Dayang Dayang Politik

| dilihat 652

Bang Sèm

Dayang-dayang politik selalu ada dari masa ke masa. Perannya menghibur para petinggi politik yang sedang mencumbui kekuasaan. Platform berfikirnya selalu cenderung sama dari masa ke masa: pembenaran atas apa saja yang dilakukan sang petinggi.

Dari masa ke masa, para penguasa selalu merasa perlu adanya dayang-dayang politik.

Bagi petinggi politik yang berkualitas dan mempunyai watak kepemimpinan yang kuat, cerdas dan luas wawasan, keberadaan dayang-dayang politik diperlukan sebagai mitra penghibur untuk menjaga kesegaran mental, sehingga selalu tampil segar. Mereka hanya dikenali di lingkungan terbatas.

Untuk menjaga dan memelihara watak kepemimpinannya, petinggi politik yang berkarakter merekrut kalangan cendekiawan yang memainkan peran sebagai mitra dialog, mitra debat, bahkan sebagai pemberi second opinion atas berbagai masalah. Secara formal, biasanya mereka ditempatkan sebagai 'hidden staff.'

Untuk kepentingan mengartikulasikan pikiran dan gagasan kepada khalayak, petinggi seperti ini juga merekrut satu dua orang yang mempunyai kapasitas dan kompetensi tertentu, yang memainkan peran sebagai loudspeaker - pelantang sikap, pemikiran, pendapat, dan cara merespon berbagai isu aktual yang dinamis. Posisinya sebagai staf yang ditampakkan.

Bagi petinggi politik yang berkualitas dan berkarakter semacam ini, tak diperlukan watch dog, penyalak yang 'menggonggong' siapa saja yang diposisikan sebagai oposan atau pengeritik. Karena biasanya, petinggi politik yang berkualitas dan berkarakter, bersikap sungguh demokratis dan mencegah dirinya menjadi otoriterian. Selalu bisa menerima kritik sepedas apapun, dan punya kemampuan untuk memumpun kritik sebagai bahan dalam proses policy design.

Partisipasi politik yang kritis sangat diperlukan oleh petinggi semacam ini, tak peduli kritik yang dilontarkan kepadanya bersifat konstruktif atau destruktif, obyektif atau subyektif.  

Sebaliknya, bagi petinggi politik yang cenderung lack of leadership, tak berkualitas dan asyik dengan pembenaran sekaligus berjarak dengan kebenaran, dayang-dayang politik memainkan multi peran. Baik sebagai penghibur, kawan berbincang atau penyalak. Bahkan tak jarang, dayang-dayang politik menjadi penyerang siapa saja yang dicurigai bakal menjadi kompetitor. Atau penyerang bagi siapa saja yang dianggap atau dipandang berpotensi meluruhkan citra dan eksistensi.

Celakanya, mereka yang menjadi dayang-dayang politik petinggi politik semacam ini, juga tak berkualitas. Minimal mengalami persoalan dengan wataknya dan belum selesai dengan dirinya.  Dalam menghadapi siapa saja yang dipandang sebagai lawan politik, kompetitor dan aspiran, yang dilakukan selalu pendekatan taktikal: offensif atau defensif.

Untuk itu dayang-dayang politik masih diperkuat dengan cyber warrior, pokrol saiber dan pendengung untuk membenarkan apa saja yang dilakukan (ucapan dan tindakan) sang petinggi.  Pada ajang diskusi atau debat, selalu cenderung menggunakan pola komunikasi politik yang stereotype: penetratif, interventif, dan blokkeren.

Meluruhkan Legitimasi Politik

Dayang-dayang politik yang memainkan peran sebagai distributor dan pembenar sikap dan tindakan (termasuk ucapan) petinggi politik semacam ini, hanya diperlukan oleh petinggi politik yang diam-diam ragu atas legitimasi politik atas dirinya secara sosio-budaya, walaupun dia mempunyai legitimasi formal.

Namun, seringkali prosedur dan sistem politik formal selalu berhadapan dengan pertanyaan klasik: apa yang membuat suatu otoritas sah di mata rakyat? Terutama ketika mandat yang diberikan rakyat kepada petinggi politik dilaksanakan.

Secara sederhana, legitimasi politik nyata seorang petinggi politik di negara-negara demokrasi atau non demokrasi adalah bagaimana rakyat merasakan perlakuan adil. Karenanya dalam proses pemilihan petinggi politik untuk memperoleh otoritas selalu disyaratkan proses pemilihan yang adil dan jujur.

Janji-janji kampanye politik, termasuk yang menjanjikan kesejahteraan, bisa saja diabaikan oleh rakyat, ketika mereka merasakan perlakuan yang adil.  Sebaliknya, ketika perlakuan tak adil yang dirasakan, tuntutan rakyat terkait dengan kesejahteraan selalu menyertainya.

Situasi ini tak akan pernah bisa diatasi hanya dengan retorika politik, walaupun dilakukan secara penetratif hipodermis. Dalam konteks inilah berlaku pemahaman dialektis, ketika politik dipahami sebagai 'seni mengelola aspirasi rakyat' dan sebagai 'lubang kunci' peradaban, yang harus dilakukan oleh petinggi politik adalah paham dengan sesungguhnya, siapa rakyat yang memberinya mandat melalui proses politik formal.

Dalam konteks ini, para petinggi politik mesti berfikir dengan irama atau hakikat yang saam dengan apa yang dipikirkan rakyat. Karena legitimasi seorang petinggi politik atau legitimasi kekuasaan politik  tidak hanya penting bagi mereka yang diberi mandat untuk mempunyai otoritas, melainkan penting bagi rakyat yang memberi otoritas politik itu.  Karena, dengan menggunakan cara apapun, otoritas yang disandang petinggi politik -- apalagi dengan transaksi politik dalam pragmatisme politik praktis -- tak lagi merupakan pengalihan kekuasaan secara sukarela dari rakyat kepada petinggi politik atau partai politik yang mendukungnya. Ketidak-selarasan dalam memahami realitas ini akan menentukan bagaimana kualitas kepercayaan politik.

Aksen politik menjadi sesuatu yang boleh jadi penting bagi petinggi politik dalam menghadirkan kepemimpinan politiknya secara formal. Isu keadilan kemudian menjadi sangat penting, katimbang dengan isu-isu retoris tentang kemakmuran, stabilitas, ketertiban dan berbagai hal yang secara konotatif dan denotatif bverkaitan dengan pelanggengan kekuasaan.

Dalam konteks ini, dayang-dayang politik dengan peran ganda sebagai watch dog, produsen pembenaran, pembingkai citra, pendengung dan penyalak tidak diperlukan. Dayang-dayang politik cukup diperlakukan secara proporsional sebagai penghibur kala senggang untuk meredakan ketegangan atau penyegar para petinggi politik.

Dayang-dayang politik multi peran, hanya diperlukan oleh para petinggi politik sebagai pemantik ketenangan dan sukacita personal. Multi peran dayang-dayang politik, ketika porsinya sudah berlebihan, ibarat obat overdosis justru akan menjadi penyakit. Bahkan, ketika keberadaan mereka hendak diletakkan dalam pemahaman pragmatik, menjamin kesahihan legitimasi. Karena selalu di dalam benak petinggi politik, ada anggapan, bahwa legitimasi amat pada stabilitas rezim politik.

Sejarah dinamika politik di berbagai negara banyak memberi pelajaran, betapa multi peran dayang-dayang politik, justru seringkali menjadi faktor yang meluruhkan legitimasi politik. |

 

Editor : Web Administrator
 
Budaya
09 Des 23, 08:03 WIB | Dilihat : 737
Memaknai Maklumat Keadaban Akademi Jakarta
02 Nov 23, 21:22 WIB | Dilihat : 895
Salawat Asyghil Menguatkan Optimisme
12 Okt 23, 13:55 WIB | Dilihat : 846
Museum Harus Bikin Bangga Generasi Muda
Selanjutnya
Energi & Tambang