Catatan Cinge Zaidan
Peran generasi muda dalam menghadapi berbagai tantangan global sektor energi. Dalam konteks Indonesia, pemikiran segar dan semangat inovatif diharapkan mampu merancang solusi energi yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan. Khasnya dalam mewujudkan target pemerintah mencapai 23 persen bauran energi di tahun 2025, lantaran Indonesia masih bergantung pada energi fosil.
Pandangan demikian mengemuka dalam kuliah umum bertajuk "Cipta Karsa: Tantangan Energi Masa Depan" yang disampaikan Komisaris Utama PT Pertamina (Persero), Mochamad Iriawan, yang digelar di Universitas Pertamina, Jakarta, Selasa (15/4).
Pandangan demikian juga saya pahami sebagai suatu kesadaran korporasi Pertamina merespon realitas, bahwa lebih dari 30 persen keperluan energi Indonesia masih bergantung pada impor, sebagaimana mengemuka dalam laporan International Energy Agency (2023)
Boleh jadi bakal meningkat akibat kebijakan Presiden AS Donald Trump ihwal tarif yang 'mengguncang' perekonomian dunia. Tanpa kecuali, juga karena tantangan produksi, sebagaimana dikemukakan Iriawan pada bagian lain kuliah umumnya.
Tantangan produksi dalam negeri, seperti sumur migas yang menua dan cadangan minyak yang terus menurun, ungkap Iriawan, mendorong urgensi inovasi energi berkelanjutan untuk memperkuat ketahanan energi nasional. Karenanya, inovasi, kolaborasi, dan pemberdayaan talenta muda yang kreatif diyakini mampu mendorong terciptanya solusi efektif untuk memperkuat ketahanan energi Indonesia secara berkelanjutan.
Pertamina sebagai perusahaan energi nasional, diungkapkan Iriawan, berkomitmen memenuhi kebutuhan energi nasional, dan concern pada peran menggerakkan kesadaran ihwal tanggung jawab bersama.
Karenanya, Iriawan menegaskan, sinergi antara pendidikan tinggi, pemerintah, dan industri menjadi komponen penting dalam menyiapkan talenta unggul di bidang energi.
Peran Penting Perusahaan Energi
Saya sependapat dengan pandangan Iriawan, bahwa masa depan energi tak hanya ditentukan oleh kecanggihan teknologi, tetapi juga oleh kualitas manusianya. Karenanya pula, perpaduan antara penguasaan hard skill seperti riset, teknologi, dan inovasi berkelanjutan, yang dibarengi soft skill seperti integritas, kolaborasi, pemikiran kritis, dan mental tangguh, menjadi kunci membentuk talenta di masa depan.
Pandangan Iriawan tersebut relevan dengan isyarat keras tokoh revolusioner Universitas Oxford - Inggris, James Martin (2007) ihwal 17 tantangan besar abad ke 21 bagi generasi muda. Khasnya yang berkaitan dengan kesadaran, kemampuan, dan kemauan dalam menjawab tantangan : Menyelamatkan Bumi; Mencapai Gaya Hidup Lestari (berkelanjutan); Melindungi Biosfer; Mengembangkan budaya kreatif inovatif berbasis sains dan teknologi; Memperluas Potensi Manusia; Mengendalikan dan mengelola singularitas; dan Memodelkan Sistem Planet.
Setarikan nafas, pandangan Iriawan tersebut juga relevan dengan tantangan khas, terkait dengan: Gangguan Teknologi; Perubahan Iklim dan Kerusakan Lingkungan; Tata Kelola Global; Perubahan Orientasi dan Gaya Hidup Generasi Muda; Perubahan Kekuatan Ekonomi; Pengendalian Penduduk dan Pola Konsumsi Energi.
Paparan Iriawan mengisyaratkan, Pertamina (Persero) sebagai bagian tak terpisahkan dari korporasi energi global berperan penting dalam membangun ketahanan energi sebagai bagian dari ketahanan ekonomi global.
Peranan tersebut, antara lain dengan dengan berinvestasi dalam energi terbarukan lokal (seperti: tenaga surya, angin, dan panas bumi). Dalam hal panas bumi, Pertamina sudah melakukannya sejak lama dalam proses transformasinya dari perusahaan minyak bumi dan gas ke perusahaan energi. Tak berhenti hanya dalam aksi mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan meningkatkan keamanan energi. Lebih jauh dari itu adalah menurunkan biaya pembangkitan listrik.
Yang tak kalah pentingnya adalah melakukan secara sadar dan terencana human investment. Investasi modal manusia (human capital) dan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) secara nyata.
Berbagai upaya mesti dilakukan, mulai dari aksi korporasi mengembangkan teknologi baru (terkait dengan energi hijau), membangun dan merawat infrastruktur energi terbarukan, memperkuat sistem energi untuk menahan gangguan.
Kerjasama Internasional
Dalam hal energi hijau, salah satunya yang mengemuka adalah hidrogen hijau, yang diproduksi melalui elektrolisis air yang dipandang sebagai alternatif menjanjikan bagi bahan bakar fosil, sekaligus menawarkan sumber energi yang lebih bersih untuk transportasi dan industri.
Selaras dengan itu, perusahaan energi, sebagaimana dilakukan Pertamina (Persero) juga mempromosikan efisiensi energi, dengan berbagai langkah, seperti aplikasinya di gedung, industri, dan transportasi dalam upaya membantu konsumsi energi secara keseluruhan dan menurunkan tagihan energi, sebagaimana dikemukakan Bank Dunia.
Tak terhindarkan, tantangan dan kondisi mutakhir kehidupan global, juga mendorong kemestian melakukan kerja sama internasional untuk mewujudkan ketahanan energi nasional, regional, dan global.
Carbon Free Europe mengemukakan, kemitraan dan kolaborasi internasional merupakan kunci untuk mempercepat transisi energi, berbagi teknologi dan praktik terbaik, serta mendukung negara-negara berkembang dalam upaya transisi energi mereka.
Perusahaan-perusahaan energi melakukan upaya kerjasama dalam standar internasional dan mempromosikan praktik good corporate governance di sektor energi, guna memastikan persaingan yang adil dan transparan serta mendorong inovasi.
Menghadapi Risiko Geopolitik
Dari perspektif lain, kerjasama tersebut perlu dilakukan untuk menghadapi dan menangani bersama risiko geopolitik, sebagaimana mengemuka dalam Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum).
Forum tersebut mengemukakan, perusahaan-perusahaan energi berupaya mengurangi risiko geopolitik dengan mendiversifikasi sumber pasokan energi, mempromosikan kemandirian energi, dan mengurangi ketergantungan pada negara atau wilayah tertentu.
Dikemukakan juga, dengan berinvestasi di area ini, perusahaan energi memainkan peran penting dalam membangun ekonomi global yang lebih tangguh dan berkelanjutan, yang tidak terlalu rentan terhadap guncangan dan lebih mampu memenuhi kebutuhan energi masa depan.
Terkait dengan keamanan dan ketahanan energi, perusahaan-perusahaan energi, tanpa kecuali Pertamina (Persero) dihadapkan oleh tantangan untuk berinvestasi dalam teknologi penyimpanan energi, yang memungkinkan penyimpanan energi surplus dan memastikan pasokan energi yang andal.
Pun, demikian halnya dengan pelaksanaan dan pengembangan kolaborasi proyek-proyek infrastruktur energi terbarukan, mengurangi ketergantungan pada pemasok energi eksternal dan memperkuat keamanan energi.
Tak kalah pentingnya, sebagaimana mengemuka dalam artikel ScienceDirect, perusahaan-perusahaan energi berfokus pada penguatan rantai pasokan masing-masing untuk memastikan keandalan dan ketersediaan sumber daya dan komponen energi yang penting.
Dalam keseluruhan konteks inilah, apa yang dikemukakan Iriawan saya garisbawahi. |