Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya

| dilihat 461

Catatan Bang Sém

Pembangunan Berkelanjutan, Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup, Energi, Pangan, Agraria, Masyarakat Adat dan Desa adalah sesuatu yang terkait satu dengan lainnya.

Persoalan yang selama ini terus berkembang akibat masalah-masalah tersebut, tersebab oleh pembahasan yang tidak padu (terintegrasi), secara spatial dan sektoral. Akibatnya, hal-hal substansial tidak mengemuka.

Sejumlah futurolog, seperti Jared Diamond (University of California) dan James Martin (Oxford University) mewanti-wanti masyarakat global, khasnya para penyelenggara negara dan pemerintahan terkait dengan tantangan zaman Abad XXI. Mulai dari bagaimana merawat bumi, membalik kemiskinan, pengendalian demografi, mengatasi krisis akibat alih fungsi lahan secara berlebihan. Termasuk politik ekonomi yang mengandalkan sumberdaya alam, namun secara ironis mengabaikan tanggung jawab atas alam itu sendiri.

Para pemimpin dunia yang setiap tahun berkumpul di Markas Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) - New York, antara September 2000 - 2015 mendeklarasikan MDGs (Millenium Development Goals). Lantas membuat komitmen untuk mencapai delapan tujuan terukur mulai dari mengurangi separuh kemiskinan dan kelaparan ekstrem hingga mendorong kesetaraan gender dan mengurangi angka kematian anak. Lantas sejak September 2015 mendeklarasikan SDGs (Sustainable Development Goals).

Pada MDGs komitmen terpusat pada : Memberantas kemiskinan dan kelaparan ekstrem; Mewujudkan pendidikan dasar universal; Mempromosikan kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan; Mengurangi angka kematian anak; Meningkatkan kesehatan ibu' Memerangi HIV/AID, malaria, dan penyakit lainnya; Menjamin kelestarian lingkungan; dan Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan

Akal halnya pada SDGs, komitmen terpusat pada agenda dunia Bebas Kemiskinan, Tanpa Kelaparan, Kesehatan yang Baik, Pendidikan Berkualitas, Kesetaraan Gender, Air Bersih dan Sanitasi, Energi Bersih dan Terjangkau, Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi, Industri - Inovasi dan Infrastruktur, Mengurangi Ketimpangan, Kota dan Komunitas Berkelanjutan, Produksi dan Konsumsi Bertanggung Jawab, Aksi iklim, Kehidupan di bawah air, Kehidupan di Darat, Perdamaian - Keadilan dan institusi yang kuat, dan Kemitraan untuk Global.

Masa Depan yang Kita Inginkan

Muara dari Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 sebagai manifesto SDG's adalah memberikan cetak biru bersama untuk perdamaian dan kemakmuran bagi manusia dan planet ini, saat ini dan di masa depan. Inti dari SDGs adalah 17 fokus SDGs merupakan seruan mendesak bagi semua negara – baik maju maupun berkembang – untuk melakukan tindakan dalam kemitraan global.

Pondasi utamanya adalah kesadaran, bahwa mengakhiri kemiskinan dan kekurangan lainnya harus berjalan seiring dengan strategi yang meningkatkan kesehatan dan pendidikan, mengurangi kesenjangan, dan memacu pertumbuhan ekonomi – sekaligus mengatasi perubahan iklim dan berupaya melestarikan lautan dan hutan.

SDG's sebagai kelanjutan MDG's merupakan jawaban dari komitmen para kepala negara dan pemerintahan pada Rio+20 - Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio de Janeiro, Brasil, lebih dari 178 negara mengadopsi Agenda 21, sebuah rencana aksi komprehensif untuk membangun kemitraan global bagi pembangunan berkelanjutan guna meningkatkan kehidupan manusia dan melindungi lingkungan (Juni 2012). Hal ini juga terkait dengan Deklarasi Johannesburg tentang Pembangunan Berkelanjutan dan Rencana Implementasinya.

Komitmen tersebut menjawab pertanyaan tentang “Masa Depan yang Kita Inginkan.” yang mana mereka memutuskan, antara lain, untuk meluncurkan proses pembangunan serangkaian SDGs untuk melanjutkan MDGs dan membentuk Forum Politik Tingkat Tinggi PBB tentang Pembangunan Berkelanjutan. Hasil Rio +20 juga berisi langkah-langkah lain untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan, termasuk mandat untuk program kerja di masa depan dalam pembiayaan pembangunan, negara-negara berkembang kepulauan kecil dan banyak lagi. Sekaligus menegaskan komitmen perubahan (termasuk New York Commitment, Paris Agreement).

Ketimpangan dan Ketidak-Adilan

Indonesia pernah terlibat aktif dalam proses tersebut, bahkan PBB - melalui Sekretaris Jendral Ban Ki-moon (Juli 2012) secara khusus mengangkat Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Presiden Liberia - Ellen Johnson Sirleaf, dan Perdana Menteri Inggris David Camen menjadi Ketua bersama, memimpin Panel Tingkat Tinggi PBB - Agenda Pembangunan Pasca-2015 yang terdiri dari 27 anggota.

Panel Tingkat Tinggi ini bertugas memberikan nasihat ihwal kerangka pembangunan global paska MDGs. Pekerjaan Panel Tingkat Tinggi ini mencerminkan tantangan-tantangan pembangunan baru, sekaligus memanfaatkan pengalaman yang diperoleh dalam pelaksanaan MDGs, baik dalam hal hasil yang dicapai maupun bidang-bidang yang perlu ditingkatkan.

Pada Januari 2015, Majelis Umum PBB memulai proses negosiasi agenda pembangunan pasca-2015. Puncaknya adalah mengadopsi Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030, dengan 17 SDGs sebagai intinya. Tahun 2015 merupakan tahun penting bagi multilateralisme dan pembentukan kebijakan internasional.

Perdebatan panjang ihwal pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat adat dan desa menjadi perhatian PBB karena ketimpangan dan ketidak-adilan. Khasnya dalam penguasaan lahan dan eksploitasi sumber daya alam, yang menyebabkan terjadinya Dutch Disease (Penyakit Walanda) dan Resource Curse (Kutukan Sumber Daya).

Penyakit Belanda dan Kutukan Sumber Daya berhipotesis, booming-nya sektor sumber daya alam menyebabkan penurunan perkembangan sektor-sektor lain (yang paling sering adalah sektor manufaktur, namun bisa juga mencakup sektor pertanian). Akibatnya terjadi ironi, negara-negara yang kaya dengan sumber daya alam, namun penduduknya miskin.

Belum Tentu Berkah

Musabab yang memicunya adalah karena terpisahnya pemahaman atas ekonomi di satu sisi dan ekologi di sisi lain. Untuk kepentingan ekonomi, ekologi dirusak dan digasak. Ekonomi sumber daya dan lingkungan diabaikan. Paradoks pembangunan ekonomi terjadi. Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya menegaskan, bahwa menjadi kaya akan sumber daya belum tentu merupakan sebuah berkah.

Ahmad Fauzi, Guru Besar Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan IPB University (2007) mengemukakan, sumber daya alam merupakan hal yang sentral bagi keberlanjutan ekonomi negara berkembang. Namun, banyak negara-negara berkembang yang memiliki potensi sumber daya alam yang tinggi (kaya) justru sering menunjukan performa ekonomi yang rendah.

Banyak negara yang sumber daya alamnya kaya, merupakan negara yang pernah dikuras melalui penjajahan. Kekayaan sumber daya alamnya telah dieksploitasi habis-habisan, tanpa memperhatikan kesejahteraan perekonomian mereka secara keseluruhan. Sierra Leone, Angola, dan Indonesia sering disebut sebagai contoh.

Sisi lain dari Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya adalah kegagalan negara dan pemerintah mendiversifikasi perekonomian yang kerap menyebabkan fluktuasi harga ekspor yang tidak terkendali, sekaligus mempersulit perencanaan perekonomian jangka panjang. Termasuk lengah pada akibat besar pendapatan migas, nilai tukar riil yang menyebabkan impor meningkat dan ekspor nonmigas turun. Dampaknya adalah kontraksi pada sektor tradable nonmigas.

Di sisi lain, secara paralel terjebak dalam ketergantungan berlebihan pada satu dua sektor, dan sektor- sektor tersebut sensitif terhadap harga dan rentan terhadap volatilitas pasar global. Setarikan nafas, mengabaikan (akibat ketidak-mampuan) merumuskan dan memilih kebijakan prioritas. Termasuk aksi politik monumentasi yang selalu dihubungkan dengan legasi megalomania. Akhirnya memilih jalan berhutang dan membangkrutkan.

Praktik yang nampak adalah penyalahgunaan dan eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan dalam pembangunan ekonomi. Konsekuensinya sangat luas dan bersifat global. Salah satu faktor penyebab pemanasan global adalah deforestasi (pembabatan dan penggundulan hutan yang tidak terkendali), pencemaran sumber daya air bersih akibat kegiatan ekonomi selalu menjadi masalah kronis.

Lembaga Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya Lumpuh

Dalam konteks demikian upaya pembaruan tata kelola negara melalui kajian akademis dan teknokratis diperlukan untuk memilih dan memilah: kebijakan yang layak dan patut dilanjutkan; kebijakan yang harus disempurnakan; kebijakan yang harus dihentikan; dan kebijakan baru -- inovatif dan inventif -- yang harus didesain dan dilaksanakan untuk mewujudkan komitmen pembangunan berkelanjutan yang berbasis keadilan dan kemakmuran bagi seluruh warga negara dan warga bangsa, baik dalam skala demoestik, regional, dan global.

Perubahan dan pembaruan kebijakan penting, khasnya dalam mengatasi berbagai persoalan yang menjadi penyebab negara gagal dalam perspektif Jared Diamond (2005). Mulai dari kerusakan lingkungan, pemanasan global, negra tetangga yang bermusuhan, mengendurnya dukungan kelompok khalayak yang sudah menjalin hubungan baik melalui perdagangan, dan lumpuhnya lembaga politik, ekonomi, sosial dan budaya sebagai pemecah berbagai masalah sosial, lumpuh.

Dalam bukunya bertajuk Upheaval: How Nations Cope with Crisis and Change (2019), Diamond menganalisis krisis yang menghancurkan (politik, ekonomi, ekologi, dan lainnya) akibat ketidak-mampuan mengatasi masalah utamanya: ketimpangan dan jauhnya rasa keadilan dari warga negara.

Diamond secara khusus mempelajari fenomena yang terjadi di Indonesia, Finlandia, Jepang, Chili, Jerman, Australia, dan Amerika Serikat. Diamond sampai pada pandangan, di negara-negara ini, setiap orang belajar mengatasi trauma pribadi, namun negara jarang belajar dari krisis tersebut.

Bila tidak berubah dan lebih siaga menghadapi berbagai tantangan yang akan muncul, seperti perubahan iklim, sumber daya yang menuju kondisi terbatas, dan kesenjangan yang ekstrim, dia memandang negara-negara tersebut akan mengalami pergolakan dan berjung pada negara gagal.

Kaya Masalah

Mengutip George Musser, Ahmad Fauzi mengemukakan tentang periode 'menakjubkan' di Abad XXI akibat tiga transisi yang saling berinteraksi dan berjalan bersamaan (demografi, ekonomi, sumberdaya alam). Ketiganya telah mentransformasi di hampir semua aspek mulai dari geo politik sampai struktur rumah tangga.

Fauzi mengemukakan, diperlukan langkah kebijakan untuk menghindari fenomena Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya, karena dua hal ini merupakan black box yang 'merekam' kerancuan pandangan antara comparative advantage (keunggulan komparatif) dengan resource abudance (sumber daya berlimpah). Studi-studi sejarah mencatat pembangunan ekonomi berbasis sumber daya alam yang berhasil bukan hanya semata-mata disebabkan oleh ketersediaan sumber daya tersebut secara alamiah (resource endowment).

Maknanya adalah perlunya pembaruan kebijakan yang menyeluruh dengan berbagai perubahan substantif dalam sektor agraria terkait kepemilikan lahan sebagai sentra hidup dan peradaban.  Fauzi berpandangan, fenomena Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya bisa jadi merupakan fenomena yang anomali. Sumber daya alam sendiri bukanlah sesuatu yang harus di-"blame" terhadap terjadinya pertumbuhan ekonomi yang lamban dan maraknya korupsi akibat windfall gain dari sumber daya alam yang atrktif, seperti migas dan pertambangan.

Yang penting, menurut Fauzi, justru bagaimana para pengambil kebijakan dan pengusaha memandang sumber daya alam dalam menentukan output. Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya bisa menjadi "self fulfilling" mankala dipandu oleh kebijakan yang salah.

Jangan hanyut dilambung angan melihat kekayaan sumber daya alam sebagai kekayaan yang abadi. Kita memang kaya sumber daya alam, kaya sumber daya manusia -- yang belum ditransformasikan menjadi modal dan investasi manusia --, tapi negara dan bangsa kita juga kaya dengan masalah !

Itu sebabnya fenomena Penyakit Walanda selalu menyertai. Kini, saatnya fenomena ini ditanggalkan dan ditinggalkan !  Akankah Debat Cawapres yang membahas soal ini memberikan tawaran kebijakan yang substantif untuk mengatasinya? |

Editor : delanova | Sumber : berbagai sumber
 
Energi & Tambang
Humaniora
02 Apr 24, 22:26 WIB | Dilihat : 533
Iktikaf
31 Mar 24, 20:45 WIB | Dilihat : 1055
Peluang Memperoleh Kemaafan dan Ampunan Allah
24 Mar 24, 15:58 WIB | Dilihat : 283
Isyarat Bencana Alam
16 Mar 24, 01:40 WIB | Dilihat : 750
Momentum Cinta
Selanjutnya