Mengenang Allahyarham Abdulah Ahmad Badawi - PM Malaysia ke 5

Pak Lah Karang Tenang Penegak Modal Insan dan Islam Hadhari

| dilihat 324

Catatan Bang Sém

Abdullah Ahmad Badawi (Pak Lah) berpulang, Senin (14/4/25) dalam usia 86 tahun. Allahyarham lahir di Kampung Perlis, Bayan Lepas, Pulau Pinang, 26 November 1939.

Kabar wafatnya Perdana Menteri ke 5 Malaysia, itu datang dari menantunya, Khairy Jamaluddin (KJ) - bekas Menteri Belia dan Sukan, Menteri Sains - Teknologi dan Inovasi, dan, Menteri Kesehatan Malaysia. Beberapa waktu silam, KJ mengabarkan bapak mertuanya, itu mengalami dimensia.

Allahyarham berbeda dengan pendahulunya, Tun Mahathir Muhammad (PM ke 4 dan ke 7) yang lantang dan agresif secara politik, serta memusatkan perhatian pada perubahan Malaysia menjadi negara modern berbasis industri dan perdagangan.

Juga dengan pelanjutnya, Dato Seri Najib Razak (PM ke 6, yang masih dipenjara karena kasus 1MdB) yang memusatkan perhatian pada pembangunan politik dan ekonomi dengan membuka ruang luas bagi penanaman modal luar negeri langsung (foreign direct investment).

Allahyarham lebih memusatkan perhatian pada transformasi modal insan sesuai dengan focal concern-nya, membangun tamadun (peradaban) berbasis ajaran Islam sebagai basis selurus aspek penyelenggaraan negara (budaya, sosial, ekonomi, dan politik).

Ia sosok negarawan yang melampaui watak politisi ketika memangku amanah sebagai Presiden UMNO / Barisan Nasional dan Perdana Menteri menggantikan Tun Mahathir. Saya menyebut -- putra ulama Haji Ahmad Bin Haji Abdullah Fahim atau lebih dikenal sebagai Ahmad Badawi dan Datuk Khailan Binti Haji Hassan -- ini sebagai sungguh negarawan yang pandai 'menghemat kata-kata, menabung kesabaran.'

Pesona personanya yang kalem, tenang, dan penuh pertimbang tersebut dari berbagai sumber, telah nampak sejak masa kanak-kanak dan belia. Kala menjadi siswa di Sekolah Kebangsaan Permatang Bertam, Kepala Batas (1947-1950) hingga darjah empat,  Sekolah Tinggi Bukit Mertajam dan di Penang Methodist Boys School, Pulau Pinang untuk pengajian diperingkat Tingkatan Enam. Itu sebabnya, ia terpilih sebagai Ketua Persatuan Pelajar-Pelajar Melayu Pulau Pinang dan Seberang Prai (PPMPPSP) tahun 1957.

Bukan Pemain Sandiwara

Pesona personanya nan bijak kian tampak, kala Allahyarham menjadi mahasiswa di Universiti Malaya, dan memberi perhatian khas pada isu-isu pendidikan orang Melayu. Tahun 1962 dia terpilih untuk menjadi Presiden Gabungan Pelajar Melayu Semenanjung (GPMS), sampai ia memperoleh ijazah Sarjana Muda Sastera dalam bidang Pengajian Islam.

Allahyarham menikah dengan Allahyarhamah Tun Endon Mahmood yang wafat 20 Oktober 2005, kemudian menikah pula dengan Tun Jeanne Abdullah, yang mendampinginya hingga akhir hayat.

Bak karang teguh dan tenang, Pak Lah mengarungi perubahan politik Malaysia dengan gempuran dari dalam dan luar lingkungan partai dan pemerintahannya.

Sikap tawaddu, rendah hati, dan tak suka pamer tertampah di wajahnya yang tak pernah kehilangan senyum. Ia karib dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang dalam banyak hal berwatak sama dengannya sebagai negarawan.

Seperti kata Wartawan Negara, Tan Sri Johan Ja'affar, Allahyarham akan dikenang bukan hanya sebagai mantan perdana menteri, tetapi juga sebagai pemimpin yang memerintah dengan ketulusan, kerendahan hati, dan kekuatan yang tenang.

Johan mengemukakan, Pak Lah merupakan, "salah satu perdana menteri yang paling tidak dipahami dan mungkin paling diremehkan dalam sejarah Malaysia."  Allahyarham tidak pernah mencari pusat perhatian, tetapi memimpin negara melalui beberapa periode tersulitnya dengan keanggunan dan integritas.

"Dia bukan seorang pemain sandiwara. Dia tahu batas dan kemampuannya. Dia tahu dia tidak sempurna, tetapi dia bekerja dalam ketidaksempurnaan itu untuk memimpin negara," kata Johan.

Yojana Islam Hadhari

Johan benar, ketika menyatakan, bahwa Allahyarham adalah pria sederhana dengan ide-ide hebat. Meskipun mengalami cobaan dan kesengsaraan, dia berjuang untuk menerapkan kebijakan yang ramah rakyat."

Dalam kancah politik Malaysia, saya menyaksikan titik balik dari kejayaannya pada Pilihan Raya Umum (PRU) ke 11 (2004), yakni pada Pilihan Raya Umum (PRU) ke 12 tahun 2008.

Dengan beberapa wartawan senior Malaysia (Asro Kamal Rokan, (Allahyarham) Thoriq Hadad, dan Arief Suditomo), saya menyaksikan gempuran tak alang kepalang atas dirinya sebagai PM dan Presiden Partai UMNO/BN. Bahkan dengan black campaign di berbagai wilayah parlemen di Semenanjung Malaysia.

Pemimpin yang tahu batas itu nyaris terpuruk di wilayah basisnya, Kepala Batas. Lima dari sembilan negeri yang menjadi basis kekuatan UMNO/BN lepas dari tangan. Ini, menjadi awal luruhnya dominasi kekuasaan partai dan koalisi partai yang dipimpinnya.

Selepas itu, secara berangsur, Allahyarham Pak Lah undur diri dari politik praktis dengan memegang teguh prinsip kepemimpinannya yang berorientasi kemakmuran rakyat, peningkatan kualitas manusia, penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, dan Islam hadhari sebagai yojana (visi) islam progresif yang moderat dan maju.

Lantas, Allahyarham meninggalkan panggung politik dan pemerintahan, Allahyarham Pak Lah, kian memusatkan perhatian pada pengembangan pemahaman islam yang benar dan paripurna. Bukan islam retoris, apalagi politis.

Selamat Berpulang Pak Lah

Ia memimpin Institut Pemahaman Islam Malaysia (IKIM), lembaga yang dirancang menjaga kemurnian ajaran Islam yang benar tanpa menyentuh persoalan retorika dan menyimpang dari jalan yang telah ditunjukkan Rasulullah Muhammad SAW.

Allahyarham Pak Lah juga mendirikan dan menggerakkan Forum Ekonomi Islam Dunia (WIEF), yang merupakan inisiatif Malaysia untuk lebih meningkatkan kerja sama ekonomi antar negara-negara Islam guna mengeksplorasi peluang untuk lebih meningkatkan kerja sama ekonomi di antara mereka. Forum ini menjadi ajang untuk memancarkan pemikiran dan praktik ekonomi dunia berkeadilan.

Sebagai 'Bapak Pembangunan Modal Insan Malaysia,' Allahyarham Pak Lah sangat tekun  mengembangkan tranformasi modal insan (human capital transformation) sebagai jalan utama mengembangkan dan menambah nilai pada kemampuan rakyat Malaysia sebagai ahsanittaqwim yang bergerak menuju insan paripurna (insan kamil).

Insan yang berkeseimbangan dalam keandalan berpikir dengan kekuatan moral, integritas dan spiritualitas. Karakteristik tersebut merupakan parameter kualitas modal insan sebagai jati diri.

Allahyarham konsisten dengan ucapannya saat membentangkan RMK 9 (Rancangan Malaysia Kesembilan) di Dewan Rakyat (31/3/2006) : “Malaysia tidak bisa lagi dilihat sebagai negara yang memiliki infrastruktur kelas satu, tetapi memiliki mentalitas kelas tiga. Kita perlu mengadopsi pendekatan holistik terhadap pengembangan modal insan, yang tidak hanya menekankan pengetahuan, keterampilan, tetapi juga nilai-nilai etika, pola pikir progresif, dan kesadaran budaya yang tinggi.”

Sembilan tahun lalu, kepada media Pak Lah mengatakan, apa yang sedang terjadi (dalam politik) di Malaysia (kala itu) tidak membawa kebaikan bagi partai dan masyarakatnya.

Selamat berpulang Pak Lah. Pemikiranmu melintasi musim dan zaman yang terus berubah, sebagai marka pengingat hakikat manusia sebagai subyek dan bukan obyek pembangunan peradaban.. |

Editor : delanova | Sumber : NST, Bernama, dan berbagai sumber
 
Budaya
16 Apr 25, 15:44 WIB | Dilihat : 275
Puisi Pak Lah Pesan Mendalam Seorang Negarawan
24 Mar 25, 08:10 WIB | Dilihat : 441
Tunku Azizah Perkaya Resep Bubur Lambuk
02 Feb 25, 05:34 WIB | Dilihat : 1093
Kuku Macan Betawi untuk Bang Anung
15 Nov 24, 20:48 WIB | Dilihat : 1406
Perkabungan
Selanjutnya
Sporta