
AKARPADINEWS.COM | BAGI penggemar kuliner nusantara, siapa yang tidak kenal dengan Restoran Sederhana Masakan Padang dengan kenikmatan masakan yang kaya bumbu dan santan seperti rendang dan ayam pop? Pencinta kuliner nusantara juga tentu mengenal Warung Nasi Ampera dengan hidangan khas Sunda, berupa ayam goreng, pepes ikan hingga pepes jamur, di tambah lalapan dan sambalnya.
Keberadaan dua rumah makan yang mewakili ekonomi kerakyatan itu tersebar di seluruh Indonesia dengan pengunjung yang tidak pernah sepi, terutama ketika berbuka puasa pada bulan Ramadhan ini. Di balik kesuksesan kedua rumah makan yang didirikan sejak puluhan tahun itu, terdapat sejarah panjang dan kisah jatuh bangun dalam berusaha yang dialami para pendirinya.
Berwirausaha dari nol bukan perkara mudah. H Bustaman mendirikan Restoran Sederhana Masakan Padang di tahun 1972 dari sebuah kios kecil di Pasar Bendungan Hilir, Jakarta. Lelaki kelahiran di Lintau Buo, Tanah Datar, Sumatera Barat, 11 September 1942 itu menjalani hidup layaknya pemuda perantau Padang lainnya.
Pada tahun 1955, saat menginjak usia remaja, Bustaman merantau ke Jambi dengan hanya berbekal pendidikan terakhir kelas 2 Sekolah Rakyat (SR). Berbagai pekerjaan ia lakoni, dari mulai kernet, bekerja di perkebunan karet, toko sembako, penjual koran, pelayan di rumah sakit, hingga sekedar tukang cuci piring di sebuah rumah makan di Jambi.
Bustaman lalu mencoba peruntungan ke Jakarta mengikuti adik iparnya yang menetap di Matraman. Ia memulai usaha, menjadi pedagang asongan dengan menggunakan gerobak. Belum lama ia menggerakan usahanya, Bustaman dan keluarga mendapat acaman terhadap etnis Minang oleh sekelompok preman di kawasan tersebut. Akhirnya, ia dan keluarga terpaksa berpindah ke Pejompongan dengan membuka usaha yang sama. Sayangnya, omzet usahanya lebih kecil jumlahnya.
Di akhir tahun 1971, Bustaman merasa lelah untuk hanya sekedar bertahan hidup. Akhirnya, ia dan sang istri Fatimah, memberanikan diri membuka usaha di bidang kuliner, meskipun tidak memiliki latar belakang sebagai juru masak. Usaha ini terinspirasi pada saat bekerja di Riau. Dia mengamati warung nasi yang selalu penuh pembeli. Dalam hatinya, ia berdoa agar kelak dapat memiliki usaha warung nasi.
Bekerja sambil belajar, begitu cara yang dilakukan Bustaman. Dia belajar dengan sesama pedagang masakan Padang lainnya. Setelah mampu meracik menu makanan, dia memberani diri untuk membuka lapak di Bendungan Hilir, Jakarta Pusat. Namanya: Rumah Makan Sederhana.

Rumah makan itu kemudian menjadi Restoran Sederhana Masakan Padang atas saran isterinya agar lebih dikenal. Aral melintang dirasakan Bustaman dalam memajukan usahanya, mulai dari terjaring penertiban petugas keamanan hingga utang piutang sesama saudara. Namun, ia tetap tidak menyerah. Selain mempelajari resep masakan, dia juga mempelajari manajemen kesuksesan, termasuk belajar dari kegagalan orang lain.
Pada tahun 2000, ia membentuk perusahaan berbadan hukum yang diberi nama PT Sederhana Citra Mandiri. Perusahaan itu terus berkembang. Saat ini, Bustaman memiliki lebih dari 100 cabang Restoran Sederhana Masakan Padang di seluruh Indonesia dan Malaysia. Setelah sukses, ia pun sempat bersengketa dengan Djamilus Djamil, salah seorang kerabatnya yang juga menggunakan merek dagang "Sederhana" pada restoran yang dikelolanya.
Namun, mereka berdamai, dan Djamilus diwajibkan untuk menambah merek dagangnya menjadi "Sederhana Bintaro". Dengan pencapaian kesuksesannya, di usianya yang ke 72 tahun, ia tak luput membantu masyarakat di tanah kelahirannya. Dengan tokoh Lintau lainnya, ia mendirikan Akademi Komunitas Negeri Tanah Datar.

Bila Bustaman meraih kesuksesan dengan proses perjuangan di tanah rantau, pasangan pendiri Warung Nasi Ampera (Amanat Penderitaan Rakyat) yakni H Tatang Sunjani dan Hj St E Rochaety (Alm) mulai membuka rumah makan khas Sunda di tanah kelahirannya sendiri. Awalnya, pada tahun 1962, masyarakat menjuluki dengan nama “Warung Nasi 2 Tak” karena terletak di sekitar Terminal Kebon Kalapa Bandung dengan mayoritas pengunjung sopir dan kenek angkot dan bus.
Meskipun berada di sekitar terminal, warung nasi yang memiliki motto, “Murah, Bersih, Nikmat” itu mampu memuaskan pelanggan. Seiring perjalanan waktu, popularitas warung nasi ini semakin melambung, dan berganti nama menjadi Warung Nasi Ampera. Pada tahun 1984 Ampera mulai membuka cabang pertamanya di jalan Astana Anyar Bandung.
Tahun demi tahun bergulir, dengan manajemen yang sederhana dengan pengalaman suka duka, pengelolaan Warung Nasi Ampera semakin profesional dan berkembang. Saat ini, Ampera berpusat di jalan Soekarno Hatta Bandung dan memiliki lebih dari 50 cabang di pulau Jawa hingga Sumatera.
Kehadiran dua rumah makan dengan menu khas masakan yang terjangkau ini, tidak hanya menjadi refleksi sosok wirausahawan yang terus berjuang dari berbagai hambatan. Perjuangan mereka dalam mengembangkan usaha juga memberikan kontribusi terhadap ekonomi kerakyatan dan membuka lapangan kerja.

Di balik pasar bisnis industri kuliner Indonesia, dua rumah makan ini merupakan pemain domestik yang mampu bertahan selama puluhan tahun, menghadapi gempuran restoran bermerek global, dari luar negeri. Restoran Sederhana Masakan Padang dan Warung Nasi Ampera yang memiliki identitas etnis dan dibangun dengan jerih payah dari nol ini, semoga selalu mempunyai tempat di hati masyarakat Indonesia.
Ratu Selvi Agnesia