Komet Baru Muncul Pertama Kali 12 Januari 2023

| dilihat 1481

Sebuah komet yang baru ditemukan akan segera muncul di langit malam untuk pertama kalinya dalam 50.000 tahun. Wartawan CNN Ashley Strickland melaporkan (Selasa, 10/1/23).

Komet tersebut untuk pertama kali ditemukan pada 2 Maret 2022 oleh para astronom yang menggunakan kamera survey bidang lebar Zwicky Transient Facility di Observatorium Palomar, San Diego County, California - Amerika Serikat. Menurut NASA, komet tersebut melakukan pendekatan dengan matahari pada 12 Januari 2023.

Komet yang dinamakan C/2022 E3 (ZTF), ini memiliki orbit mengelilingi matahari yang melewati bagian terluar tata surya. Itulah sebabnya, menurut The Planetary Society, mengapa komet ini menempuh perjalanan yang begitu panjang - dengan waktu yang lama - untuk kembali mampir ke Bumi.

EarthSky seperti dikutip CNN mengemukakan, pengamat langit di Belahan Bumi Utara yang menggunakan teleskop dan teropong harus melihat rendah di cakrawala timur laut tepat sebelum tengah malam untuk melihatnya pada 12 Januari.

Objek langit es, yang benderang saat mendekati matahari, selanjutnya akan melakukan lintasan terdekatnya dengan Bumi antara 1 Februari dan 2 Februari, sekitar 26 juta mil (42 juta kilometer) jauhnya. Saat komet mendekati Bumi, para pengamat akan dapat melihatnya di dekat bintang terang Polaris, yang juga disebut Bintang Utara, dan akan terlihat lebih awal di malam hari.

NASA mengemukakan, para pengamat langit di belahan Bumi utara dapat mengamati komet tersebut, karena akan terlihat melalui teropong di langit pagi hampir sepenuh bulan Januari dan mereka yang berada di belahan Bumi selatan dapat menyaksikannya pada awal Februari.

Terlihat Langsung

Bahkan dikemukakan, komet C/2022 E3 (ZTF) mungkin akan terlihat oleh mata secara langsung, di langit gelap menjelang akhir Januari. Tergantung pada seberapa terang komet tersebut dalam beberapa minggu mendatang,

Komet ini dapat dibedakan dari bintang-bintang dengan ekor debu dan partikel berenergi yang melesat, serta koma hijau bercahaya yang mengelilinginya. Koma adalah selubung yang terbentuk di sekeliling komet saat melintas dekat matahari, menyebabkan esnya mengalami sublimasi, atau langsung berubah menjadi gas. Hal ini menyebabkan komet terlihat kabur ketika diamati melalui teleskop.

Keberadaan komet, termasuk komet baru, penting maknanya bagi kehidupan semesta, termasuk manusia di dalamnya.  Nancy Atkinson dalam  artikelnya yang dipublikasi Universe Today (18/8/2015) mengemukakan, banyak bukti yang menunjukkan, bahwa komet sangat mungkin membawa kehidupan ke Bumi.

Atkinson mengemukakan tentang gagasan panspermia - bahwa bukanlah hal baru, kehidupan di Bumi berasal dari komet atau asteroid yang membombardir planet kita. Tapi penelitian baru mungkin telah memberikan dorongan pada teori tersebut.

Para ilmuwan dari Jepang mengatakan eksperimen mereka menunjukkan bahwa dampak komet awal bisa menyebabkan asam amino berubah menjadi peptida, menjadi blok bangunan pertama kehidupan. Hal ini tidak hanya akan membantu menjelaskan asal mula kehidupan di Bumi, tetapi juga bisa berimplikasi pada kehidupan di dunia lain.

Haruna Sugahara, dari Badan Jepang untuk Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kelautan-Bumi di Yokahama, dan Dr. Koichi Mimura, dari Universitas Nagoya, seperti dikutip Atkinson, mengatakan mereka melakukan "eksperimen kejutan pada campuran beku asam amino, es air dan silikat (forsterit) pada kondisi kriogenik (77 K)."

Evolusi Kimiawi

Dalam makalahnya, dua ilmuan astronom tersebut mengemukakan, "Dalam percobaan, campuran asam amino beku disegel ke dalam kapsul... propelan vertikal digunakan untuk [mensimulasikan] guncangan benturan."

Mereka menganalisis campuran pasca-benturan dengan kromatografi gas, dan menemukan bahwa beberapa asam amino telah bergabung menjadi peptida pendek hingga 3 unit panjang (tripeptida).

Berdasarkan data eksperimental, para peneliti dapat memperkirakan bahwa jumlah peptida yang dihasilkan akan sama dengan yang diperkirakan dihasilkan oleh proses terestrial normal (seperti badai pencahayaan atau siklus hidrasi dan dehidrasi).

"Temuan ini menunjukkan bahwa dampak komet hampir pasti memainkan peran penting dalam mengantarkan benih kehidupan ke Bumi awal," kata Sugahara. "Ini juga membuka kemungkinan bahwa kita akan melihat evolusi kimiawi serupa di benda-benda luar angkasa lainnya, dimulai dengan peptida yang berasal dari komet."

Fosil paling awal yang diketahui di Bumi berasal dari sekitar 3,5 miliar tahun yang lalu dan ada bukti bahwa aktivitas biologis terjadi lebih awal lagi. Tapi ada bukti bahwa Bumi awal hanya memiliki sedikit air dan molekul berbasis karbon di permukaan Bumi, jadi bagaimana blok bangunan kehidupan ini bisa dikirim ke permukaan Bumi begitu cepat? Ini juga terjadi pada masa Late Heavy Bombardment, dan jawaban yang jelas adalah tabrakan komet dan asteroid dengan Bumi, karena objek-objek ini mengandung persediaan air dan molekul berbasis karbon yang melimpah.

Misi luar angkasa ke komet membantu mengkonfirmasi kemungkinan ini. Misi Stardust 2004 menemukan asam amino ketika mengumpulkan partikel dari Komet Wild 2. Ketika pesawat ruang angkasa Deep Impact NASA menabrak Komet Tempel 1 pada tahun 2005, ia menemukan campuran partikel organik dan tanah liat di dalam komet.

Tantangan Abad 21 Generasi Baru

Salah satu teori tentang asal-usul kehidupan adalah bahwa partikel tanah liat berfungsi sebagai katalisator, memungkinkan molekul organik sederhana tersusun menjadi struktur yang semakin kompleks.

Misi Rosetta ke komet 67P/Churyumov-Gerasimenko juga mengindikasikan bahwa komet merupakan sumber material yang kaya, dan lebih banyak penemuan yang mungkin akan datang dari misi tersebut.

Seberapa besar pengaruh komet C/2022 E3 (ZTF), ini bagi kehidupan di dunia saat ini? Para ilmuan dan astronom sedang menelitinya. Namun begitu, keberadaan komet-komet baru di angkasa raya, relevan dengan tantangan abad 21 kini, yang diprediksi James Martin, ilmuan revolusioner dari Universitas Oxford - Inggris yang harus dijawab oleh generasi baru umat manusia.

Martin menyebut, generasi baru akan menghadapi tantangan besar dalam hal menyelamatkan Bumi. Pemenang anugerah jurnalistik Pulitzer Prize, itu mengemukakan pandangannya pada tahun 2007, yang mengingatkan perubahan kemampuan manusia  mengelola Bumi dengan baik, yang akan masuk dalam instrumen mikro dan memberi banyak data ke jaringan komputer.

Martin dan timnya dari Institut Sains dan Peradaban Oxford yang dibangunnya, mendapatkan sejumlah besar informasi tentang planet yang terhubung ke model komputer. "Iklim planet ini akan berubah," ungkapnya.

Ia juga mengingatkan tentang tantangan besar melindungi biosfer. Menurut penelitian Martin dan tim, kita kehilangan spesies tumbuhan dan hewan. Banyak spesies yang terancam punah dapat dilindungi dengan mengidentifikasi dan melestarikan "titik-titik panas" - tempat-tempat dengan kepadatan spesies terancam punah. "Saat ini, 90 persen ikan edible di lautan telah tertangkap. Kawasan perlindungan laut yang dirancang dengan baik dapat membantu memulai pemulihan yang lambat. Hukum dibutuhkan untuk mengisi (kembali) lautan yang habis," ungkapnya dalam buku populer bertajuk, "The Meaning of the 21st Century: A Vital Blueprint for Ensuring Our Future." | delanova, masybitoch, sharia

Editor : delanova | Sumber : CNN, UNIVERSETODAY, stargazMilan
 
Budaya
09 Des 23, 08:03 WIB | Dilihat : 633
Memaknai Maklumat Keadaban Akademi Jakarta
02 Nov 23, 21:22 WIB | Dilihat : 782
Salawat Asyghil Menguatkan Optimisme
12 Okt 23, 13:55 WIB | Dilihat : 750
Museum Harus Bikin Bangga Generasi Muda
Selanjutnya
Humaniora
24 Mar 24, 15:58 WIB | Dilihat : 99
Isyarat Bencana Alam
16 Mar 24, 01:40 WIB | Dilihat : 515
Momentum Cinta
12 Mar 24, 01:26 WIB | Dilihat : 524
Shaum Ramadan Kita
09 Mar 24, 04:38 WIB | Dilihat : 444
Pilot dan Co Pilot Tertidur dalam Penerbangan
Selanjutnya