Logika Ngawur Menghakimi Mu

| dilihat 1686

AKARPADINEWS.COM | HAKIM Pengadilan Negeri Palembang, Sumatera Selatan, Parlas Nababan panen hujatan. Pasalnya, dia melontarkan pernyataan yang ngawur saat mengadili gugatan perdata kasus kebakaran hutan dan halah di wilayah konsensi PT Bumi Mekar Hijau. Parlas menjadi "bulan-bulanan" di media sosial karena menyatakan, “Bakar hutan itu tidak merusak lingkungan hidup, karena masih bisa ditanami lagi.”

Parlas yang memimpin persidangan tersebut menolak gugatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang menuntut ganti rugi secara material sebesar Rp 2,6 triliun, termasuk biaya pemulihan lingkungan Rp5,6 triliun terkait kebakaran seluas 20.000 hektar di area perusahaan itu pada 2014.

Tak salah bila publik menganggap logika Parlas kelewat dangkal. Bagaimana mungkin ulah membakar hutan yang telah mengorbankan ribuan hektar hutan dan menimbulkan polusi asap hingga memakan korban jiwa bukan merupakan pelanggaran hukum. Kebakaran dianggapnya tidak merusak lahan sebab masih dapat ditumbuhi tanaman akasia. Tanaman akasia yang turut terbakar tersebut justru menyebabkan perusahaan mengalami kerugian.

Dalam persidangan yang yang digelar 30 Desember 2015 lalu, publik menganggap Parlas berpihak kepada PT Bumi Mekar Hijau. Perusahaan yang menjadi pemasok bahan baku pulp itu dinilai tidak dapat mengendalikan kebakaran hutan sehingga merusak ekologi secara luas.

Kesel dengan keberpihakan Parlas, para netizen pun melancarkan kritik ke Parlas dengan membuat berbagai meme. Parlas tiba-tiba mendadak tenar di media sosial. Meme tersebut berisi, kritik, sindiran hingga cemoohan dalam bentuk humor satir.

Batas selip lidah dan logika ngawur begitu tipis dalam ucapan Parlas. Kesalahan argumen hakim Parlas memang tidak masuk akal dan menyiratkan cara berpikir yang sesat. Karena, efek negatif dari pembakaran hutan adalah rusaknya ekologi yang menjadi tempat berlindungnya flora dan fauna.

Proses ekologis yang membentuk ekosistem di hutan itu membutuhkan waktu yang lama. Eksistensi ekosistem yang harusnya dijaga dan dirawat untuk kepentingan umat manusia itu hancur dalam waktu cepat lantaran ulah pembakaran yang dilakukan perusahaan.

Entah sadar atau tidak Parlas melontarkan ucapan itu. Kalau dalam kondisi sadar, maka keberpihakan Parlas terhadap lingkungan layak dipersoalkan. Jika tak sadar, dalam kajian psikoanalisis, ucapan Parlas dapat disebut Freudian Slip (selip lidah), yaitu tidak sengaja mengatakan hal-hal yang terpendam di alam bawah sadar yang biasanya merupakan kejujuran.

Efek ucapan dari selip lidah terutama bila diucapkan oleh para tokoh akan memberikan dampak kebingungan bagi masyarakat. Selip lidah dapat terjadi ketika seseorang mengalami kekacauan atau di bawah tekanan.

Faktor-faktor lain yang menyebabkan selip lidah adalah niat berbohong, konsumsi alkohol, faktor usia, dan kelelahan. Kelelahan dapat membuat kerja otak tidak maksimal sehingga menjadi tidak sinkron antara maksud sebenarnya dengan yang terucapkan.

Selip lidah ini membuat ujaran yang diucapkan menjadi tidak logis atau kalimat yang dilontarkan tidak sesuai keinginan sehingga ucapannya menjadi tampak konyol.

Sebenarnya, tidak hanya Parlas yang pernah mengucapkan lontaran yang dianggap konyol dan menuai reaksi tersebut.

Presiden Amerika Serikat, Barack Obama pernah tergelincir lidahnya dan mengungkap Amerika Serikat akan mempercepat pelatihan militan The Islamic State of Iraq and al-Sham (ISIS).

Pernyataan Obama itu menuai kepercayaan sebagian masyarakat dunia akan kebenaran teori konspirasi yang menyatakan Amerika Serikat adalah dalang terbentuknya militan ISIS yang menebar teror dunia. Lantaran panen kritikan, Obama langsung mengklarifikasi jika pelatihan pasukan ISIS yang dimaksudnya adalah pelatihan relawan Suku Sunni (warga Irak).

Tidak sekali Obama melakukan kesalahan ucap. Dia pernah mengatakan “My muslim faith” dan ia mengatakan bukan warga Amerika dalam beberapa pidatonya.

Mantan Presiden Amerika Serikat George HW Bush pernah mengalami kejadian salah ucap, dengan menyampaikan bela sungkawa atas meninggalnya mantan Presiden Afrika Selatan Nelson Mandela. Padahal, kala itu, Mandela belum wafat, baru keluar dari rumah sakit setelah sempat kritis.

Di Indonesia, tokoh yang pernah selip lidah adalah mantan Ketua MPR, Taufiq Kiemas (almarhum) yang keliru membacakan naskah Pancasila pada sila ketiga dan sila kelima. Taufiq juga pernah menyebut nama BJ Habibie menjadi, “Jusuf Baharuddin Habibie” dan menyebutkan nama SBY menjadi “Susilo Doktor Bambang Yudhoyono.” Kekeliruan pengucarapan Taufiq Kiemas itu lebih disebabkan faktor usianya.

Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo juga tak luput salah saat menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya saat menenangkan laga Persija melawan Persib Bandung pada 2013 lalu. Seharusnya, salah satu lirik lagunya "Di sanalah Aku Berdiri", tetapi Roy menyanyikan, "Di Sanalah Tanah Airku".

Insiden selip lidah para tokoh tersebut membuktikan manusia memang tidak luput dari kesalahan. Namun, mereka yang menjadi publik figur, dituntut berhati-hati dalam berucap, selain dalam laku hidupnya sebagai pemimpin yang tengah mengemban amanat rakyat.

Lidah memang tidak bertulang dan mulutmu harimau mu. Sekali salah ucap, efeknya bisa merugikan. Cibirin, hujatan, hingga munculnya ketidakpercayaan dari khalayak terhadap si empunya lidah lantaran tidak menjaga lidahnya. 

Ratu Selvi Agnesia

Editor : M. Yamin Panca Setia
 
Seni & Hiburan
03 Des 23, 14:05 WIB | Dilihat : 596
Kolaborasi Pelukis Difabel dengan Mastro Lukis
29 Sep 23, 21:56 WIB | Dilihat : 1693
Iis Dahlia
09 Jun 23, 09:01 WIB | Dilihat : 1472
Karena Lawak Chia Sekejap, Goyang Hubungan Kejiranan
Selanjutnya
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1268
Rumput Tetangga
Selanjutnya