Akhlak kepada Alam

Urgensi Etika Lingkungan

| dilihat 467

Catatan Bang Sèm

Debat Cawapres dalam kerangka Pemilihan Presiden - Wakil Presiden 2024-2029, Ahad (21/1/24) menjadi bernilai karena Cawapres Muhaimin Iskandar dan Cawapres Mahfud MD memberi tawaran komitmen asasi atas tanggung jawab kita sebagai manusia terhadap ekologi.

Bobot debat itu dilihat dari perspektif tanggung jawab manusia terhadap alam dalam keseluruhan konteks triangle of life (relasi Tuhan, Manusia, Alam), teraksentuasi oleh pernyataan Muhaimin, bahwa landasan utamanya adalah etika terhadap alam.

Pernyataan Muhaimin dalam debat itu mengingatkan saya dengan buku saya (Cawandatu, 1/7/2009). Pada Bab III buku tersebut, secara khas saya mengurai tentang Akhlak terhadap Alam.

Dalam buku tersebut saya kemukakan, manusia diciptakan Tuhan untuk menjalankan tugas dan fungsinya sebagai rahmat atas alam. Dengan demikian, keberadaan manusia atas alam, semestinya berfungsi sebagai pemelihara. Bukan sebagai perusak alam.

Tujuan penciptaan manusia untuk mengabdikan diri kepadaNya, salah satu wujud nyatanya adalah memelihara dan melindungi alam semesta, sehingga manusia beroleh manfaat sebesar-besarnya dari alam.

Dalam buku tersebut saya kemukakan, secara filosofis, pengelolaan sumber daya alam, harus diperuntukan bagi kemakmuran rakyat seluas-luasnya secara berkeadilan.  Tidak hanya untuk mencapai nilai keekonomian, melainkan untuk mencapai nilai yang jauh lebih besar: lingkungan hidup.

Tidak hanya karena daya dukung sumber daya alam selalu mengalami perubahan, dan cenderung menurun. Juga, karena kualitas sumber daya alam amat bergantung kepada kepedulian dan sikap hidup manusia yang mengelolanya. Karenanya, seperti dinyatakan Muhaimin dalam debat, itu pengelolaan alam tidak boleh dilakukan secara ugal-ugalan.

Kesejahteraan Semesta

Untuk mewujudkan perilakunya yang baik dalam mengelola alam, Tuhan memberikan keseimbangan akalbudi, agar manusia menmguasai sains dan teknologi. Khasnya, supaya manusia mampu mengelola alam secara lebih efektif dan efisien.

Tuhan memberikan nalar, nurani, naluri dan rasa kepada manusia, agar dapat mengelola alam berbasis akhlak, yang mewujud dalam bentuk aksi etika lingkungan. Termasuk memperlakukan alam dengan kasih dan sayang dan tidak mencederainya. Tuhan memberikan indria kepada manusia, agar manusia memperlakukan alam secara proporsional. Karena dengan demikian yang akan diberikan alam kepada manusia dalah kesejahteraan dan kebahagiaan. Bukan petaka.

Beranjak dari pandangan demikian, secara sederhana manusia berbasis kesadaran dan entusiasme pemeliharaan ekologi, tertantang untuk melakukan perrubahan dan pembaruan cara pandang, pola pikir, sikap, dan perilaku dalam mengelola seluruh dimensi sumber daya alam. Yaitu, seluruh potensi alam, mulai dari air, minyak bumi, gas, api, angin, udara, hutan, materi tambang, dan lainnya.

Potensi sumber daya alam itu, merupakan  bahan dasar yang dapat dikembangkan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya terhadap pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, dan bahkan gaya hidup. Karena itu, akhlak lingkungan yang mengalirkan kepedulian manusia terhadap sumber daya alam, berhubungan langsung dengan seluruh aspek kedalaman imani manusia. 

Imam Ali bin Abi Thalib karamahu wajhah, secara eksplisit menegaskan, Tuhan menciptakan alam dari non eksistensi. Karena itu, alam sebagai ciptaan bersifat orisinil. Alam tercipta tanpa proses  berfikir, tanpa melalui eksperimen, tanpa merumuskan aksi dan program untuk mewujudkan kehendak, dan bukan karena adanya untuk mewujudkan kehendak. Juga bukan karena adanya kebutuhan untuk mendapatkan sesuatu. 

Karenanya, alam merupakan bukti dan instrumen kongkret bagi manusia untuk memahami eksistensi dirinya, semesta, dan Tuhan. Relasi atas ketiga esensi tersebut akan bermuara pada kesejahteraan semesta (universe prosperity).

Bencana Alam dan Bencana Sosial

Ditegaskan oleh Sayyidina Ali, dalam proses penciptaan alam, khususnya bumi, Tuhan menitipkan sebagian kecil saja dari kekayaan dan kemurah-hatiannya kepada manusia. Penanda yang bisa dipahami  oleh manusia adalah waktu.

Artinya, sumber daya alam yang diperuntukan bagi kehidupan manusia, itu mengalirkan proses pembentukan ekologi dan mengembangkan ekonomi, serta membentuk ekosistem melalui waktu yang sangat panjang bagi ukuran manusia.

Perkembangan sains dan  teknologi mendeskripsikan kepada manusia, bagaimana Tuhan menciptakan berbagai mineral dan energi di bumi, melalui proses pembentukan, hingga mencapai jutaan tahun.

Sebongkah batubara, mengalami proses pembentukan jutaan tahun, setidaknya dua puluh juta tahun. Demikian juga halnya dengan bebatuan, fosil, dan lainnya. Mereka yang menyadari proses pembentukan demikian, berbasis keimanan, ilmu pengetahuan, dan teknologi, manusia akan dapat mengelola alam dengan sebaik-baiknya.

Sebaliknya, manusia yang mengabaikan dimensi keimanan, lantas menggunakan sains dan teknologi sebagai perangkat yang disadari atau tidak, berdampak pada kehancuran sumber daya alam itu sendiri. Lantas, Tuhan menggerakkan alam untuk menghukum mereka yang merusak alam dalam bentuk bencana alam dan bencana sosial.

Karena sumber daya alam secara hakiki merupakan milik Allah secara absolut, maka pengelolaan sumber daya alam oleh manusia, harus jelas manfaatnya, harus pula terjamin kelestariannya, sehingga dapat menjamin kehidupan yang berkelanjutan.  Baik sumber daya alam yang dapat diperbarui  maupun yang tak dapat diperbarui. 

Karena itulah, etika lingkungan, akhlak terhadap alam menjadi urgen dan prioritas. Karena pada akhirnya, akhlak terhadap sumber daya alam ini, selalu berkorelasi dengan daya dukung lingkungan hidup dan kehidupan manusia.

Negara Gagal

Dalam menjalani etika lingkungan atau akhlak terhadap alam, itulah aspek kehidupan sosial budaya sedemikian penting, sehingga memberikan nilai lebih atas pencapaian nilai keekonomian yang efisien, melalui penerapan sains dan teknologi ramah lingkungan.

Akhlak manusia terhadap alam, mesti diwujudkan dalam strategi kehidupan berupa politik budaya dan ekonomi berbasis sumber daya alam, sebagai landasan dan sistem pengelolaan yang baik dan benar.

Etika lingkungan sebagai wujud akhlak  manusia terhadap sumber daya alam, akan memungkinkan manusia mengelola alam berdasarkan cintanya kepada Allah dan semesta. Karenanya, hanya mereka yang mempunyai etika lingkungan dan berakhlak atas sumber daya alam, yang diturunkan dalam bentuk aturan hukum dan perundang-undangan, tak akan pernah menimbulkan kerusakan sumber daya alam, yang akan berakibat kepada binasanya suatu bangsa. 

Sejarah mengajarkan, seringkali kehancuran suatu bangsa disebabkan oleh ulah manusia yang semena-mena, serakah, dan pongah terhadap alam. Mereka terang-terangan mengangkangi sumber daya alam yang diberikan Tuhan untuk kepentingan hidup bermewah-mewahan, dan menggunakan nilai keekonomian sumber daya alam untuk kemakmuran penguasa. Tidak untuk kesejahteraan rakyatnya. Melainkan untuk memenuhi birahi ketamakan mereka.

Mereka menjelajah berbagai belahan bumi, dan menebar kerusakan di mana-mana, mengibarkan kekuasaan di Timur dan di Barat.  Kemudian Tuhan murka atas mereka dan melenyapkan mereka dengan berbagai bencana yang ditimbulkan oleh berubahnya daya dukung sumber daya alam. Itulah negara bangsa yang dalam terminologi Jared Diamond disebut sebagai negara gagal.

Sebutlah kisah hancur dan punahnya kaum Amalek yang diabadikan di dalam Perjanjian Lama sebagai bangsa penjajah.  Mereka menyerang kawasan Ephraim (sekitar Gunung Sinai) pada zaman Hezekiah.

Setelah kehancurannya, bangsa ini menjadi obyek sumpah serapah, dan menyebabkan dendam tak berkesudahan secara turun temurun. Syahwat untuk menguasai sumber daya alam dan menguasai bangsa lain, ini pula lantas, yang mendorong bangsa Yahudi menjadi kaum zionis.  Dalam konteks Indonesia, kita kudu memilih pemimpin yang sadar tentang etika lingkungan.|

Baca juga: Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya

Editor : delanova | Sumber : Cawandatu (2009)
 
Humaniora
02 Apr 24, 22:26 WIB | Dilihat : 530
Iktikaf
31 Mar 24, 20:45 WIB | Dilihat : 1051
Peluang Memperoleh Kemaafan dan Ampunan Allah
24 Mar 24, 15:58 WIB | Dilihat : 278
Isyarat Bencana Alam
16 Mar 24, 01:40 WIB | Dilihat : 746
Momentum Cinta
Selanjutnya
Energi & Tambang