Tantangan Anies Rasyid Baswedan

| dilihat 722

Bang Sèm

Anies Rasyid Baswedan tak hanya sebuah nama. Tak juga hanya sekadar anak bangsa yang sedang digadang-gadang sebagai bakal calon Presiden untuk Pemilihan Presiden Republik Indonesia 2024-2029.

Putera sulung pasangan Allahyarham intelektual, dosen, dan guru besar Rasyid Baswedan dan Aliyah kelahiran Kuningan 7 Mei 1969, tersebut adalah sosok pribadi pemimpin yang khas.

Saya menyebutnya sebagai sintesa dari karakter sejumlah pemimpin Republik Indonesia sejak masa Bung Karno. Ia memenuhi standar kepemimpinan yang diisyaratkan HOS Tjokroaminoto, "cakap menulis laiknya wartawan, cakap berpidato laiknya orator" dalam makna yang luas.

Sosok yang pernah menjabat rektor termuda (38 tahun) di Universitas Paramadina Jakarta, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Gubernur DKI Jakarta yang menempa diri (dan berinteraksi dengan para pemimpin bangsa) sejak usia dini, ini memiliki kecakapan visioneering sekaligus mampu mewujudkannya dalam realita.

Bila hendak memberikan gambaran tentang kepribadian dan sosoknya, boleh dikata, Anies merupakan pribadi dengan adab yang baik dan mulia. Tak hanya sebatas etika dan perilaku sebagaimana dikenali umum.

Selama berinteraksi (yang tak sering) dengannya, Anies selalu menunjukkan adabnya dalam berbagai situasi dan suasana.

Di tengah proses perubahan zaman yang sungsang, yang sangat dipengaruhi oleh singularitas dalam konteks interaksi manusia dengan produk super komputer sejalan dengan perkembangan cepat teknologi informasi, Anies memberi contoh menarik bagaimana menggunakan teknologi informasi secara proporsional dan fungsional.

Dia juga sosok yang memberi contoh, bagaimana kita mesti mengelola ekologi dan ekosistem sosial sesuai dengan prinsip-prinsip hubungan humanitas yang kuat.

Dengan idiom khas global nationalism yang tak terjebak dalam narrow nationalism. Ia mampu mengaktualisasi dan memanifestasikan praktik demokrasi berbasis kerakyatan, keadilan, kesejahteraan, dan kebahagiaan khalayak (rakyat/umat) sebagai landasan penting kesadaran kebangsaan.

Adab dan kesadaran mengelola dimensi budaya kehidupan bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa sebagai gerakan peradaban memungkinkannya menghidupkan sikap inklusif dan toleran dalam makna yang sesungguhnya.

Adab itu pula yang, menurut saya, memungkinkan dia mau dan mampu memimpin bangsa ini menghadapi tantangan abad ke 21 sebagaimana diisyaratkan James Martin, Jaard Diamond, dan berbagai futuris dunia.

Kuncinya adalah nilai yang selalu memberi warna pada imajinasinya tentang masa depan bangsa dan dunia. Termasuk nilai dasar kemanusiaan sebagai homo createur.

Saya berkeyakinan, bila kelak rakyat memberikan amanah kepadanya memimpin bangsa ini melalui mekanisme pemilihan umum yang transparan, akuntabel, bertanggung jawab (bersih, jujur dan adil), merdeka dan berintegritas, ia dapat membentuk tim kepemimpinan yang memungkinkan bangsa ini berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi, dan berkepribadian secara budaya.

Integritas kepemimpinan adalah hal yang menonjol pada diri Anies. Inilah yang memungkinkannya terus bergerak melakukan ikhtiar, effort, mewujudkan imajinasi para pendiri bangsa ini di masa perjuangan kemerdekaan dulu.

Anies di mata saya juga sosok yang tak pernah lelah membuka ruang sinergi untuk mengembangkan soliditas dan solidaritas rakyat. Antara lain dengan membuka ruang luas bagi berlangsungnya kolaborasi antar komponen dan eksponen bangsa. Tanpa kecuali, menggerakkan integrasi seluru aspek dan anasir pembangunan bangsa. Sesuatu yang tak hanya berhenti pada bagaimana mengelola negara secara dimensional (pemerintahan, pembangunan, dan penguatan peran partisipatif rakyat).

Mengacu pada rekam jejaknya selama ini (minimal sebagai Rektor, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Gubernur DKI Jakarta), Anies terasa sekali sebagai pemimpin yang bernas dan berbudaya. Hal ini, tercermin dalam sikap dan aksinya menyikapi perbedaan pandangan khalayak yang beragam tingkatan dan kualitasnya.

Ini juga yang membuat para pembuli dan para lawan politik yang berseberangan dengannya sering mati angin. Dengan sikapnya yang sedemikian humble sekaligus tegas, seringkali dia seolah pegas. Kian ditekan, kian mampu melenting.

Peristiwa pandemi nanomonster Covid 19 membuka mata kita, bagaimana sebagai seorang pemimpin yang karib dengan sains dan teknologi, ia memimpin seluruh kalangan menghadapi dan menghempang pandemi - endemi penyakit.

Anies adalah sosok yang aksentuatif. Ia punya daya untuk memilih dan memilah prioritas. Ia punya daya untuk dengan tegas memisahkan kepentingan rakyat dan bangsa dengan kepentingan kelompok dan golongan. Karenanya, hanya mereka yang sungguh sadar dan fasih dalam mendahulukan kepentingan rakyat dan bangsa, yang bisa berada dalam barisannya dalam waktu yang panjang.

Sebagai sosok yang aksentuatif, saya memandang -- dari pengalaman berinteraksi dengannya selama ini -- ia paham sekali tentang aspirasi yang kemudian dikelolanya sebagai inspirasi dalam melakukan aksi kepemimpinan.

Sinkronitas nalar, nurani, naluri, rasa dan dria memberi kemungkinan baginya menerjemahkan dengan pas prinsip - prinsip dasar hakikat pembangunan manusia sebagai salah satu tolok ukur pembangunan bangsa di dunia.

Wacana yang ditawarkan dan aksi yang dilakukan, khasnya dalam menggerakkan penegakan hukum sebagai keadilan, estetika budaya sebagai peradaban (berbasis kearifan dan kecerdasan lokal dan global), dan menghidupkan cinta kasih sebagai kesadaran kemanusiaan.

Hal ini memungkinkannya memberikan tawaran-tawaran pemikiran baru yang tak sampai dipahami oleh pengelola kekuasaan. Antara lain, soal public service obligation (khasnya dalam bidang budaya). karena masih terlalu banyak para petinggi berfikir 'subsidi' hanya sebatas bantuan sosial.

Eksplorasi pemikiran-pemikiran Anies dalam skala regional dan global, seiring perubahan geo politik dan geo ekonomi dari Amerika - Eropa ke Asia Pasifik, mungkin belum sepenuhnya dipahami para petinggi (yang hanya berfikir bagaimana berkuasa). Tanpa kecuali soal pertahanan dan keamanan menyeluruh menyangkut ketahanan dan pertahanan pangan, energi, dan budaya.

Ke depan, ketika bangsa ini dihadapkan oleh tantangan-tantangan mengelola bumi, membalik kemiskinan, mengendalikan demografi, mengelola singularitas, menjaga keseimbangan kecerdasan dengan kearifan, menaklukan pandemi, mengelola dengan tangkas transhumanitas, menghadapi risiko eksistensi, dan merancang peradaban baru, sosok Anies Rasyid Baswedan diperlukan untuk memimpin bangsa ini.

Baik karena Anies mempunyai formula sebagai desicion maker dalam mengubah tantangan menjadi peluang, mengenali dan memahami kelemahan-kelamahan, sehingga mampu merumuskan daya masa depan. Juga dalam konteks Anies sebagai 'anak zaman' yang telah membuktikan diri mampu mengelola sikap dasar nasionalisme, demokrasi, dan religiusitas sebagai formula masa depan.

Neo leadersip akan menjadi tantangan baru bagi Anies dalam menghimpun sosok-sosok pemimpin baru yang segenerasi dengannya dan melakukan seleksi untuk mendapatkan anggota tim yang fit dan proper. Termasuk dalam melakukan human investment plan bagi bangsa ini.

Dengan cara demikian, Anies dan kawan-kawan boleh diharap melakukan peta jalan baru bangsa ini menuju Indonesia Platinum di tahun 2045.

Tentu, dengan kesadaran, kepemimpinannya kelak perlu diimbangi oleh kalangan cendekiawan dan masyarakat amah yang mempunyai kualitas akal budi. Anies akan menghadapi tantangan berat, 'mengalirkan kejernihan yang sehat di sungai kebangsaan yang butek dan terkontaminasi.'|

Editor : delanova
 
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 245
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 467
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 460
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 431
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya
Humaniora
02 Apr 24, 22:26 WIB | Dilihat : 530
Iktikaf
31 Mar 24, 20:45 WIB | Dilihat : 1051
Peluang Memperoleh Kemaafan dan Ampunan Allah
24 Mar 24, 15:58 WIB | Dilihat : 278
Isyarat Bencana Alam
16 Mar 24, 01:40 WIB | Dilihat : 746
Momentum Cinta
Selanjutnya