Malam Budaya Baca Puisi Forhati

Pesona Persona Kala Pesohor Baca Puisi

| dilihat 3665

PERGELARAN Malam Budaya Baca Puisi – FORHATI (Forum Alumni HMI-wati) di Auditorium Perpustakaan Nasional, Jakarta, Ahad (29/4) berlangsung meriah. Kegiatan yang diselenggarakan untuk memperingati Hari Kartini, Hari Pendidikan Nasional, dan Hari Baca Puisi, itu melibatkan sejumlah figur prominen, membacakan sejumlah puisi.

Jumrana Salikki, penanggungjawab acara, itu menyebut, gelar acara baca puisi dan penampilan kelompok musik Serojacoustic -- yang biasa menyajikan lagu-lagu Melayu -- digelar dalam konteks mengembangkan apresiasi sastra dan musik bersyair puitik.

“Pergelaran malam ini, berbentuk one topic show dengan keragaman karya seni lainnya,” ujar Jumrana. Karena selain baca puisi, juga disajikan tarian dari Lembaga Pengembangan Budaya Melayu (LPBM).

Tampil membaca puisi dalam acara itu, Ibu Mufidah Jusuf Kalla. Ia membaca puisi karya N. Syamsuddin Ch. Haesy, bertajuk Ibu Pertiwi.

Ketua MPR RI, Zulkifli Hasan, juga tampil membacakan puisi karya Taufik Ismail, bertajuk Berjuta Mereka, Berjuta Ibunda Kita.

Bersama kedua tokoh prominen itu tampil membacakan puisi, GKR (Gusti Kanjung Ratu) Hemas, dengan puisi bertajuk Airmata Sandhyakala.  Juga tampil Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Salahuddin Uno yang membacakan salah satu karya Gus Mus.

Akan halnya Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, membaca puisi bertajuk Perempuan Indonesia Telangkai Nusa, karya Hasyiena Fatimah Az Zahra. Disusul oleh pengamat politik yang juga Koordinator Presidium Majelis Nasional KAHMI (Korps Alumni HMI) Siti Zuhro, membacakan puisi Nasrudin Anshari (Gus Nas) bertajuk, Melipat Gelap, Membentang Terang.

Taufik Ismail tampil membacakan puisi sendiri tentang Panglima Laut Malahayati. Sediakan, penyair kritis, itu akan menampilkan 7 (tujuh) puisi tentang perempuan pejuang Indonesia, seperti Tjoet Nja’ Dhien, Laksamana Malahayati, Rohana Koedoes, Rahmah el Yunusiah, Rasuna Said, Christina Martha Tiahahu, dan puisi untuk ibundanya. “Tapi, karena jatah saya hanya satu puisi, saya bacakan satu puisinya tentang Laksamana Malahayati.

Gus Nas tampil membacakan puisinya tentang Kartini, bersama aktris Olivia Zalianti, yang datang didampingi ibunya, Tetty Liz Indriati. Gus Nas membaca Kidung Kartini dengan apik.

Pembacaan puisi diawali dengan penampilan Koordinator Presidium Nasional Alumni HMI-wati (FORHATI), Hanifah Husein dengan aksentuasi dan ritme yang dinamis. Puisi yang cenderung mini prosa liris, yang dibacanya merupakan refleksi lintas panjang perjuangan perempuan Indonesia, termasuk RA Kartini sebagai pejuang literasi perempuan.

Ketika sampai pada bagian-bagian tertentu puisinya yang menegaskan tentang eksistensi perempuan, terasa aksentuasinya. Nampak dia pembaca puisi berbakat.

Ketua MPR Zulkifli Hasan, sebelum membaca puisi Taufik Ismail, mengaku ‘grogi,’ karena Taufik Ismail ada di depannya. “Ini tugas paling berat yang harus saya lakukan,” ujarnya.

Zul juga bercerita tentang ibunya, yang membesarkannya di Lampung. “Puisi ini saya persembahkan untuk ibunda, perempuan hebat yang punya cinta semesta, cinta pada keluarga, kampung halaman, dan tanah airnya,” ungkap Zul.

Ibu Mufidah Jusuf Kalla, membaca puisi alit tentang Ibu Pertiwi. Mengalir dengan intonansi yang terjaga. “Ibu pertiwi memandang anak-anaknya / Menggelorakan semangat / Mewujudkan Indonesia Raya / Lihatlah berjuta putera-puterinya / Dengan ilmu setinggi cakrawala se dalam dasar samudera / Berlomba menanam kebajikan....//, ungkap Ibu Mufidah.

Ia memungkas pembacaan puisinya dengan aksentuatif, mengekspresikan perasaannya : Ibu pertiwi berdiri di punggung-punggung bukit / Tangannya membentang mengalirkan cinta / Menebar kesadaran menumbuhkan benih kemajuan Menghimpun yang terserak / Mendekatkan yang jauh / Mengkaribkan yang dekat / Mengukuhkan komitmen?Saling memuliakan?/ Karena kita adalah satu :?Indonesia Raya?//”

Gusti Kanjeng Ratu Hemas yang datang dengan baju warna hijau dan langsung dari bandara, mengaku masih lelah. “Saya akan membaca dengan tenaga yang tersisa,” katanya, disambut senyum khalayak di gedung yang berakustik bagus itu.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi membaca puisi yang ditulis Hasyienna Fatimah az Zahra ketika menghadiri pertemuan di kantin Kantor Perwakilan Republik Indonesia untuk PBB, New York, tahun 2016. Puisi bertajuk Perempuan Indonesia Telangkai Nusa, itu merupakan penghormatan atas para diplomat perempuan yang bersama para diplomat laki-laki, gigih memainkan peran memperjuangkan sikap dan gagasan Indonesia di ajang internasional.

Retno bercerita, puisi menggunakan kertas warna merah muda, hampir mirip dengan warna baju pink yang dikenakannya malam itu. Dia menerima puisi itu, saat menemani Presiden Joko Widodo di forum KTT ASEAN – Singapura, beberapa hari lalu.

Kepada Jumrana, penanggungjawab Malam Budaya Baca Puisi, Retno merasa, puisi itu sesuai dengan kiprah dan tanggungjawabnya mengembangkan diplomasi. Menegaskan posisi Indonesia dalam konstelasi pergaulan dunia.

Sandiaga Uno, membaca puisi karya Gus Mus (KH Mustofa Bisri) tentang perempuan cantik budi di Multazam – Ka’bah Baitullah. Puisi religius yang membuat khalayak menyimak setiap lariknya. Sebelum membaca puisinya, Sandy yang juga Wakil Gubernur DKI Jakarta, itu membaca dua pantun.

Sandy berhasil mengkaribkan suasana dengan komunikasi panggung yang sangat baik. Terutama ketika dia membaca pantun. “Pantun Betawi komunikatif, ada bagian-bagian yang mengundang respon hadirin,” cetusnya. Sandy membuat acara Malam Budaya Baca Puisi Perempuan untuk Indonesia, itu terkesan gayeng bersambut.

Siti Zuhro alias Mbak Wiwik, pengamat politik sohor yang kini menerima amanah sebagai Koordinator Presidium Majelis Nasional KAHMI (Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam) membaca puisi Gus Nas dengan gayanya yang khas. Kalau biasanya dia hadir mengomentari politik yang riuh, kali ini dia bercerita tentang abadinya gagasan perjuangan literasi dan edukasi Kartini dalam menyikapi persoalan laten yang dihadapi kaum perempuan Indonesia. Puisi kontekstual untuk dibacakannya.

Acara semakin terasa bernilai, ketika Taufik Ismail membaca puisinya tentang Laksamana Malahayati dengan gayanya yang khas. Nasionalis. Religius. Menggugah. Sekaligus ‘mengajak’ khalayak merenangi sejarah.

Taufik Ismail bukan sekadar penyair, seperti kehadirannya malam, itu yang utuh sebagai pujangga sekaligus budayawan berwawasan luas. Ketekunannya dan konsistensinya merawat dunia sastra Indonesia, membuat Taufik Ismail selalu hadir sebagai sosok intelektual yang berkespresi lewat puisi.

Nasrudin Anshari (Gus Nas), budayawan pemimpin Desa Kebangsaan Ilmu Giri, tampil apik bersama aktris Olivia Zalianty, membaca puisinya tentang Kartini dari sudut pandang yang lain. Menarik Kartini dengan berbagai metafor ke masa kini dan mendatang.

Gus Nas dan Olivia memberi ‘warna’ tersendiri acara Malam Budaya Baca Puisi FORHATI. Selama ini keduanya bersama Maya Hasan menggelar berbagai acara baca puisi dalam format pertunjukan yang atraktif, antara lain di Candi Prambanan dan Candi Borobudur dalam rangka peringatan Heritage World Day yang semarak.

Gus Nas dan Olivia dirayu hanya beberapa hari sebelum pergelaran, ketika keduanya sedang bersiap mengisi acara peringatan Hari Pendidikan Nasional di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2 Mei 2018 mendatang. Olivia akan menyajikan monolog Ki Hajar Dewantara dan Gus Nas baca puisi.

Gus Nas, Olivia, dan Tetty Liz Indriaty masuk lewat pintu belakang auditorium itu, kala Ibu Mufidah Jusuf Kalla sedang membaca puisi.

Keseluruhan acara menjadi sungguh malam budaya, karena tarian dari Lembaga Pengembangan Budaya Melayu (LPBM) dan Kelompok Musik SerojAcoustic, menghadirkan tak hanya ekspresi seni, tetapi juga menghadirkan paduan tari, musik, dan syair puitik yang selaras dengan tema malam itu.

“Lagu-lagu, musik, dan tari Melayu adalah satu kesatuan tak terpisahkan, dan ini adalah bagian penting kebudayaan nusantara,” ujar Darmansyah, Ketua LPBM sekaligus vokalis utama SerojAcoustic. “Lirik-lirik lagu melayu, sebagian terbesar adalah pantun dan puisi dengan pola sanjak yang ketat, tapi relevan dengan perkembangan masyarakat,” tegas Darmansyah.

Hanifah Husein, selaku Koordinator Presidium FORHATI Nasional, berterima kasih kepada seluruh pihak yang menyukseskan acara itu. Dia mendatangi pengisi acara satu persatu. “Saya bersyukur, didukung banyak kalangan untuk menggelar acara ini,” ujarnya.

Hanifah merendah, ketika dia merasa malu menerima pujian, acara yang digelar organisasinya, itu menjadi pesona baru kegiatan alumni HMI dan HMIwati yang selama ini lebih suka berpolitik. “Kita concern pada pencapaian kualitas insan cita: kecendekiaan, kreativitas, pengabdian, islami, dan ibadah,” pungkasnya. | Javier M. Fadhillah

Editor : sem haesy
 
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 168
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 339
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 365
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 334
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1096
Rumput Tetangga
Selanjutnya