Niaga yang Tiada Merugi

| dilihat 3215

AKARPADINEWS.COM | SETIAP manusia yang menekuni perniagaan tentu ingin selalu mendapatkan untung. Beragam cara pun dilakukan agar keuntungan berlipat didapat dari usaha yang ditekuni. Namun, kadangkala ditemukan pelaku bisnis yang berbuat curang demi meraup keuntungan semata. Padahal, tidak melulu aktivitas niaga menebar untung. Beragam faktor yang sulit diprediksi seringkali dihadapi, menjadi penghambat aktivitas sehingga sering membuat bisnis merugi.

Islam mengajar resep berbisnis yang selalu memberikan untung, baik keuntungan dalam bentuk yang hakiki maupun dalam makna kiasan. Dalam Al Qu'ran, Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah (Al Qur’an), melaksanakan shalat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepadanya dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan pernah merugi.” (QS Fatir: 29)

Firman Allah SWT itu menegaskan, sebagai Sang Maha Pemberi, Allah SWT menawarkan hambanya sistem perniagaan yang tidak akan pernah merugi. Allah SWT sejatinya Maha Segalanya. Dia Maha Pencipta, Pemilik Langit dan Bumi. Allah SWT tidak akan membiarkan seorang hamba yang bertakwa kepada-Nya, hidup dalam keadaan merugi, baik di dunia, apalagi di akhirat nanti.

Namun, banyak manusia yang berasumsi, perniagaan bersama Allah SWT, hanya untuk meraih pahala, bekal di akhirat saja. Sementara umumnya manusia ingin mendapatkan untung yang dirasakan langsung dampaknya bagi kehidupannya. Asumsi itu tidak benar. Manusia hidup di dunia sebenarnya sedang menjalankan proses perniagaan dengan Allah SWT. Semua muslim tentu mengharap proses perniagaan bersama Allah SWT itu mendapatkan kemaslahatan di dunia maupun di akhirat.  

Untuk membuat manusia hidup sejahtera dunia dan akhirat, Al Qur’an memberikan pedoman yang harus dipenuhi oleh setiap saudagar atau pebisnis yaitu beriman kepada Allah SWT, beriman kepada Rasulullah SAW, berjihad dan berusaha di jalan Allah, mengaktualisasikan kandungan Al Qur’an, mendirikan shalat, dan berinfak di jalan Allah.

Beriman kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW merupakan syarat ikatan kontrak atau komitmen dalam memulai perniagaan yang takkan pernah merugi. Agar dapat menjalani perniagaan itu dengan baik, seorang yang beriman harus menjalaninya berdasarkan prinsip-prinsip yang tertuang dala Al Qur’an dan Al Hadits.

Jika dipatuhi dan dilaksanakan, maka dalam perjalanan bisnisnya, seseorang itu akan selalu merasa diperhatikan, diawasi, dan diberikan semangat oleh Allah SWT. Karena itu,  shalat adalah ritual khusus bagi umat muslim untuk berdo’a dan bermunajat kepada Tuhannya sebagai Sang Pemilik modal yang paling tinggi, dan untuk melaporkan sejauh mana kinerjanya sebagai seorang saudagar atau pebisnis.

Shalat lima waktu dalam sehari dapat menyegarkan hati dan pikiran seorang muslim sehingga akan terus merasa tenang dan diawasi oleh Allah SWT. Perilaku orang yang beriman, yang mengaktualisasikan kandungan Al Qur’an dan benar shalatnya akan tercermin dalam prilaku dan perbuatannya, maka akan banyak orang yang senang dan percaya kepadanya.

Dari situlah ia akan mendapat keberkahan rizki yang halal. Kemudian rizki yang didapatkannya itu, berputar menjadi aliran sedekah yang terus menerus berkembang. Aliran sedekah yang dimaksud itu adalah infaq. Infaq di jalan Allah SWT dari rizki yang didapatkan secara halal dan baik itu, akan membawa manfaat bagi hambanya dan makin memudahkan dalam beribadah kepada Allah SWT. Sejatinya, kekayaan yang bersumber dari rizki yang halal dan baik itu menjadi sebuah alat, bukan sebagai tujuan.

Sebagai seorang muslim, segala aktivitas dalam perniagaan, harus disertai dengan sikap dan semangat yang tangguh, pantang menyerah, sabar dalam arti tidak diam, dan membulatkan tekad sesuai petunjuk Al Qur’an dan menjadikan Rasulullah SAW sebagai suri tauladan dalam perniagaan. Belajar dari pengalaman Rasulullah SAW, dalam mencapai kesuksesan berniaga, maka dibutuhkan kepercayaan, kejujuran, kredibilitas, dan kapabilitas.

Orang yang berperilaku jujur dalam perniagaan dimasukkan dalam golongan para nabi. Abu Sa’id meriwayatkan sebuah hadist, di mana Rasulullah SAW bersabda, “Saudagar yang jujur dan dapat dipercaya akan dimasukkan dalam golongan para nabi, orang-orang jujur, dan para syuhada.

Rasulullah SAW dalam hadist lain juga bersabda, “Tidak dibenarkan seorang Muslim menjual satu perniagaannya yang memiliki aib, kecuali dia menjelaskan aibnya.” Hadist tersebut menekankan pentingnya kejujuran bagi hamba dalam berniaga. Rasulullah SAW memiliki reputasi yang sangat baik dalam perniagaan sampai beliau mendapat gelar Al Amin (orang yang dapat dipercaya) karena kejujurannya dalam berperilaku dan bertutur kata. Sikapnya yang harmonis dalam berniaga, membuat banyak orang pada saat itu, tertarik dan selalu rindu untuk menjalin tali silaturrahmi dalam perniagaan dengan Rasulullah SAW.

Etika perniagaan yang dibangun oleh Rasulullah SAW menekankan tanggungjawab yang sangat mendasar yaitu berkeadilan antara dunia dan akhirat. Dengan begitu, perniagaan yang digelar Rasulullah SAW tidak merugikan orang lain demi mendapatkan keuntungan berlipat.

Rasulullah SAW juga menghindari praktek perniagaan yang mengandung unsur manipulasi, riba, judi, ketidakpastian atau meragukan, eksploitasi, pengambilan untung yang berlebihan, dan pasar gelap. Kepada umatnya, Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang membuat manipulasi maka bukan umat kami.”

Bahkan Rasulullah SAW menghindari sikap berlebihan dalam berniaga, seperti banyak bersumpah kepada pembeli. Rasulullah bersabda, “Hindarilah banyak bersumpah ketika melakukan transaksi perniagaan sebab itu dapat menghasilkan penjualan yang cepat, lalu menghapuskan keberkahan.”

Kesuksesan dalam berniaga esensinya bukanlah sekadar berapa banyak sejumlah usaha yang dimiliki. Namun, akan lebih baik jika disertai sikap terbuka, perilaku baik, pribadi yang memiliki kemauan kuat, percaya diri, kreatif dan inovatif, siap bersaing secara baik, memiliki motivasi yang tinggi, dan terbuka dengan kritik maupun perubahan. Islam juga mengajarkan umatnya untuk senantiasa bekerja keras, bekerja cerdas, dan bekerja ikhlas.

Jika perniagaan yang dikembangkan berbasis pada nilai-nilai kesucian, disertai ikhtiar yang tanpa lelah, maka perniagaan akan selalu berakhir dengan kepuasan dan rasa syukur kepada Allah SWT. Dan, ungkapan syukur nikmat itu yang kemudian menjadi Allah SWT akan selalu mengalirkan rizki kepada hambanya, meski dengan cara-cara yang tidak terduga.

Allah SWT berfirman, “Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan, barang siapa yang bertawakal kepada Allah (setelah berusaha maksimal), niscaya Allah akan mencukupkan (keperluannya). Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki-Nya). Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS At-Thalaq: 2-3)

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka setiap umat muslim yang ingin selalu untuk dalam berniaga, maka praktik perniagaan yang dilakoninya harus berasaskan Al Qur’an dan mengacu pada tuntunan Nabi Muhammad SAW. Apalagi, saat ini praktik perniagaan yang manusiawi makin tergerus oleh pola rakus cara-cara berniaga kapitalis yang hanya berorientasi keuntungan (profit oriented).

Semoga firman Allah SWT mengenai, perniagaan yang tidak akan pernah merugi (tijaaratan lan tabuura) dapat diaktualisasikan dalam praktek perniagaan umat muslim, agar perniagaan dijalankan sesuai Firman Allah SWT dan tuntunan Rasulullah SAW. Dengan berniaga yang mendapat ridha dari Allah SWT, maka rizki yang mengalir dari jerih dan keringat usaha perniagaan akan membawa keberkahan bagi umat muslim, baik di dunia maupun di akhirat. Amin Yaa Rabbal ‘Aalamiin.

Rizky Anwar

Editor : M. Yamin Panca Setia
 
Budaya
26 Nov 25, 18:48 WIB | Dilihat : 327
TIM Harus Kembali Menjadi Mercu Suar
15 Nov 25, 12:24 WIB | Dilihat : 526
Jakarta dalam Kopor Afrizal Malna
14 Okt 25, 20:21 WIB | Dilihat : 473
Masihkah Kita Sungguh Sebangsa Se-Tanah Air ?
Selanjutnya
Humaniora