Edhi Sunarso, Maestro Pematung Wafat

Karya Monumentalnya Selalu Abdi

| dilihat 2003

AKARPADINEWS.COM | PRESIDEN Soekarno punya ambisi. Dia ingin membuka mata dunia jika Indonesia tengah bangkit setelah sekian lama dijajah. Demi mendongkrak citra di mata internasional, meski kala itu perekonomian negara dalam kondisi memprihatinkan, di tahun 1950-an, Soekarno merealisasikan sejumlah proyek Mercusuar. Di antaranya, membangun patung-patung yang monumental.

Adalah Edhi Sunarso, seniman yang mengeksekusi mimpi-mimpi Soekarno itu. Patung Selamat Datang di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta dan Patung Pembebasan Irian Barat di Lapangan Banteng merupakan mahakaryanya.

Senin malam, 4 Januari 2016 lalu, sang maestro itu berpulang menghadap sang pencipta. Edhi menghembuskan nafas terakhir tatkala dirawat di Rumah Sakit Jogja Internasional Hospital, pukul 22.53 di usia 84 tahun.

Sebelum wafat, Edhi Sunarso berpesan kepada putranya agar menjaga dan merawat galeri yang baru diresmikan pada September 2015 lalu. Almarhum juga ingin dimakamkan di di dekat pusara istrinya yang telah disiapkan untuknya sejak lama.

Edhi Sunarso adalah seniman lintas zaman. Dia pernah menjadi tahanan tentara KNIL di usia yang baru 14 tahun. Di era Orde Lama, Edhi menjadi seniman kesayangan Soekarno. Edhi diminta Bung Karno untuk mendisain sejumlah proyek Mercusuar, dari bangunan monumen hingga diorama. Di era Orde Baru, Edhi juga pernah mengalami tekanan represif.

Edhi disebut-sebut sebagai peletak seni patung modern. Sebutan Empu Ageng Seni tersemat padanya karena menjadi tokoh seni patung terbesar dalam sejarah seni rupa Indonesia.

Patung-patungnya tidak hanya terlihat megah dari aspek fisiknya saja. Namun, patung-patungnya mengandung simbol-simbol nasionalisme. Pengalaman hidupnya juga menginspirasi dirinya membuat patung.

Sebelum menjadi pematung, Edhi yang dilahirkan di Salatiga, Jawa Tengah, 2 Juli 1932, mendedikasikan dirinya sebagai tentara. Pengalaman pertamanya di bidang militer adalah tatkala bergabung menjadi tentara dan selanjutnya terlibat di pasukan Samber Nyawa Divisi 1, Batalyon III, dan Resimen V Siliwangi. 

Edhi adalah tentara yang berani. Dia melempar granat saat serdadu Netherlands Indies Civil Administration (NICA) yang datang ke Indonesia. Selama menjadi tentara, dia juga pernah mengalami siksaan yang luar biasa.

Di usia 14 tahun, Edhi menjadi tawanan perang tentara Belanda antara tahun 1946-1949 di Bandung. Ketika di penjara, ia mulai mengasah keterampilannya dengan menggambar dan memahat. Keluar dari penjara, Edhi bertemu dengan Hendra Gunawan yang juga dikenal sebagai seniman hebat. Sejak itulah, Edhi mulai menekuni seni patung secara mendalam. Dia tak lagi menjadi tentara.

Awalnya, ia menekuni seni pahat batu dan kayu di Sanggar Pelukis Rakyat hingga mengembangkan teknik cor logam untuk pertama kalinya. Bangku akademik, ia tempuh dari Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia (STSRI/ASRI), lalu melanjutkan dengan mengambil kuliah di Visva Bharanti Rabindranath Tagore University, India.

Di tahun 1950-an, nama Edhi semakin dikenal karena prestasinya. Dia pernah menjadi pemenang kedua lomba sayembara patung sedunia yang diadakan di London, Inggris tahun 1953. Dia juga mendapatkan penghargaan medali emas sebagai Karya Seni Patung Terbaik, di India, berturut-turut pada tahun 1956-1957.

Edhi memulai karirnya sebagai pematung dengan corak realis, dengan membuat monumen-monumen bersejarah yang dapat membangkitkan rasa nasionalisme masyarakat Indonesia.

Berkat monumen pembebasan Irian Barat, nama Edhi semakin melejit dan dipercaya memegang kendali dalam seni pahat Indonesia saat itu. Patung Pembebasan Irian Barat yang digagas Bung Karno mencerminkan sosok laki-laki yang mampu mematahkan rantai belenggu di tangannya. Patung itu menjadi simbol perlawanan terhadap penindasan.

Sementara Patung Selamat Datang yang dibuat tahun 1959 berupa sepasang muda-mudi yang mengangkat tangan ke atas juga pesanan Presiden Soekarno, merupakan simbol penyambutan pesta olahraga Asian Games IV. Hingga saat ini, patung tersebut menjadi landmark Ibu Kota Jakarta.

Di antara jembatan layang Pancoran, terlihat pula patung sosok pemuda setinggi 11 meter dengan tiang penyangga menjulang 27 meter menghadap ke utara. Sosok dengan perawakan otot kekar dan tangan terulur ke depan, menunjuk sebuah arah itu adalah Patung Dirgantara atau disebut Patung Pancoran. Sosok patung ini menyerupai Gatot Kaca dengan harapan tinggi atas kesuksesan dirgantara Indonesia. Pada saat pembuatan patung tersebut, Bung Karno secara khusus memperagakan pose patung yang akhirnya menjadi patung terakhir yang digagas Soekarno dan tidak sempat diresmikannya.

Bagi Edhi, Patung Pancoran memiliki kenangan berharga. Bila diperhatikan seksama, banyak tambalan las penyambung. Dalam proses penggarapannya, Edhi harus berhutang dan Bung Karno menjual salah satu mobilnya untuk patung yang hingga saat ini belum sempurna. Dan, hingga saat ini, patung itu belum diresmikan.

“Maestro sekelas Edhi Soenarso tak muncul di republik ini. Maestro sekelas Edhi Soenarso muncul dari kombinasi limpahan bakat, tempaan pengalaman, dan aliran dedikasi berkarya yang tak henti,” ungkap Anies Baswedan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Karya-karya monumental Edhi tidak hanya ditemukan di Jakarta. Namun, tersebar di sejumlah daerah di antaranya Monumen Tugu Muda di Semarang dan Monumen Yos Sudarso di Biak, Papua. Setelah era Orde Lama berakhir, nama Edhi pun meredup. Ia mengabdikan diri sebagai pengajar di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Karya terakhirnya, ia pamerkan ketika usianya menjelang 78 tahun di Komunitas Salihara, Jakarta tahun 2010.

Edhi tidak hanya maestro dalam membuat miniatur karya-karya patung dan diorama. Namun, ia juga memamerkan patung personal dengan kecenderungan simbolisasi, abstrak, hingga figuratif. Edhi telah berpulang. Namun, karyanya selalu abadi di tangan pewaris kehidupan masa kini. Patung-patung monumennya akan selalu aktual di tengah perubahan kota Jakarta dan lintas zaman berikutnya.

Ratu Selvi Agnesia

Editor : M. Yamin Panca Setia
 
Humaniora
08 Mei 24, 19:52 WIB | Dilihat : 148
Sorbonne Bersama Gaza
03 Mei 24, 10:39 WIB | Dilihat : 435
Pendidikan Manusia Indonesia Merdeka
02 Apr 24, 22:26 WIB | Dilihat : 637
Iktikaf
31 Mar 24, 20:45 WIB | Dilihat : 1376
Peluang Memperoleh Kemaafan dan Ampunan Allah
Selanjutnya
Budaya
09 Des 23, 08:03 WIB | Dilihat : 828
Memaknai Maklumat Keadaban Akademi Jakarta
02 Nov 23, 21:22 WIB | Dilihat : 966
Salawat Asyghil Menguatkan Optimisme
Selanjutnya