Berharap Kemandirian Antariksa Indonesia

| dilihat 2256

AKARPADINEWS.COM | SENIN, 28 September lalu, satelit hasil racikan perekayasa dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) yang bernama LAPAN A2, mengantariksa. Keberadaan satelit itu diharapkan nantinya memantau perubahan tata guna lahan, pertanian, cuaca, hingga kemaritiman.

Sayang, peluncuran satelit yang dirancang oleh perekayasa Indonesia berusia 30 hingga 40 tahun itu, dan dibantu ahli Jerman, menumpang roket milik India karena tidak adanya bandar antariksa di Indonesia. A2 yang berbobot 78 kilogram, menumpang TSLV-C30, roket India dan diterbangkan bersama muatan utamanya yaitu satelit astronomi Astrosat yang juga milik India. Peluncurannya pun dilakukan di Pusat Antariksa Satish Dhawan, Sriharikota, India. Sementara uji coba pelepasan Satelit A2 di Pusat Teknologi Satelit Lapan, Rancabungur, Bogor, Jawa Barat, awal September lalu.

A2 berada diorbit dekat ekuator dengan inklinasi enam derajat pada ketinggian 650 kilometer dari permukaan bumi. Dengan posisi orbit tersebut, LAPAN A2 akan mengintari wilayah Indonesia sebanyak 14 kali setiap hari dengan periode orbit 100 menit. Pergerakannya mencakup enam derajat Lintang Selatan hingga enam derajat Lintang Utara.

Meski ukurannya kecil, LAPAN A2 lebih canggih ketimbang pendahulunya, Satelit LAPAN A1. Pasalnya, ketinggian A2 dari atas bumi lebih tinggi 20 kilometer dibandingkan A1. A2 juga satelit ekuatorial yang mengelilingi bagian khatulistiwa bumi, bukan seperti A1, satelit polar yang mengelilingi kutub bumi. Dengan demikian, daya sapuan A2 lebih maksimal.

A2 dilengkapi kamera digital dan kamera video analog guna memotret muka bumi dengan resolusi empat meter dan lebar sapuan tujuh kilometer. Sementara resolusi kamera A1 hanya enam meter dan lebar sapuannya 3,5 kilometer. A2 juga dilengkapi Automatic Identification System (AIS) untuk memantau pergerakan kapal laut, kegiatan eksplorasi sumber daya laut dan perikanan sehingga dapat mendukung kegiatan operasi pengamanan laut.

Lalu, dipasang voice repeater dan automatic packet reporting system (APRS) untuk mitigasi bencana dengan menggunakan radio amatir. APRS juga bisa digunakan untuk penjejakan obyek bergerak, seperti memantau banjir dan perubahan tinggi muka air laut dan pergerakan manusia sehari-hari.

Wajar jika kemudian A2 diklaim sebagai satelit tercanggih yang pernah dimiliki Indonesia. Pemerintah pun mendukung produksi satelit itu dan akan meningkatkan anggaran untuk LAPAN.

Upaya perekayasa LAPAN untuk mengembangkan teknologi di bidang antariksa patut diapresiasi. 13 Mei lalu, diuji-cobakan roket RX 450 di Balai Produksi dan Pengujian Roket di Pamengpeuk, Bogor. RX 450 menjadi cikal bakal Roket Pembawa Satelit (RPS) masa depan Indonesia.

RX 450 yang berdiameter 450 milimeter berhasil mengudara, dengan mencapai ketinggian 44 kilometer dan 129 kilometer jika ditembakkan pada sudut elevasi 70 derajat. Roket itu mampu membawa beban hingga 50 kilogram. Sukses mengorbitkan RX 450, Lapan pun memproduksi RX 550, dengan diameter yang lebih besar. Di tahun 2014, LAPAN juga menerbangkan roket RX 320 dan RX 3240 untuk misi meneliti parameter atmosfer, kelembaban, dan temperatur.

Setelah sukses mengorbitkan A2, LAPAN berencana melincurkan Satelit A3 yang proses perancangannya dilakukan bersama Institut Pertanian Bogor (IPB). Satelit itu nantinya akan membantu memantau kondisi pertanian. A3 akan dilengkapi kamera yang lebih canggih. Tak hanya itu, akan dilncurkan pula Satelit A4 dan A5. Saat ini, A4 tengah memasuki tahapan perancangan. Sementara A5 masih menyusun target misi. A4 dan A5 direncanakan akan mengudara pada tahun 2020.

Pengembangan teknologi antariksa tersebut, selain didukung oleh perekayasa yang handal, tentu juga membutuhkan keseriusan pemerintah untuk memberikan anggaran yang cukup. Sejauh ini, anggaran untuk LAPAN terbilang minim. Tahun 2016, anggarannya hanya Rp700 miliar, jauh dari yang diusulkan yakni mencapai Rp1,3 triliun. Pemerintah juga harus memikirkan cara untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas sumber daya manusianya.

Belum lagi ketersediaan lahan untuk menjadi titik peluncuran. Meski diproduksi oleh anak bangsa, sangat disayuangkan jika peluncuran A2 harus menumpang satelit India. Jika ingin meluncurkan satelit, Indonesia harus menunggu tumpangan dan jadwal kosong di bandar antariksa India. Proses penggarapan A2 sendiri sebenarnya sudah rampung sejak lama, dan siap diluncurkan pada 2012 lalu.

 

Akan lebih baik, jika Indonesia lebih mandiri dalam memproduksi satelit seperti Rusia, Amerika Serikat, Prancis, Jepang, Tiongkok, Ukraina, Israel, dan India yang memiliki bandar antariksa sendiri. Sementara Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan mengamanatkan agar pemerintah mendukung kegiatan keantariksaan, mulai dari penelitian dan pengembangan di bidang sains antariksa, penginderaan jauh, penguasaan teknologi keantariksaan, termasuk peluncuran wahana antariksa seperti roket dan satelit. Diperlukan adanya roadmap untuk menguasai sains dan antariksa, mempunyai riset observatorium nasional, hingga satelit komunikasi secara mandiri.

Sangat disayangkan tatkala Indonesia yang geografinya sangat memungkinkan, tidak memiliki bandar antariksa sendiri. Indonesia baru merancang pembangunan bandar antariksa di Biak, Papua dan di Morotai, Maluku Utara. Bandar antariksa itu baru akan mulai dibangun pada tahun 2025. Masih dibutuhkan proses panjang untuk membuat sebuah bandar antariksa yang modern.

Indonesia hanya memiliki instalasi peluncuran roket di Balai Produksi dan Pengujian Roket, Pameungpeuk, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Tempat peluncuran ini berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia. Namun, keberadaannya hanya untuk riset penguasaan teknologi dasar roket, terutama pada kinerja motor roket.

Pameungpeuk hanya digunakan untuk peluncuran Roket Sonda dengan ketinggiaan yang terbatas. Tujuannya untuk riset atmosfer dan banyak keperluan riset akademik lainnya. Namun, Pameungpeuk kini sudah berkembang menjadi pusat pariwisata dan bukan lagi lokasi ideal peluncuran. Di sana, uji coba untuk roket sebenarnya bisa dilaksanakan. Tapi, tidak bisa dilakukan untuk peluncuran roket ukuran besar. Pameungpeuk justru akan dikembangkan menjadi taman sains dan teknologi antariksa semata. Dengan kata lain, hanya menjadi tempat berwisata, menikmati keindahan pantai.

Bandar antariksa memang idealnya dibangun di daerah tertutup yang luas dan jauh dari populasi penduduk karena menyangkut kerahasiaan dan keselamatan manusia. Lokasinya harus berdekat dengan garis khatulistiwa. Dan, lahan yang digunakan menghadap ke laut bebas, hingga ada ruang kosong atau bebas di area menuju ke laut. Selain itu, dibutuhkan infrastruktur pendukung seperti akses transportasi maupun sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan di lokasi tersebut seperti listrik, akses komunikasi, bebas dari jalur penerbangan serta jauh dari tower listrik tegangan tinggi.

Lokasi landasan luncur sedapat mungkin berada di daerah yang tinggi sehingga bebas air pasang dan tsunami serta tanahnya keras atau karang. Lokasinya juga harus jauh dari jangkauan manusia, termasuk mempertimbangkan kondisi iklim dan cuaca. Dan, sangat penting jika di sekitar lokasi bandar antariksa terdapat sungai.

Sudah saatnya Indonesia memperhatikan upaya meningkatkan pembangunan teknologi antariksa. Hal itu penting karena tidak hanya akan mendukung aspek komunikasi saja, namun keberadaan teknologi itu dapat bermanfaat untuk mengatasi dampak dari bencana alam, krisis pangan, dan lainnya.

Teknologi antariksa juga dapat membantu pengaman laut Indonesia yang amat luas. Dengan demikian, bisa menekan tindakan kejahatan pencurian ikan (ilegal fishing) atau kegiatan-kegiatan ilegal lainnya yang dilakukan di laut. Teknologi antariksa juga dapat bermanfaat untuk mendeteksi titik api guna mencegah terjadinya kebakaran hutan yang saat ini masih mengasapi beberapa daerah di Indonesia.

Adhimas Faisal

Editor : M. Yamin Panca Setia
 
Seni & Hiburan
03 Des 23, 14:05 WIB | Dilihat : 519
Kolaborasi Pelukis Difabel dengan Mastro Lukis
29 Sep 23, 21:56 WIB | Dilihat : 1607
Iis Dahlia
09 Jun 23, 09:01 WIB | Dilihat : 1392
Karena Lawak Chia Sekejap, Goyang Hubungan Kejiranan
Selanjutnya
Sainstek
01 Nov 23, 11:46 WIB | Dilihat : 938
Pemanfaatan Teknologi Blockchain
30 Jun 23, 09:40 WIB | Dilihat : 1168
Menyemai Cerdas Digital di Tengah Tsunami Informasi
17 Apr 23, 18:24 WIB | Dilihat : 1429
Tokyo Tantang Beijing sebagai Pusat Data Asia
12 Jan 23, 10:02 WIB | Dilihat : 1577
Komet Baru Muncul Pertama Kali 12 Januari 2023
Selanjutnya