Musik

Membawa Jazz Masuk dalam Pikiran Awam

| dilihat 1802

AKARPADINEWS.COM | Musik adalah bahasa universal yang dapat dinikmati siapa saja. Namun, musik terbelah ketika masuk ke ranah industri, karena tuntutan pasar dan selera pasar. Khasnya, Jazz.

Musik yang mulanya sebagai ekspressi negro redliner di New Orleans - Amerika Serikat, itu berkembang sebagai musik kamar dan musik panggung sejak diusung oleh Louis Amstrong dan kawan-kawan.. Ruangnya di industri musik masih sempit.

Jazz tidak sepopuler musik lainnya, kendati kaya ragam, karena bisa beradaptasi dengan berbagai musik tradisi dan lokal di berbagai belahan dunia.

Seorang profesor musik di Columbia University, John F. Szwed, dalam buku berjudul 101 A Complete Guide to Learning Jazz menulis, “Musik jazz adalah medium bagi musisi yang selalu berimprovisasi. Mereka membuat musik yang amat berbeda di luar musik kebanyakan.”

Kata John F. Szwed, “Karena improvasi-improvasi itu, jazz cenderung menghasilkan musik yang rumit, sehingga menjauh dari telinga para pendengar musik umum. Jazz kemudian dianggap musik yang sulit dan hanya bisa dinikmati oleh kalangan tertentu.”

Stigma jazz sebagai musik rumit dan sulit dimengerti masih melekat di pandangan banyak orang, meskipun merupakan bagian dari budaya pop.  Meskipun begitu, perlahan jazz mendapatkan tempatnya di hati para pencinta musik. Khususnya di Indonesia.

Lantas, bagaimana bisa memperkenalkan musik yang rumit itu, hingga bisa dinikmati orang banyak?

Beberapa tahun terakhir, perkembangan musik jazz di Indonesia cukup pesat, ditandai oleh makin bertambahnya jumlah musisi yang menerbitkan album jazz. Konser musik jazz bertaraf internasional dengan banyak penonton juga digelar. Sebenarnya, situasi ini merupakan anomali. Saat industri musik nyaris runtuh melawan pembajakan, musik jazz justru berkembang.

Adib Hidayat, Pemimpin Redaksi Majalah Rolling Stone Indonesia, mengatakan, “Jazz bukanlah musik yang sempit. Sekarang, jazz justru jadi barang dagangan.” Pada acara Diskusi Musik Jazz dan Anak Muda di Komunitas Salihara (Rabu, 11/2), Adib menyebut, “Perhelatan musik jazz internasional seperti Java Jazz Festival, kini menjadikan musisi-musisi pop sebagai bintang tamu.”

Java Jazz Fetival yang bertaraf internasional, meruntuhkan anggapan, bahwa jazz sebagai musik yang sulit dipedengarkan. Mereka sudah membuktikannya, dengan mengundang musisi pop idola penonton musik lintas usia.  Menurut situs resmi Java Jazz Festival, tahun ini mereka akan mendatangkan Jessie J dan Christina Perri untuk tampil di panggung utama. Java Jazz Festival sendiri pernah memecahkan Rekor MURI sebagai acara musik terbesar di dunia.

Tidak hanya di Indonesia, ajang eksibisi dan sosialisasi jazz secara lebih populer juga dilakukan di berbagai belahan dunia. Pada ajang itu dihadirkan musisi beken dan dari aliran musik berbeda. Montreux Jazz Festival tahun lalu menampilkan Stevie Wonder, Outkast, dan Massive Attack. Ketiga artis tersebut berasal dari tiga aliran berbeda dan mereka sama sekali bukan musisi jazz. Stevie Wonder, musisi pop Amerika.

Jika di industri musik, jazz tak tumbuh berkembang, di jalur konser jazz justru menemukan jalan perkembangannya. David Hutajulu, musisi folk indie Indonesia mengatakan, “Musisi jazz harus membentuk DNA jazz mereka sendiri. Ini penting karena menyangkut identitas bermusik.”

Kepada Akarpadinews.com, David mengatakan, “Jika orisinalitas mereka sudah terbentuk, maka dengan sendirinya musik mereka dikenal.” Alternatif lain bagi musisi jazz, di luar idealisme, menurut David, adalah menggabungkan musiknya dengan warna pop. “Tujuannya agar ramah dengan industri,” ungkap musisi yang akan konser ke beberapa negara Eropa bersama band-nya Malaidialum, itu.

Saat ini, band-band beraliran jazz di Indonesia, sebenarnya tidak memainkan jazz yang seutuhnya., Maliq and D’Essential menggabungkan jazz dengan unsur-unsur pop, dengan porsi jazz selalu lebih sedikit dibandingkan unsur popnya. Seperti itulah, jazz juga ramah k’awin dengan RnB, bahkan metal sekalipun. Jauh sebelumnya, musisi jazz Indonesia, seperti Ireng Maulana dan kawan-kawan mengangkat tembang-tembang tradisional daerah dalam pergelaran musik jazz-nya.

Jadi, sekarang persoalannya bukan bagaimana jazz dikonsumsi melalui pertunjukan-pertunjukan bertaraf internasional atau membuat musik yang lebih kreatif dan inovatif. Melainkan, bagaimana membawa jazz masuk ke dalam pikiran penikmat musik awam. Dengan begitu,  khalayak akan tambah menyukai jazz. | Adhimas Faisal

Editor : Web Administrator
 
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1253
Rumput Tetangga
Selanjutnya
Sainstek
01 Nov 23, 11:46 WIB | Dilihat : 1003
Pemanfaatan Teknologi Blockchain
30 Jun 23, 09:40 WIB | Dilihat : 1225
Menyemai Cerdas Digital di Tengah Tsunami Informasi
17 Apr 23, 18:24 WIB | Dilihat : 1493
Tokyo Tantang Beijing sebagai Pusat Data Asia
12 Jan 23, 10:02 WIB | Dilihat : 1643
Komet Baru Muncul Pertama Kali 12 Januari 2023
Selanjutnya