Pementasan Pesta Maling

Skenario Licik Para Maling

| dilihat 3255

AKARPADINEWS.COM | MALING tidak mengenal strata. Ada maling kelas teri, ada juga maling kelas kakap. Maling kelas teri banyak bertebaran di jalan-jalan. Mereka bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk mencuri barang atau mencopet dompet orang. 

Sementara yang kelas kakap adalah maling yang berpenampilan parlente, berdasi, beraroma wangi, dan berlatarbelakang intelektual tinggi. Mereka yang umumnya punya jabatan itu, pintar menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingannya sendiri. Mereka adalah para koruptor yang menggasak uang rakyat.

Para maling itu piawai melakoni peran. Saat ditangkap aparat, dengan segala retorika--kadang kala bersumpah atas nama Tuhan, meraka mengklaim, tidak melakukan korupsi. Di pengadilan, mereka pun berperan laksana orang yang teraniaya. Tetapi, fakta menunjukan betapa maruknya mereka. Penjara dan sanksi sosial layak mereka terima.

Modus dan aksi para maling itu yang kemudian dikemas dalam bentuk komedi satir yang disuguhkan dalam pertunjukan Pesta Maling yang dipentaskan Teater Tjelah di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Selasa, 24 Mei 2016 lalu. Bambang Isworo, sutradara, mengangkat lakon ini naskah asli Pesta Pencuri dari terjemahan Bahasa Indonesia oleh Asrul Sani (1986).

Lakon asli ini berjudul Le Bal des Voleurs (1938), karya seorang Play Wright asal Prancis, Jean Anouilh. Diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris oleh Lucienne Hill menjadi Thieves’ Carnival (1952). Naskah Jean Anouih ini sangat populer di Indonesia dan banyak kelompok teater yang mementaskannya.

Pesta Maling diadaptasi kembali oleh Bambang dalam pertunjukan yang lebih cair dan sesuai realitas di Indonesia. Bentuk artistik panggung dikreasikan sangat sederhana. Panggung berlatar kain putih dan sebuah level berada di sudut belakang panggung yang digunakan untuk pemusik.  

Adegan dibuka oleh pesta para maling yang disertai musik dan tarian khas Sunda. Pakaian para aktor menggunakan pakaian khas masyarakat urban yang glamor, hampir di seluruh pertunjukan. Selain berbaur komedi, pertunjukan ini juga mengisahkan banyaknya maling di berbagai lini dalam kehidupan masyarakat saat ini.

Dikisahkan, tiga maling jalanan diperankan Awan Sanwani, Lili Sudabra, dan Lucky Moniaga. Mereka mengincar harta seorang nyonya kaya raya bernama Miranda yang diperankan Ani Surestu.

Ketiga maling itu melakukan penipuan terhadap Miranda dengan berpura-pura sebagai anggota parlemen yang disegani. Salah satu di antara ketiganya mengaku sebagai ketua komisi. Sementara duanya menjadi kroninya. Miranda yang kaya raya ini juga memiliki dua orang keponakan yang gaya hidupnya glamor dengan harta warisan yang melimpah.

Melalui perkenalan singkat, Miranda mengajak ketua pencuri itu untuk menginap di rumahnya yang megah. Dua pencuri itu berusaha mengajak keponakan Miranda berkencan. Lalu, berpacaran sehingga bisa leluasa menguasai harta nyonya dan ke dua keponakannya. Tetapi, di rumah itu terdapat persaingan. Dua pencuri lain yang berpura-pura sebagai pebisnis sukses juga mengincar harta Miranda dan dua keponakannya.

Akhirnya semua terungkap setelah para maling tersebut menghadiri pesta kostum kriminal. Bagus, salah seorang pencuri, kabur bersama salah seorang keponakan Miranda. Lukisan dan patung perunggu pun diboyongnya. Sang keponakan rupanya jatuh cinta dengan Bagus.

Dia memilih melarikan diri dan hidup bersama pencuri. Selanjutnya, Miranda menuduh ayah dan anak yang berpura-pura sebagai pebisnis sukses telah mengelabuinya  dan mencuri barang-barangnya. Miranda pun melaporkan ulah keduanya ke polisi. Kedua pencuri itu pun ditangkap.  sehingga dilaporkan dan ditangkap polisi.

Pencuri yang menyamar sebagai anggota parlemen mulai kalang kabut. Dia sendiri tidak mendapatkan apa-apa dari rencana jahat yang dijalannya. Miranda rupanya menjadi target sasaran, diintai pula hartanya oleh seorang pencuri. Dan, harta yang dia dapatkan dari hasil pencurian, akhirnya terselamatkan.

Pertunjukan selama dua jam in menarik ditonton. Karena, selain dikemas secara komedi, pertunjukan itu juga menyampaikan sisi-sisi yang menyentak kesadaran. Seperti penggalan salah satu dialog, "Tipu daya tumbuh di tanaman kita, liar sekali.”

Permainan para aktor senior juga cukup mumpuni dan dinamis. Hanya saja, masih terasa pembesaran tubuh dalam aktingnya. Penguasaan ruang di Teater Jakarta yang sangat luas, membuat para aktor rada keteteran. Pertunjukan menjadi terlihat apa-adanya. 

Konteks tema tentang maling juga kurang menyentuh persoalan maling uang rakyat yang masih massif terjadi di negara ini. Korupsi telah memiskinkan rakyat dan merusak sendi-sendi kehidupan di negara ini. Namun, pertunjukan ini layak diapresiasi karena menghibur, sekaligus mengingatkan akan liciknya maling. Waspadalah, maling ada di mana-mana!

Ratu Selvi Agnesia

Editor : M. Yamin Panca Setia
 
Ekonomi & Bisnis
05 Apr 25, 17:48 WIB | Dilihat : 394
China Serang Balik Kebijakan Tarif Trump
05 Apr 25, 09:03 WIB | Dilihat : 422
Pemodal Asing Dunia Bakal Melawan Keputusan Tarif Trump
04 Apr 25, 09:54 WIB | Dilihat : 396
Tarif Trump Menekan Ekonomi ASEAN
27 Okt 24, 17:53 WIB | Dilihat : 1427
Pencapaian Industri Halal Malaysia
Selanjutnya
Humaniora