Konflik Selalu Bayangi Liga Indonesia

| dilihat 2181

AKARPADINEWS.COM| Sabtu, 4 April 2015, Liga Indonesia 2015-2016 resmi bergulir. Meski telah berganti nama dari Indonesia Super League (ISL) menjadi Qatar National Bank (QNB) League, Liga Indonesia masih menyimpan sekelumit permasalahan.

Perselisihan masih membayangi Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI), Federation Internationale de Football Association (FIFA), PT Liga Indonesia, dan Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI). Keempat institusi yang mengurusi sepakbola itu masih saja saling berseteru mengenai legalitas klub hingga kontroversi pelaksanaan QNB musim 2015-2016.

Kisruh diawali dari keputusan BOPI yang tidak meloloskan Arema Cronus dan Persebaya Surabaya mengikuti QNB League musim ini. Dua tim itu dianggap tidak memenuhi aspek legalitas klub. Badan di bawah Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) itu bersikeras hanya ada 16 klub yang berhak mengikuti QNB League. Minus Arema Cronus dan Persebaya Surabaya.

Sebelumnya, diketahui jika Arema Cronus dan Persebaya Surabaya masih memiliki permasalahan terkait dualisme kepemilikan klub. BOPI mempertanyakan aspek legalitas dan transparasi dari kedua klub yang hingga kini dianggap belum tuntas dan belum memenuhi verifikasi.

Namun, otoritas pelaksana kompetisi, PT Liga Indonesia berpendirian lain. Mereka bersikeras ingin menggelar kompetisi dengan jumlah peserta 18 klub, bukan 16 klub seperti yang direkomendasi dan diperbolehkan BOPI. PSSI juga sama. Badan tertinggi olahraga sepak bola Indonesia itu menegaskan, wewenang dan keputusan hanya dimiliki institusi yang diakui FIFA. Bukan BOPI yang sebenarnya hanya lembaga di bawah Kemenpora.

PSSI dan PT Liga Indonesia menilai BOPI telah melakukan intervensi berlebihan. Mereka mengacu kepada statuta PSSI dan FIFA yang melarang intervensi pihak lain atau pihak ketiga (dalam hal ini BOPI) di dalam penyelengaraan kompetisi sepak bola.

Atas respons tersebut, pemerintah merasa BOPI mempunyai wewenang berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional,  PP No. 16 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan, dan Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga No. 0009 Tahun 2015 tentang BOPI.

Maka jelas bahwa PT Liga Indonesia, PSSI, dan BOPI dari sisi pemerintah tidak saling kooperatif. Muaranya, gelaran Liga Indonesia yang seharusnya bergulir pada 20 Frebruari lalu diundur selam kurun waktu dua minggu. Permasalahan ini pun memancing perdebatan di kalangan pencinta sepakbola Indonesia.

Kemudian, persetuturan domestik ini berlanjut hingga taraf internasional. Pada pertangahan Februari lalu, PSSI sempat mengadu ke FIFA soal penundaan kompetisi ini. FIFA seperti yang dilansir Reuters, memerintahkan PSSI tidak menggubris intervensi yang dilakukan pemerintah.

Namun, Kemenpora tidak tinggal diam. Selaku institusi tertinggi yang mewadahi kegiatan olahraga di Indonesia, Kemenpora merasa pihak paling berwenang dalam hal pengambil keputusan. Kemenpora ternyata mengirim surat ke Presiden FIFA Sepp Blatter mengenai hasil verifikasi BOPI.

Keterangan resmi yang diliris Kemenpora, surat setebal dua halaman beserta lampiran rekomendasi BOPI itu ditembuskan ke Menteri Luar Negeri RI, Duta Besar RI di Swiss, Presiden AFC, Ketua umum PSSSI, dan Sekjen FIFA Jerome Valcke.

"Bahwa Kemenpora sama sekali tidak ada maksud untuk merintangi ataupun menggagalkan kompetisi 2015 dan juga sama sekali tidak ada unsur politik atau bentuk campur tangan sedikitpun. Sebagaimana disebutkan pada Pasal 13 dan juga Pasal 17 dari Statuta FIFA,” ujar Gatot S. Dewa Broto, Kepala Humas Kemenpora, seperti dikutip dari situs Kemenpora.

Pada dasarnya, FIFA memang mempunyai aturan khusus yang menunjuk asosiasi sepak bola negara tertentu untuk tidak diintervensi pemerintah. Dalam hal ini, pemerintah adalah pihak ketiga. Aturan ini merupakan bagian dari bentuk statuta FIFA pasal 13 huruf J dan pasal 17 angka 1.

Jika aturan FIFA tersebut dilanggar, asosiasi, dalam hal ini PSSI, akan dikeluarkan dari federasi FIFA dan paling parah tidak akan bisa mengikuti agenda atau pertandingan sepak bola bertaraf internasional.

Pada akhirnya, toh PT Liga Indonesia sebagai operator pelaksana kompetisi dan PSSI jalan terus dengan menyertakan 18 klub termasuk Arema Cronus dan Persebaya kick off pada 4 April lalu. Buntutnya, BOPI meradang dan tidak merekomendasikan pertandingan Arema Cronus melawan Persija. Kedua klub ini terancam akan bertanding tanpa kawalan keamanan dari pihak polisi.

Di luar keadaan carut marut institusi sepak bola tanah air, ternyata sportivitas tetap tersaji indah saat laga Persija melawan Arema Cronus yang berakhir seri 4-4. Meski BOPI tidak memberikan rekomendasi izin kemananan, akhirnya berkat inisiatif Polda Jatim, pertandingan ini digelar dan dikawal pengamanan penuh.

Sebenarnya, khusus Arema Cronus dan Persija Jakarta, tanpa pengawalan keamanan sekalipun dirasa pertandingan akan berakhir aman-aman saja. Mengingat, kedua suporter klub ini mempunyai sisi historis yang baik. Kedua suporter, baik Aremania dan Jack Mania dikenal dengan persahabatan dan sikap saling menghormati.

Kembali pada kisruh lembaga-lembaga sepak bola Indonesia dengan BOPI di sisi  Kemenpora. Jika menilik siapa yang sebenarnya mempunyai hak dan siapa pematuhnya, masing-masing mempunyai peran yang sama. Hanya saja, tumpang tindih hak dan kewenangan di antara badan-badan tersebut memicu akar permasalahan ini menjadi lebih besar.

PT Liga Indonesia merasa bertanggung jawab atas rancangan jadwal pertandingan yang kemudian harus dipatuhi oleh semua klub peserta. Dan, seluruh klub tentu tidak mau merugi atas semua nilai finansial yang telah diinvestasikan kepada PT Liga Indonesia. Sisi lain, para peserta klub juga tidak ingin mendapat sanksi dari PSSI jika tidak mematuhi regulator QNB League, yakni PT Liga Indonesia.

Namun, perlu diketahui juga posisi penting BOPI selaku pengawas kegiatan olahraga di tanah air. Walau baru seumur jagung, BOPI berhak memverifikasi semua aspek legalitas klub. Karena pada dasarnya, kegiatan olahraga nasional khasnya sepak bola, perlu menyertakan prosedur administrasi yang transparan. Dan, sebagai klub olahraga profesional, sejatinya harus mempunyai badan hukum yang jelas.

Khusus Arema Cronus dan Persebaya Surabaya, idealnya mereka harus menyelesaikan semua persoalan legal terkait dualisme kepemilikan klub terlebih dahulu. Caranya adalah menyelesaikan permasalahan internal yang seharusnya dilakukan manajemen klub pada saat jeda pemunduran QNB League pada 20 Februari lalu.

Di luar statuta FIFA, organisasi tertinggi sepak bola internasional ini juga terlalu gegabah karena memutuskan untuk ikut campur tangan tanpa penyelidikan dan konsultasi terlebih dahulu kepada lembaga-lembaga yang mewakili persepakbolaan Indonesia.

Di samping FIFA, Kemenpora juga harus membuat tindakan penyelesaian tepat sasaran. Seharusnya, Kemenpora memastikan agar aturan PSSI sesuai dengan regulasi FIFA. Kemenpora juga harus mendorong pembentukan dewan penyelesaian peselisihan sepakbola nasional di Indonesia.

Terkait sikap nekat PT Liga Indonesia beserta PSSI, siang ini (6/4) Kemenpora diminta melakukan dengar pendapat bersama Komisi X DPR. Besar kemungkinan, dalam rapat tersebut akan diketahui bagaimana sikap Menpora setelah diacuhkan induk cabang olahraga yang ada di bawahnya.

Melihat tumpang tindih regulasi dan wewenang yang tidak berkesudahan seperti ini, publik sepak bola layaknya bisa mencermati permasalahan dengan jernih dan senantiasa berharap kualitas sepak bola di Indonesia tetap menyuguhkan permainan indah, di luar kisruh yang terjadi di lembaga-lembaga tinggi persepakbolaan tanah air.

Adhimas Faisal

Editor : M. Yamin Panca Setia
 
Energi & Tambang
Ekonomi & Bisnis
03 Apr 24, 04:18 WIB | Dilihat : 417
Pertamina Siap Layani Masyarakat Hadapi Lebaran 2024
12 Mar 24, 10:56 WIB | Dilihat : 535
Nilai Bitcoin Capai Rekor Tertinggi
02 Mar 24, 07:41 WIB | Dilihat : 390
Elnusa Bukukan Laba 2023 Sebesar Rp503 Miliar
Selanjutnya