Bang Sém
Salah satu hal yang sering saya lakukan ketika sedang melakukan perjalanan via pesawat udara atau di ruang terbuka yang memungkinkan melihat langit lebih luas adalah mengamati beragam bentuk dan formasi awan.
Sabtu senja, ketika pulang ke rumah dari bandara internasional Soekarno-Hatta, Tangerang - Banten, saya melihat bentuk awan dengan latar sinar matahari, laksana 'mata dewa.' Saya sebut saja begitu, meski saya belum pernah melihat Dewa, apalagi matanya.
Fenomena semacam ini, sering saya lihat. Pernah suatu ketika, saat melintas dari Putrajaya menuju ke Kuala Lumpur International Airport (KLIA), saya melihat gumpalan awan yang membentuk gambar bayangan sosok tubuh tak sempurna. Saya menyebutnya 'hantu tersilap mata.'
Dari berbagai referensi yang saya baca, fenomena alam demikian, sesungguhnya memberi isyarat musim. Di wilayah bumi dua musim yang dipengaruhi oleh fenomena iklim, khasnya suhu, gumpalan-gumpalan awan dapat membentuk berbagai formasi yang segera dapat diasosiakan sebagai raga atau benda apapun.
Bisa laksana kumpulan kuda yang sedang berlari kencang, kadang laksana unta atau sapi berpunuk. Bentuk-bentuk yang oleh kalangan tertentu dihampiri dengan beragam perspektif, mudah dipahami sebagai isyarat alam tertentu.
Di kalangan nelayan, umpamanya. Pernah dalam suatu kesempatan berbincang dengan nelayan di selat Bone, saya beroleh informasi, bahwa ketika awan di langit berbentuk serpihan gumpalan khas, merupakan pertanda harus segera melaut. Karena bentuk awan tersebut menandai sedang terjadi migrasi besar ikan dari Selatan ke arah lintang khatulistiwa. Namun, ketika gumpalan awan sangat pekat, dipahami sebagai isyarat untuk rehat beberapa waktu, lantaran gelombang laut sedang mengalami anomali.
Presipitasi
Gumpalan awan yang beraneka bentuk semacam itu juga dipahami sebagai isyarat gerak angin dan berhubungan dengan suhu udara. Secara teori, angin merupakan gerakan udara horizontal yang mengangkut energi, kemudian ditransfer dari permukaan bumi sebagai panas laten dan panas sensibel.
Sebagai orang awam, saya menikmati penjelasan dari kolega yang keilmuan dan profesinya berhubungan dengan meteorologi dan geo fisika. Dari mereka yang kemudian tahu, bagaimana panas laten imbasan sinar matahari merupakan transfer energi dengan mengubah zat itu sendiri. Umpamanya, air memiliki kemampuan untuk wujud cair, gas, atau padat. Transformasi semacam itu merupakan proses penguapan.
Transformasi yang sebaliknya, dari gas menjadi air disebut sebagai proses kondensasi Akan halnya proses perubahan dari cair menjadi padat dikenal sebagai pembekuan atau pemadatan. Ada berbagai istilah yang sering dipakai, seperti fusi (pencairan), sublimasi (dari padat menjadi gas), dan seterusnya.
Beragam proses demikian sangat berpengaruh pada pembentukan awan, ketika udara mengandung gas atau uap air menjadi tetesan yang terlihat dalam bentuk kabut dan awan, melalui kondensasi. Suatu proses yang tidak menyebabkan presipitasi dalam bentuk hujan atau hujan es yang seringkali terjadi, bahkan di kawasan tropis.
Seorang teman menjelaskan, beragam bentuk awan menentukan ketinggiannya. Mulai dari ketinggian 50 kaki. Di wilayah-wilayah tertentu musim tengkujuh yang dipengaruhi oleh perubahan arah angin (dari Barat ke Timur atau dari Timur ke Barat) terjadi pemindahan udara lembab atau udara kering.
Adalah Profesor John A. Day (1913-2008) ahli meteorologi, pendidik, danpengamat langit Amerika yang dijuluki sebagai 'Manusia Awan.' Sebelum satelit cuaca dihasilkan dan dioperasikan, Day memberikan gambaran tentang formasi awan yang lantas menjadi dasar pemnyusunan rute penerbangan di Amerika Serikat. Ia membuat peta awan, fenomena atmosfer, atlas yang menjelaskajn pentingnya memperhatikan cuaca.
Ia merunut fase-fase pembentukan awan, mulai dari uap air, udara kotor, ekspansi angin, pendinginan, kelembaban, kejenuhan, kondensasi, kekeringan yang berkait dengan daya apung, lantas pertumbuhan tetesan yang menjadi gerimis, lalu hujan, dan akhirnya presipitasi.
Sayyidina Ali tentang Awan
Day juga memfromulasikan formasi awan yang mirip gelombang yang khas, dan relatif langka. Organisasi meteorologi dunia memberi nama Asperitas (2017) atas formasi awan baru tersebut. Formasi asperitas sering kali tampak seperti permukaan laut yang kasar. Biasanya terjadi bersamaan dengan awan stratokumulus dan altokumulus. Lantas diperindah oleh cahaya latar dan sudut elevasi rendah matahari.
Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karamahu Wajhah dalam salah satu khutbahnya memberi ilustrasi ihwal bagaimana awajn terpumpun dan terintegrasi. Dan ketika air terkumpul di dalamnya, lalu kilat mulai berpijar pada sisi-sisinya dan pijar-pijar itu berlanjut di bawah awan-awan yang berat, lalu menurunkan hujan lebat.
Kata Imam Ali, "Awan bergantung ke arah bumi dan angin selatan memerahnya hingga mencurahkan airnya seperti unta betina membungkuk untuk diperahi. Ketika awan tunduk ke bumi dan menyerahkan semua air yang dibawanya, Allah menumbuhkan tumbuh-tumbuhan di tanah datar, dan semak belukar di bukit-bukit kering. Sebagai hasilnya, bumi merasa senang dihiasi dengan kebun-kebunnya dan mengagumi busananya dari tumbuhan lembut dan hiasan-hiasan kembangnya. Allah menjadikan semua ini sarana rezeki bagi manusia, dan makanan bagi hewan. la telah membuka jalan-jalan raya dalam keluasaannya dan telah menegakkan menara -menara (petunjuk) bagi orang-orang yang melangkah pada jalan-jalan rayanya.”
Beranjak dari pandangan demikian, sesungguhnya, awan dengan segala bentuknya, terkait dalam keseluruhan konteks semesta. Dalam kaitan inilah terjadi kaitan fenomena alam sebagaimana terlihat dalam aneka bentuk awan dengan kehidupan manusia.
Beragam bentuk awan yang kita lihat dengan segala keindahan dan sukacita yang mengalir bersamanya, atau gumpalan kelam awan yang mencekam, mengisyaratkan, bahwa manusia tak bisa lepas atau membebaskan dirinya dari fenomena semesta. Setiap kita, punya perspektif dan sudut pandang masing-masing untuk memaknainya.
Dalam banyak hal, fenomena alam yang tertampak pada bentuk awan memberi isyarat pentingnya manusia mengenali semesta, tanpa kecuali sains dan teknologi yang berkaitan dengan alam, termasuk awan. Dengan atau tanpa harus menjadi seorang astronom. |