecoa itu yang menginspirasi peneliti robotika dari Universitas California, Berkeley, Amerika Serikat  untuk diadopsikan pada sebuah robot. Pada penelitian yang dilakukan Robert Full dan Kaushik Jayaram, sampel kecoa yang digunakan ialah periplaneta americana atau kecoa khas Amerika dengan ukuran normal, sekitar sembilan milimeter. Full dan Jayaram menggunakan empat jenis kontainer dengan varian lorong berukuran tinggi 12 milimeter, 9 milimeter, 6 milimeter, dan 4 milimeter.

Saat kecoa diletakan di kontainer berukuran 12 milimeter, kecoa tersebut bergerak dengan posisi tubuh normal. Ketika diletakan pada lorong berukuran 9 milimeter, seukuran dengan tubuh kecoa, pergerakannya tidak mengalami pemipihan seperti pada kontainer sebelumnya.

Lalu, kecoa dimasukkan ke dalam kontainer berukuran 6 milimeter, Full dan Jayaram, melihat tubuh kecoa sudah memipih dan pemipihan tubuh itu tidak mengganggu pergerakan kecoa. Dan, saat diletakan pada kontainer berukuran 4 milimeter, tubuh kecoa memipih rata dengan dasar kontainer, namun pergerakannya masih leluasa dan tidak terhambat dengan posisi tubuh yang amat gepeng.

Fakta itu mencengangkan Full dan Jayaram. Karena, cara kecoa bergerak tidak terganggu sama sekali, meski tubuhnya sudah hampir rata dengan dasar kontainer. Atas fakta yang mencengangkan itu, Jayaram mengatakan, hal itu merupakan fakta yang impresif karena tubuh kecoa dapat bergerak leluasa, bahkan berlari, dalam kontainer yang jauh lebih sempit dari tubuhnya.

“Kecoa itu meregangkan semua kakinya ke samping untuk dapat bergerak, bahkan berlari di tempat yang amat sempit. Serangga itu dapat dengan mudah memipihkan diri dengan sangat cepat. Sungguh mengesankan,” ungkap Jayaram.

Selain meneliti cara kecoa bergerak di lorong sempit, Full dan Jayaram meneliti cara kecoa menyelipkan disudut yang sempit. Kedua peneliti itu meletakkan kecoa di sebuah kontainer dengan pintu keluarnya hanya berukuran 3 milimeter.

Hasilnya, kecoa itu melakukan penetrasi ke celah sempit dengan menggerakkan antenanya untuk membaca seberapa besar celah yang bisa dilaluinya. Setelah itu, dengan menggunakan daya tarik dari sepasang kaki depannya dan daya dorong sepasang kaki belakangnya, kecoa menyelipkan diri dan dapat keluar dengan sangat cepat.

Atas temuan itu, Full dan Jayaram menyimpulkan, pada saat tubuh kecoa memipih, cara bergeraknya menggunakan duri-duri sensorik yang terdapat pada tribia kakinya. Dengan begitu, meski kaki tak dapat bergerak bebas, duri-duri itu dapat menyokong dan memberi tenaga kepada kecoa untuk berlari.

“Kecoa menggunakan bagian lain dari tubuhnya untuk bergerak tatkala kakinya tidak dapat bergerak dengan semestinya. Meski demikian, kecoa (dengan menggunakan duri-duri sensorik) masih mampu bergerak dengan tenaga yang sama ketika menggunakan kakinya secara normal,” ujar Jayaram.

Meski demikian, berdasarkan penelitian Full dan Jayaram, ditemukan fakta lain yakni kecoa kesulitan untuk menyelipkan diri bilamana melewati permukaan berpasir. Karena, permukaan tersebut menghambat daya dorong dari duri sensorik yang terdapat pada keenam kakinya.

Berbekal fakta itu, Full dan Jayaram membuat Compressible Robot with Articulated Mechanisms atau robot kompresibel dengan mekanisme yang diartikulasikan (CRAM). Robot mungil berukuran 75 milimeter tersebut dibuat dengan memiliki cangkang yang lentur dan kaki-kaki yang dapat terus bergerak meski pada keadaan paling sempit.

Prototipe robot kecoa ini mengadopsi segala kemampuan memipih kecoa. Meski demikian, prototipe tersebut masih memiliki kelemahan dalam menahan beban yang dapat diterimanya seperti kecoa asli. Robot ini hanya mampu menahan beban hanya 20 kali beratnya, melebihi dari itu rangkanya masih belum mampu untuk kembali ke posisi semula.

Dengan mengembangkan robot kecoa ini, Full berharap, dapat menjadi piranti utama kala melakukan penyelamatan bagi korban bencana alam, khususnya mereka yang terhimpit reruntuhan gedung saat gempa. “Saat terjadi gempa, tanggapan pertama ialah harus mengetahui mana reruntuhan yang stabil dan tidak. Sehingga, memunculkan tantangan kepada kebanyakan robot untuk dapat masuk ke dalam reruntuhan itu,” ujar Full.

Di situlah, menurut Full, CRAM memiliki potensi untuk dapat memetakan dan mencari di mana lokasi korban berada di bawah reruntuhan tanpa harus khawatir akan meruntuhkan reruntuhan sehingga menimpa korban. “Jika di sebuah reruntuhan terdapat banyak lubang dan celah kecil, bayangkan bila anda menyebar robot seperti ini (CRAM) untuk melakukan pemetaan reruntuhan yang stabil dan tidak, serta mencari lokasi korban yang tertimbun, lalu mencari jalan keluar untuk menyelamatkan mereka,” pungkasnya.

Namun, untuk mencapai kinerja yang diinginkan Full, robot kecoa ini kiranya masih membutuhkan beberapa penyempurnaan, khususnya pada kekuatan menahan bebannya. Penyempurnaan kemampuan menahan beban itu dibutuhkan bilamana ada reruntuhan yang jatuh tepat menimpa robot. Bila tak disempurnakan, penyelamatan korban yang tertimbun reruntuhan akan sia-sia saja.

Soal masih adanya kekurangan, Full menyadarinya, karena robot kecoa ini masih pada taraf prototipe. Namun, dia melihat adanya potensi besar pengembangan teknologi robot yang mengadopsi kelebihan-kelebihan hewan dalam beradaptasi dan bertahan hidup.

“Ini (prototipe robot kecoa) memberikan sebuah arah baru untuk pengembangan robot dengan mengadopsi rangka struktur tubuh hewan (khususnya serangga). Serangga merupakan hewan yang paling sukses di muka bumi ini, karena mereka ada di seluruh belahan dunia. Kita harus menjadikan mereka sebagai inspirasi untuk mengembangkan robot sehingga berkemampuan sama seperti aslinya,” pungkas Full.

Perkembangan teknologi ke arah penciptaan robot untuk membantu manusia memang tidak dapat dihindari. Karena, robot memang menjadi salah satu cara untuk membantu manusia mengerjakan hal-hal yang kiranya berpotensi bahaya bila dikerjakan langsung oleh manusia. Pengembangan teknologi robotika yang mengadopsi kelebihan hewan memang akan sangat membantu pekerjaan manusia.

Apalagi, beberapa teknologi yang sudah digunakan saat ini, seperti pesawat terbang dan helikopter, sejatinya sudah meniru anatomi hewan. Hal itu membuktikan bahwa manusia kerap menggunakan imaji hewan untuk menciptakan teknologi yang mampu membantunya melakukan segala sesuatu hal.

Namun, untuk menciptakan robot dengan kemampuan serupa dengan hewan kiranya membutuhkan penelitian mendalam secara biologis dan perilakunya. Dengan begitu, pergerakan robot yang mengadopsi kelebihan hewan dapat lebih maksimal. Oleh karena itu, pengembangan teknologi robotika yang mereplika hewan akan memakan waktu dan dana, pastinya tidak sedikit.

Bila CRAM dapat dikembangkan lebih lanjut, maka akan sangat membantu tim penyelamat bencana alam, khususnya bencana gempa. Kemampuannya untuk nyempil akan mengurangi lamanya waktu penyelamatan dan jumlah korban jiwa, baik pada korban gempa maupun tim penyelamat.

Muhammad Khairil

Editor : M. Yamin Panca Setia | Sumber : Wired/Inverse/Science Mag
 
Seni & Hiburan
03 Des 23, 14:05 WIB | Dilihat : 432
Kolaborasi Pelukis Difabel dengan Mastro Lukis
29 Sep 23, 21:56 WIB | Dilihat : 1503
Iis Dahlia
09 Jun 23, 09:01 WIB | Dilihat : 1322
Karena Lawak Chia Sekejap, Goyang Hubungan Kejiranan
Selanjutnya
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 168
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 339
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 365
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 334
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya