Memaknai Kebahagiaan

| dilihat 2276

AKARPADINEWS.COM | “Kebahagiaan adalah arti dan tujuan hidup,” ungkap filsuf Aristoteles. Pesan Aristoteles itu perlu dijadikan rujukan mengawali awal tahun 2016 ini, di mana kebahagiaan dan kesuksesan harus menjadi harapan dan resolusi hidup manusia.

Kebahagiaan mengandung makna yang sifatnya subjektif. Setiap individu memiliki tolak ukur yang berbeda-beda dalam memaknai kebahagian. Setiap individu memiliki latar belakang dan harapan yang berbeda dalam mendatangkan kebahagiaan untuknya. Faktor-faktor kebahagiaan itu bisa karena harta, pernikahan dan keluarga, kehidupan sosial, usia, kesehatan, pendidikan, hingga agama atau tingkat religiusitas seseorang.

Kebahagiaan adalah ilmu mempelajari kehidupan. Para filsuf, ilmuwan sosial, psikolog, tokoh spiritual hingga seorang pemimpin bangsa, mencari makna dan esensi kebahagiaan manusia untuk diri dan rakyatnya. Dalam filsafat, kebahagiaan berasal dari bahasa Yunani, eudaimonia (en berarti baik) dan daimon (roh atau kekuatan batin/jiwa). Sedangkan eudaimonisme adalah pandangan hidup dalam menganggap kebahagiaan sebagai tujuan manusia.

Dalam eudaimonisme, pencarian kebahagiaan menjadi prinsip dasar bagi manusia. Kebahagiaan tidak terbatas pada perasaan senang atau gembira saja. Kebahagiaan memiliki dimensi yang mendalam dan objektif yaitu menyangkut pengembangan seluruh aspek kemanusiaan, moral, sosial, emosional, dan rohani.

Aristoteles memandang kebahagiaan sebagai tujuan yang ingin dicapai dan dicari oleh semua orang. Untuk mencapai kebahagiaan, manusia harus menjalankan perbuatan baik (arête) dengan moralitas dan menata hidup sebagai keutamaan hidupnya. Socrates melihat kebahagiaan sebagai tindakan yang dilakukan secara theoria (merenungkan sebuah realitas dengan mendalam) dan secara praxis (membuat kebahagiaan dalam relasi antar manusia). Misalnya, membahagiakan orang lain adalah manifestasi untuk membahagiakan diri sendiri.

Islam memandang kebahagiaan sebagai perwujudan dari kebaikan. Kebahagiaan dalam konsep agama terkait dengan kedekatan manusia dengan sang pencipta. Menurut Aidh bin Abdullah dalam buku Laa Tahzan (Jangan Bersedih), terdapat beberapa faktor yang akan menunjang kebahagiaan yaitu kalbu (hati) yang selalu bersyukur, lisan yang selalu berzikir (berdoa), menyebut nama Allah SWT dan kemampuan untuk mengendalikan diri untuk bersabar. 

Selain itu terdapat pondasi lain untuk menciptakan kebahagiaan manusia di antaranya: amal saleh, pasangan yang salehah, rumah yang lapang, penghasilan  yang baik (halal), akhlak yang baik, menyayangi orang lain dan bebas dari hutang atau tidak boros membelanjakan harta. 

Selain filsafat dan agama, kajian kebahagiaan juga menjadi perhatian psikologi. Martin Seligman, psikolog masyur asal Amerika Serikat yang fokus pada psikologi kebahagiaan dan terapi diri menjelaskan, terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kebahagiaan (happiness) yaitu: biologis, kehidupan individu (pernikahan, situasi keluarga, lingkungan, negara) dan kemampuan mengatur diri (individu dapat melakukan berbagai hal untuk mencapai kebahagiaan, melebihi dari yang dibayangkan).

Kebahagiaan pun menurut Seligman ditentukan oleh hal di dalam diri dan di luar dirinya  (external happiness & internal). Kebahagian eksternal didapat jika kebahagiaan individu tergantung kepada hal-hal di luar dirinya, menikmati hidup dengan memiliki banyak hal atau hubungan dengan individu lain. Sedangkan kebagian internal didapat jika kebahagiaan berasal dari dalam diri yang perlu diupayakan.

Lebih lanjut, Seligman menjelaskan, bila usaha dalam mendapatkan kebahagiaan selalu berkaitan dengan masa lalu, sekarang, dan yang akan datang. Pada masa lalu, seorang individu harus menghilangkan keyakinan yang salah jika pengalaman negatif menentukan keadaan sekarang dan masa depan.

Manusia perlu membedakan antara kenikmatan (emosi) dan kepuasan atau kegembiraan karena hasil yang dicapai dengan kerja keras. Dan, pada yang akan datang, manusia perlu mengubah cara pandang untuk selalu optimistik.

Selanjutnya, dalam konteks kebahagiaan yang lebih luas, terdapat makna kebahagiaan dari para bapak bangsa sebagai lecutan bagi rakyat dan bangsanya. Kebahagiaan bagi Soekarno adalah kemerdekaan sebuah bangsa yang berdiri tegap di atas kakinya sendiri. Kebahagiaan adalah hasil dari perjuangan bangsa secara mandiri sehingga rakyat sejahtera tanpa harus berhutang pada bangsa lain. Sedangkan Mahatma Ghandi menilai, "Kebahagiaan adalah harmoni antara apa yang kau pikirkan, apa yang kau katakan, dan apa yang kau lakukan.” Menjadi bahagia bagi Ghandi adalah jujur pada diri sendiri sebagai manusia.

Dari pandangan itu, manusia ditantang untuk berusaha meraih kebahagiaan karena kebahagiaan tidak datang dengan sendirinya, tanpa usaha dan pergulatan hidup. Kebahagiaan harus menjadi tujuan akhir dari segala aktivitas yang dilakukan manusia, entah itu dengan berpikir, bekerja, bergumul dengan berbagai pengalaman pahit, atau bersosialisasi dengan manusia lain.

Kebahagiaan pada akhirnya tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Kebahagian hanya bisa diupayakan sepanjang hidup manusia. “Kebahagiaan hidup hanya istilah belaka. Teruslah hidup tanpa memikirkan kebahagiaan. Itulah kebahagiaan yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata,” kata Arsitoteles.

Ratu Selvi Agnesia 

Editor : M. Yamin Panca Setia
 
Budaya
09 Des 23, 08:03 WIB | Dilihat : 828
Memaknai Maklumat Keadaban Akademi Jakarta
02 Nov 23, 21:22 WIB | Dilihat : 966
Salawat Asyghil Menguatkan Optimisme
Selanjutnya
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1268
Rumput Tetangga
Selanjutnya