
Gelombang protes mahasiswa Pro-Palestina di berbagai kampus universitas dan institut di berbagai belahan dunia menentang aksi penyerangan genosida zionis Israel nyaris tak terbendung.
Manajemen kampus mulai lemah akal, selepas mereka menduduki laman dan bagian gedung kampus masing-masing. Lantas mendirikan tenda, bahkan mewarnai upacara wisuda dengan yel-yel dan atribut yang menunjukkan dukungan luas kepada Palestina.
Aksi protes yang berlangsung sejak akhir April bermula di Amerika Serikat (AS) pada berbagai kampus (tak kurang dari 40 kampus) ternama, antara lain: Universitas Columbia New York, Institut Teknologi Massachusetts, University Harvard, Universitas California - Los Angeles, Universitas Minnesota, Universitas Texas, Universitas George Washington, Universitas Standford, dan lain-lain.
Para mahasiswa Pro-Palestina tersebut menyuarakan aspirasi masing-masing, namun terhubung oleh tuntutan yang sama: mendesak pimpinan kampus mereka memutus hubungan dengan berbagai korporat (perusahaan), bahkan melakukan divestasi atas saham korporat dan lembaga yang berafiliasi dan mendukung zionis Israel.
Di berbagai kampus tersebut, mahasiswa yang melakukan aksi terus bergerak, kendati mendapat tekanan dari pimpinan kampus. Juga dari kepolisian yang yang diminta melakukan pembubaran aksi mereka.
Yang menarik perhatian, kini mahasiswa yang melakukan aksi protes sudah lintas bangsa dan lintas agama. Mereka mengenakan kafiyèh (kain penutup kepala) khas masyarakat Boudein Palestina, selain mengibarkan bendera Palestina.
Aksi protes yang meluas dan bergerak massif tersebut, menghidupkan simpati, empati, respek, dan solidaritas atas penduduk Palestina, khasnya Gaza yang menjadi sasaran kejahatan kemanusiaan zionis Palestina.

Tular ke Berbagai Negara di Dunia
Perdana Menteri zionis Israel, Benjamin Netanjahu memandang aksi mahasiswa di Amerika Serikat tersebut sudah sampai ke tahap yang mengerikan. Netanjahu menuduh aksi protes mahasiswa tersebut sudah menjadikan kampus-kampus ternama AS sebagai sarang gerakan anti smith. Ia juga menuduh aksi tersebut sudah mengancam dan menghantui para mahasiswa Israel di sana.
Apalagi, protes pro-Palestina para mahasiswa tersebut segera tular dan memantik aksi yang sama di berbagai universitas dan institut ternama di Eropa. Antara lain mahasiswa Institut Science Pro di Paris dan Lyon, Universitas Sorbonne - Prancis yang sempat menguasai kawasan Pantheon kampus tertua tersebut. Aksi protes mahasiswa juga terjadi di universitas tertua di dunia, seperti Universitas Oxford London, Universitas Manchester, Universitas Cambridge, dan lain-lain di Inggris.
Selama dua minggu aksi berlangsung di AS, aksi yang sama juga berlangsung di Jerman, Belanda, Belgia, Australia, Lebanon, Turki, dan lain-lain. Para pemrotes mengabaikan tekanan yang semakin kuat bagi mereka, termasuk ancaman tak boleh ikut wisuda.
Bagi mereka, solidaritas kemanusiaan atas lebih dari 34.789 warga yang terenggut jiwanya dan 78.204 warga luka-luka di Gaza (sejak agresi 7 Oktober 2023), jauh lebih berat dibandingkan dengan 5000-an mahasiswa yang ditangkap dan di gelandang dari lokasi unjuk rasa. Universitas Wesleyan di Connecticut dan Universitas California, Berkeley, misalnya memilih tidak mengambil tindakan untuk membubarkan perkemahan, sehingga membiarkan perkemahan tersebut terus berlanjut.
Beberapa universitas telah setuju untuk melakukan divestasi dari perusahaan-perusahaan yang memiliki hubungan dengan Israel. Antara lain, Universitas Northwesterndi Illinois, sehingga memungkinkan mahasiswa melanjutkan aksinya hingga 1 Juni. Universitas ini juga memberikan mahasiswa cara untuk terlibat dengan Komite Investasi Dewan Pengawas, termasuk membentuk kembali komite penasihat investasi. Universitas Northwestern juga setuju untuk menanggung biaya pendidikan di universitas tersebut untuk lima mahasiswa sarjana Palestina.
Universitas Brown - Rhode Island menyetujui untuk melakukan pemungutan suara mengenai divestasi perusahaan-perusahaan yang berafiliasi dengan Israel dalam pertemuan di bulan Oktober. Demikian juga Universitas Evergreen State College di Washington DC.

Kompromi Tercapai
Universitas Minnesota mengumumkan kompromi, memberikan informasi kepada para pengunjuk rasa mengenai perusahaan publik tempat mereka berinvestasi, namun memperjelas bahwa perjanjian non-disclosure melarang mereka mengungkapkan informasi tentang perusahaan swasta yang dimiliki oleh Universitas Minnesota.
Mahasiswa pengunjuk rasa dari Universitas Rutgers di New Jersey mencapai kesepakatan dengan manajemen universitas tersebut setuju mendirikan pusat kebudayaan Arab dan mempekerjakan staf dan instruktur yang memiliki pengetahuan tentang komunitas Palestina serta menyebutkan nama Palestina dan Gaza dalam komunikasi di masa depan. Mereka juga setuju untuk bekerja sama dengan mahasiswa, dosen dan staf untuk mendukung 10 mahasiswa Palestina yang mengungsi untuk menyelesaikan pendidikan mereka di Rutgers.
Di Eropa, khasnya di Inggris, Universitas Goldsmiths mencapai kesepakatan dengan mahasiswa, sekaligus mengizinkan mereka mendirikan perkemahan di perpustakaan universitas. Manajemen universitas ini menyetujui kebijakan investasi etis baru. Universitas Goldsmiths juga setuju menamakan salah satu ruang kuliah departemen media dengan nama Shireen Abu Akleh, seorang wartawan Al Jazeera yang dibunuh pasukan zionis Israel ketika sedang bertugas di Tepi Barat. Universitas ini juga akan melakukan peninjauan terhadap definisi anti-Semitisme dari International Holocaust Remembrance Alliance (IHRA), yang menghalangi menghalangi sebagian besar kritik terhadap Israel.
Universitas California, Riverside menyatakan kesepakatan untuk mengakhiri perkemahan secara damai. Fakultas Bisnis UCR juga telah menghentikan berbagai program global, termasuk program di Israel. Mahasiswa menuntut pihak universitas melarang penjualan Sabra Hummus -- merek kemasan milik PepsiCo dan Strauss Group yang berbasis di Israel -- di kampus.
Universitas Thompson Rivers (TRU) di British Columbia - Kanada juga mencapai kesepakatan, setelah negosiasi, yang menjadikannya kampus pertama di Kanada yang mencapai kesepakatan. Kelompok mahasiswa universitas yang disebut Universitas Rakyat Gaza ini tidak mendirikan kemah di lingkungan kampus. Kendati demikian, TRU menolak untuk secara terbuka mengutuk dan menuntut diakhirinya “tindakan genosida di Gaza,” yang merupakan salah satu tuntutan mahasiswa.
Beberapa lainnya berjanji akan mempertimbangkan tuntutan tersebut dan akan tuntutan itu ke badan-badan yang kompeten mengurusi investasi mereka. Dalam beberapa kasus, universitas menyetujui tuntutan untuk mengungkapkan investasi mereka, tanpa melakukan divestasi.
Sebagai imbalannya, mahasiswa di kampus-kampus tersebut setuju untuk mengakhiri perkemahan mereka dan memindahkan lokasi protes di luar kampus. Di New York City aksi berlangsung di Time Square dan melibatkan khalayak dari luar kampus.

Dilema Joe Biden
Aksi protes mahasiswa Pro-Palestina ini menghadapkan Presiden Joe Biden dalam dilema. Tak hanya karena AS menggunakan hak veto -nya sebagai anggota Dewan Keamanan PBB yang menolak Palestina sebagai anggota penuh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Padahal 143 negara mendukung. Juga karena desakan Partai Republik untuk melakukan intervensi kepada kampus.
Joe Biden akhirnya mengeluarkan pernyataan untuk mengurangi dan menghentikan jual beli senjata dengan zionis Israel. Belakangan, sejumlah Senator dari Partai Demokrat - pendukungnya, menilai dia sudah menyeret masuk keterlibatan AS dalam penyerbuan dan aksi genosida zionis Israel atas Palestina.
Pihak Gedung Putih bahkan menilai kesepakatan Hamas untuk melakukan gencatan senjata, tidak sesuai dengan inisiatif AS. Selaras dengan sikap demikian, Netanjahu tak mengindahkan AS dan bahkan merancang penyerbuan besar-besaran atas Rafah di perbatasan Mesir dengan Palestina. Sikap Israel (baca: Bantuan Kemanusiaan Terhambat Buka Tutup Buka Perlintasan Karem Abu Salam).
Netanyahu menilai proposal gencatan senjata yang disetujui oleh Hamas tidak memenuhi tuntutan pemerintah zionis Israel. Benar-benar menghancurkan’ – Israel memutus pintu masuk utama bantuan Gaza
Nertanjahu tetap keras kepala dan tak ambil peduli dengan isyarat Kepala Kemanusiaan PBB Martin Griffiths yang mengatakan, perang di Gaza telah mencapai titik kritis dan nadir, yang mengakibatkan lebih banyak kematian dan pengungsian rakyat Palestina.
Anggota Kongres AS Ayanna Pressley mendesak Joe Biden untuk menggunakan pengaruhnya terhadap zionis Israel guna menghentikan invasi terhadap Rafah. Rakyat Palestina yang berlindung di Rafah tidak punya tempat lagi untuk dituju dan para pimpinan petugas kemanusiaan telah memperingatkan bahwa serangan zionis Israel akan menjadi bencana bagi warga sipil. | Jeanny