Pemerintah Malaysia tidak pernah memindahkan ibu kota negaranya dan masih tetap berada di Kuala Lumpur. Pernyataan demikian mengemuka dalam akun X Tun Dr. Mahathir Muhammad, 98, Perdana Menteri Malaysia IV dan VII Malaysia, Kamis (9/5/24).
"Yang dimaksud dengan pengembangan Putrajaya adalah mengembangkan pusat administrasi Pemerintahan Malaysia, yang tujuan awalnya adalah untuk memindahkan dan menempatkan kementerian-kementerian Pemerintahan dalam satu wilayah," cuit negarawan Malaysia kelahiran Alor Setar - Kedah, 10 Juli 1925 itu.
Dalam cuitannya di akun tersebut, Tun Dr. Mahathir yang juga dikenal sebagai Tun M mengemukakan, dirinya menerima kunjungan kehormatan delegasi Ibukota Kepulauan Indonesia yang dipimpin oleh Dr Robby Kurniawan, Dirjen Kementerian Perhubungan RI di kantornya dalam kawasan Putrajaya, Rabu (8/5/2024).
Kunjungan kehormatan delegasi Indonesia ini bertujuan untuk mendapatkan saran, pandangan dan berbagi pengalaman dari Dr Mahathir terkait pembangunan Putrajaya.
Putrajaya menjadi salah satu kota yang dijadikan rujukan model pembangunan Ibu Kota Nusantara di Kalimantan Timur yang dicanangkan Presiden RI Joko Widodo pada tahun 2019.
"Posisi kementerian dan kantor Pemerintah yang tersebar di Kuala Lumpur membuat komunikasi menjadi sulit, sehingga menunda pengambilan keputusan dan hubungan antar pegawai Pemerintah. Saat itu, Kuala Lumpur juga mengalami kemacetan dan kemacetan," ungkap Tun M.
Mengacu Paris, Isfahan, Brasilia, Tokyo dan Islamabad
Sebelumnya, salah satu daerah yang dipilih untuk pembangunan pusat administrasi Pemerintahan adalah Janda Baik di negara bagian Pahang. Namun karena beberapa faktor kesesuaian, maka tidak dipilih.
Dr Mahathir juga menegaskan, pemilihan lokasi menjadi salah satu faktor utama dalam pembangunan kota. Putrajaya, yang sebelumnya dikenal sebagai kawasan (perkebunan) Prang Besar, dipilih karena lokasinya berada di antara Kuala Lumpur dan Bandara Internasional Kuala Lumpur (KLIA).
Saat ditanya tentang model kota yang dimaksud, Dr Mahathir mengatakan, di antara kota-kota yang dijadikan acuan adalah Brasilia, Islamabad, Tokyo, dan Paris.
Pada kesempatan lain sebelumnya, Dr Mahathir juga menyatakan bahwa salah satu kota yang juga dijadikan model Putrajaya adalah Isfahan di Iran. Semua kota ini telah dipelajari tidak hanya kelebihannya, tapi juga kesalahan dan kekurangannya.
Dr Mahathir mencontohkan terkait pembangunan jalan seperti boulevard sepanjang 4,2 km mulai dari Perdana Putra hingga PICC (Putrajaya International Convention Center). Terinspirasi dari Champs Elysees, Paris.
Di sepanjang kiri dan kanan jalan raya ini terdapat gedung kementerian. Sebelumnya, jika di Kuala Lumpur posisi kementerian tersebar dan tidak terorganisir, maka pada saat Putrajaya dibangun, gedung Kementerian ditata di sepanjang kiri dan kanan jalan raya, sekaligus menyelesaikan masalah komunikasi dan hubungan pegawai Pemerintah.
Sepi di Malam Hari
Awalnya, jalan raya ini tidak diperuntukkan bagi gedung Pemerintah. Dr Mahathir berpandangan bahwa jalan raya ini harus semarak seperti Champs Elysees dan Jalan Bukit Bintang yang disekitarnya terdapat pertokoan, restoran, dan hiburan.
Orang-orang dapat berjalan-jalan dan menikmati lampu-lampu di sekitar jalan raya. Namun gagasan tersebut tidak disambut baik karena ada beberapa pandangan yang menginginkan bangunan di sana diperuntukkan bagi gedung Pemerintah. Karena itu sekarang sepi di malam hari dan di akhir pekan.
Yang juga dibagikan oleh Dr Mahathir adalah sistem transportasi di Putrajaya. Perkiraan awal, Putrajaya tidak mampu menampung tingginya jumlah kendaraan.
Oleh karena itu direncanakan beberapa moda transportasi melalui air, jalan raya dan kereta api. Terowongan berlapis sudah dibangun dimana satu terowongan untuk jalur kereta bawah tanah, satu lagi digunakan untuk jaringan kabel komunikasi, internet.
Keadaan lahan Putrajaya yang kosong, sehingga memudahkan penggalian dan perencanaan pembangunan terowongan bawah tanah. | Sharia