Keluarga Indonesia Perlu Nonton Film Chrisye

| dilihat 3356

“Sudah sangat lama saya tidak menonton film Indonesia. Kemarin, saya menonton film Chrisye. Bagus film ini. Banyak pelajaran hidup yang sangat berharga. Saya anjurkan kepada siapa saja untuk menonton film ini,” cetus Afni Achmad, mantan anggota DPR RI, usai menonton film Chrisye arahan Rizal Mantovani di Metropole Theatre, Sabtu: 2 Desember 2017.

Afni yang juga mantan aktivis mahasiswa 70-an, dan dikenal bersikap tegas, itu mengemukakan, film yang dibintangi Vino G. Bastian dan Velove Vexia ini, menjadi katarsis menarik di tengah gebalau dinamika kehidupan sosial kita yang nyaris kehilangan nilai.

“Film ini menyentuh sisi manusiawi keindonesiaan, keislaman, dan kebangsaan kita, walaupun hanya bicara tentang kehidupan Chrisye sebagai sesosok manusia yang mengalami proses pematangan spiritual. Padahal almarhum Chrisye hidup di tengah dunia glamour para selebritas,” ujar mantan dosen ISTN (Institute Sains dan Teknologi Nasional) – Jakarta itu.

Akan halnya Ade Adam Noch, mantan aktivis mahasiswa di Manado dan mantan Deputy BNP2TKI, yang tekun menyaksikan film ini sampai terdengar voice over suara asli Chrisye ketika sakit, menganjurkan siapa saja menonton film ini karena dua hal.

Pertama, “Ini film spiritual yang dikemas populer tapi sangat mendalam pesannya. Ringan. Enak ditonton. Inilah tontonan yang menuntun, tanpa sibuk dengan jargon,” ujar Ade. Kedua, ungkap Ade, film ini mengajak kita melihat sesuatu dengan cinta dan kejujuran. “Film ini mengajak kita berfikir positif, memandu nalar dan naluri kita untuk tidak mudah terjebak dengan friksi dan konflik, tetapi teguh dalam pendirian dan sikap,” sambungnya.

Ade tertarik dengan dialog Yanti Noor (Velove Vexia) dengan Chrisye (Vino) di ruang kerja Yanti di sanggar Guruh Soekarnoputra, ketika Yanti pamitan ingin salat dan Chrisye takjub dengan kejujurannya. Ketika itu Yanti menyatakan, kejujuran adalah modal hidup bagi manusia. “Dialog sederhana yang sangat mendalam isinya. Juga ketika Chrisye menyatakan cintanya kepada Yanti. Straight to the point. Tak ada rayu merayu dan basa basi, tapi tetap dalam etika,” ungkap Ade kemudian.

Tigor Sihite, Ketua Umum Perkumpulan UMA (Usaha Memajukan Anakbangsa) memandang, film ini mengalir begitu saja, mengurai proses spiritualitas Chrisye, sekaligus memberikan gambaran bagaimana sebagai manusia biasa, Chrisye mengalami kejenuhan, mengalami suasana batin yang dialektis. Dan di situ, Chrisye dipilih Tuhan menjadi medium untuk mendekatkan jarak antara manusia kreatif dengan Tuhan, Sang Maha Kreator. (Chrisye Film Religiomusikal yang Keren)

“Mengharukan sekaligus menyegarkan. Saya lihat, beberapa teman terharu dan menitikkan air mata. Bukan karena sedih, tetapi karena batin mereka tersentuh,” ungkap Tigor.

Netty Harahap seorang profesional saham mengemukakan, “Film Chrisye mengajak kita sebagai penonton menjadi bagian dari setiap adegan. Walaupun tidak semua pemain memerankan tokohnya dengan pas, tetapi Vino dan Velope berhasil menghadirkan perjuangan hidup Chrisye dan Yanti dengan baik.” 

Menurut Netty, sebagai perempuan, saya hormat dengan sikap Chrisye dan kagum dengan kemauan Yanti menerima kenyataan hidup dengan gembira. Itulah kebahagiaan, ketika suami dan isteri saling menguatkan satu dengan lainnya.”

Martha Kirana (Nana), isteri almarhum Surya – salah satu tokoh di film ini, yang menjadi sahabat spiritual Chrisye – tak bisa berkata banyak. Nampak, dia masih terharu menyaksikan sosok suaminya dengan Chrisye (Surya wafat beberapa waktu setelah wafatnya Chrisye).

Walaupun dalam film ini, sosok Surya terkesan serius dan kurang senyum, tak seperti sosok aslinya, yang selalu tersenyum setiap kali berbicara dan menjalani seluruh hidupnya, bagi Nana interaksi Surya dengan Chrisye dan Yanti terwakili dalam film ini. “Urang Banjar di Banjarmasin, Balikpapan, Samarinda, dan di mana saja, mesti nonton film ini,” ujar Nana.

Bagi Ferry Mursyidan Baldan, Ketua Komunitas Kangen Chrisye, penggemar dan sahabat Chrisye, banyak alasan mengapa film ini harus ditonton. “Sebagai sosok legenda yang sederhana di jagad seni dan hiburan Indonesia,  Chrisye sangat patut diteladani. Chrisye populer, beken, tetapi tetap rendah hati dalam keseharian,” ujar Ferry.

Dia memberi rasa hormat yang tinggi kepada Vino G Bastian dan Velove Vexia yang berhasil memerankan pasangan Chrisye dan Damayanti Noor. “Saya bangga dan bahagia sekali bisa menyaksikan film ini bersama dengan teman-teman saya. Film Chrisye menggambarkan kehidupan sang legenda ini begitu sangat mengena di hati, inilah yang membuat saya terharu hingga meneteskan air mata,” ujar Mantan Menteri Agraria dan Tata Ruang, yang juga penasehat Perkumpulan UMA, ini.

Menurut Ferry, Vino dan Velove berhasil menghadirkan sosok Chrisye dan Yanti dari realitas kedua ke realitas pertama, keseharian hidup kita. “ Performa kedua aktor dan aktris ini, membuat kita kerasa Chrisye ada di antara kita,” ujar Ferry.

“ Yuk nonton film ini.. kita akan mendapatkan sesuatu yang tak kita peroleh dari film apapun, dan kini kita perlukan untuk merawat bangsa ini dengan cinta,” ungkap Ferry, serius. “Kita dapat belajar banyak tentang bagaimana menyemai dan merawat cinta dan memetik keberanian hidup untuk selalu optimistis,” tuturnya lagi.

Banyak hal yang tak diketahui orang banyak tentang Chrisye, ada di film ini. Misalnya, bagaimana Chrisye membersihkan kamar mandi, sedangkan di layar televisi (pada saat yang bersamaan) tampil gambarnya sedang menyanyi dengan kostum yang glamor, menghibur pemirsa.

“ Film ini menggambarkan perjalanan hidup sang legenda dengan lika-likunya. Termasuk suasana mendebarkan, ketika tiba-tiba suara Chrisye hilang menjelang konser solonya,” jelas Ferry. Juga ketika Chrisye harus melakukan retake berulang kali, saat merekam lagu Ketika Tangan dan Kaki Berbicara, karena mengalami guncangan batin. Air matanya lebih dulu keluar dibanding suaranya.

Adegan ini, menurut Tique, seorang saintis asal Bordeux – Perancis Selatan, merupakan adegan yang puncak. Inilah klimaks film ini.

“Ini adegan paling menguras energi batin. Chrisye berwudhu dan salat, Yanti melakukan hal yang sama, ketika Chrisye tahu dari Taufik Ismail, lirik lagu itu merupakan tarjamah puitik surah Yaasin. Ada sesuatu di luar empirisma kita yang merasuk menjadi solusi kala manusia menghadapi jalan buntu,” ujar Tique. 

Bagi Geisz Chalifah, promotor dan maisenas musik Melayu yang juga mantan aktivis mahasiswa, sebagai film yang mengekspresikan perjalanan spiritual Chrisye film ini menarik ditonton. Tapi, Geiz kecewa, karena ketika dari rumah ke Metropole dia menyiapkan dirinya ingin menyaksikan film tentang perjalanan karir Chrisye di jagad musik Indonesia.

Geis tak melihat bagaimana proses kreatif dan interaksi kreatif Chrisye dengan Eros Djarot, Yockie, dan lain-lain. Karena dalam proses perjalanan karir Chrisye ada dinamika menarik sampai akhirnya Chrisye mencapai puncak karir sebagai legenda musik Indonesia. Geisz juga mengkritisi pesona kaum belia Jakarta dan spektrum Prambors yang mempengaruhi gaya hidup remaja Jakarta era 70-an dan 80-an yang hanya menjadi ilustrasi sampingan saja di film ini.

“Tapi, film ini perlu ditonton. Perjalanan spiritual Chrisye dan kepribadiannya, perlu diteladani,” ujarnya.

Demam film Chrisye yang akan ditayangkan serempak di bioskop mulai 7 Desember 2017 ini sudah merambah ke berbagai kota. Para pecinta Chrisye di Bandung, Surabaya, Makassar, Samarinda, Balikpapan, dan beberapa kota lainnya sudah menanti. Karenanya, Manajemen bioskop XXI perlu memberikan layar lebih banyak di berbagai kota itu. Minimal di 12 kota kunci.

“Kita tunggu di Bandung. Saya dan teman-teman sudah siap menonton,” ujar Jeehan. “Saya ingin melihat bagaimana proses spiritual membentuk kepribadian seorang bintang legendaris musik Indonesia yang tak tergantikan,” ujar Jeehan.

Benar kata Sofian Mile, mantan Bupati Luwuk Banggai, keluarga Indonesia perlu menonton film Chrisye. Sofian menonton film ini bersama isteri, anak, dan cucunya di Metropole.

Tampak juga menonton di bekas bioskop Megaria yang juga legendaris itu, sejumlah mantan aktivis kampus dan politisi: Darul Siska, Ambia B. Boestam, Yuyon Ali Fahmi, Lili Muflichun, Moh Bahri, Syahrir Lantoni, dan Ketua Masyarakat Energi Terbarukan (METI) Surya Darma yang baru tiba dari Santiago. Rata-rata mereka bersama isteri, dan anak. Pun terlihat Hanifah Husein – Presidium FORHATI (Forum Himpunan Alumniwati) HMI dan Jumrana Salikki, mantan aktivis mahasiswi Makassar | Haedar Haesy

Editor : sem haesy
 
Seni & Hiburan
03 Des 23, 14:05 WIB | Dilihat : 494
Kolaborasi Pelukis Difabel dengan Mastro Lukis
29 Sep 23, 21:56 WIB | Dilihat : 1577
Iis Dahlia
09 Jun 23, 09:01 WIB | Dilihat : 1370
Karena Lawak Chia Sekejap, Goyang Hubungan Kejiranan
Selanjutnya
Energi & Tambang