Jakarta Melayu Festival 2014

Menyatukan Partitur Nyaris Koyak

| dilihat 3581

Bang Sem

AKARPADINEWS.COM |  Ketika musik tak berhenti hanya sebagai musik, melainkan sebagai pengucapan artikulasi pesan-pesan yang mengekspresikan dimensi kemanusiaan dan ritme sosiologis, menjadikan kita sungguh sebagai bagian dari musik itu sendiri. Begitulah kesan yang terekam, selepas menyaksikan pergelaran elok Jakarta Melayu Festival (JMF) 2014 di Jakarta Theatre – Pusat Kesenian Jakarta – Taman Ismail Marzuki, Jum’at (22/8) malam.

Perhelatan yang digelar Gita Cinta Production pimpinan Geisz Chalifah yang aktivis, itu dinikmati oleh penonton dengan beragam latar. Ada politisi, dosen, aktivis, kolumnis, budayawan, mahasiswa, bankir, dan entrepeneur.

Musik Melayu sebagai telangkai ragam musik Nusantara yang membebaskan dirinya dari batas wilayah negara, itu merupakan salah satu pesona eksotisme Nusantara, sebagai ekspresi bangsa yang pernah disebut sebagai ‘bangsa yang hilang dan hadir kembali.’

Ketika penyanyi Nong Niken Astri mengawali pergelaran JMF dengan tembang Negeri Laskar Penyanyi, sound track film yang menghentak dengan ritme gembira, optimistik, dan mengekspresikan sukacita, terasa kita selalu punya asa untuk merayakan kemanusiaan secara beradab. Nong dengan power vocal yang pas dengan garapan komposisi musik Anwar Fauzi meresonansi ruh musik melayu sebagai ekspresi human sensing yang terindukan selama ini.

Tema, “melayu menyatukan,” diserap beberapa sahabat yang sengaja datang dari Kuala Lumpur untuk menyaksikan pergelaran JMF malam itu. Darmansyah dan Nong berhasil menghantarkan tembang Melayu silam bertajuk Selasih, sebagai ‘opening tune’ penelangkai tembang ‘Negeri Lasykar Pelangi’ sebagai ‘opening theme.’

Tembang itu berpadu padan dengan tembang “Cintai Aku Karena Allah” yang ditembangkan Novi Ayla yang megajak audiens memaknai kembali hakekat cinta sebagai ruh kemanusiaan yang harus diekspresikan dengan keikhlasan. Novi juga mendendangkan “Badarsila,”  yang relevan dengan situasi batin belakangan hari di Thailand, Malaysia, Indonesia dan Filipina. Keresahan yang terukai akibat gebalau politik.. Dan Novi dengan pesona khasnya mendendang, “Suara kau dengarkanlah, kesumaku merintih duka, Wasilahmu menyentuh jiwa, Restumu bagaikan bermimpi.”

Terutama, ketika gebalau riuh kehidupan sosial, telah menyebabkan sebagian kita tenggelam dalam gelombang perubahan yang terbayangkan sebelumnya di hari lalu. Perubahan itu, mengusik sebagian kita, memprtanyakan dimensi harmoni dalam skala lebih besar. Retrospeksi itu, terungkap lewat suara Duo Shahab, dalam lirik yang mengusik : Dengarlah kisah orang yang ditinggal jauh, hati merana jiwa pun merasa lusuh. Bantal dan tilam basah karena air mata, tak tahan hati di mabuk cinta..

Tembang yang didendangkan Duo Shahab, seolah ingin mengingatkan kita pada realitas, kita baru saja akan memasuki masa: Menjelang diri dimabuk rindu, antara hati dan jantung kau bertahta, bagai mahkota bertabur permata.

Diam-diam saya menggumamkan syair lanjutannya, “Ooo.. kau lupakan, janji suci, sumpah murni kau ucapkan. Kini (kelak) kau jauh sungguh di seberang laut nan biru.” Bila kemarin kita berseteru hanya untuk memaknai syair, “Aku terima segala, ooo.. hukum (adat) di tangan Anda. Jangan segan segera putuskan.” Akankah kelak kita melanjutkan syair tembang itu? “Akulah korban dari segala derita, kesal dan sesal selalu bersarang di dada.”

Akan haruskah kita mendendang tembang Engkau Laksana Bulan, yang diekspresikan Uma Tobing dengan varian tone dan vibrasi yang bertingkah elok dengan paduan rebana, string, dan accordeon yang dimainkan apik oleh anak-anak muda yang konsisten mengekspresikan partitur. Berpadu padan dengan kepekaan instink Hendri Lamiri menggesek biolanya dan Butonk memberi aksen lewat accordeon-nya.

FMJ menjadi jenaka ketika rentak Melayu mengundang hentak lewat sajian Duo Shahab dengan irama joget dan performa Darmansyah menyajikan Apa Dah Jadi, gubahan SM Salim yang berkisah tentang bujang lapuk terkendala cinta, tak jadi-jadi berjodoh. Persis, seperti kita sering banyak mempunyai kandidat pemimpin, namun tak cukup berjodoh memilih yang paling pas. Lalu, tak selesa (nyaman) berujar, “ Aihh.. melepas lah lagi.”

Terutama, karena seperti pesan dalam tembang yang dilantun Nong Niken, Cinta Hampa, gubahan M. Thahar: “Ibarat air di daun keladi, walaupun tergenang tetapi tak meninggalkan kesan.” Meski berkoalisi, tapi tak juga berintegrasi hati. Seperti begitu banyak lagu ciptaan Mashabi, Husein Bawafie, P. Ramlee, Said Effendi, Thahar, dan melayu lama yang selalu mengusik kita untuk bercermin.

Fadli (Padi) mengingatkan kita lewat Ati Raja untuk memberi artikulasi pada prinsip ati macinnong, untuk selalu tahu diri dan mampu mengkaji diri. Karena, seperti ungkap Raffly Kande dalam tembangnya Tamsil Perahu yang digubah dari syair Hamzah Fansuri, tubuh kita ibarat perahu, terempas gelombang tapi tetap melaju ke pulau asa. Yakni, pulau di mana Saleum diwujudkan, keselamatan dan persaudaraan dibangunkan.

Bila semua itu disadari sebagai bagian dari kontemplasi, semua dendang Amigos Band dalam rentak irama hidup gembira kelak boleh diwujudkan. Sukses FMJ.. Geisz dan Gita Cinta production telah membuktikan, musik melayu merupakan artikulasi insani sepanjang masa..  JMF 2014 menyatukan partitur kemanusiaan dan kebangsaan yang nyaris terkoyak. Dan, bangsa ini boleh berdendang Yale.. Yale, seperti dieendang Uma Tobing, menggembirakan hidup... Tabik ! |

Editor : Web Administrator
 
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1180
Rumput Tetangga
Selanjutnya
Humaniora
02 Apr 24, 22:26 WIB | Dilihat : 512
Iktikaf
31 Mar 24, 20:45 WIB | Dilihat : 1041
Peluang Memperoleh Kemaafan dan Ampunan Allah
24 Mar 24, 15:58 WIB | Dilihat : 261
Isyarat Bencana Alam
16 Mar 24, 01:40 WIB | Dilihat : 735
Momentum Cinta
Selanjutnya