Jangan Mudah Kagum

| dilihat 833

Catatan Masybitoch

"Jangan melihat buku dari sampulnya." Kiasan ini sering digunakan untuk memandu siapa saja mengenali siapa saja. Tak hanya pasal kelemahannya, tetapi juga kekuatannya. Plus minusnya.

Kalimat itu juga yang disampaikan Tok Karamah kepada cucunya, Wan Juba, seorang pemberita, usai menyimak ceramah Tok Monte di majelis Syarahan Petang Korporasi di kantor pusat sebuah bank, yang dihadiri ramai khalayak.

Tok Karamah yang sejak belia sudah terlatih untuk menyampaikan pidato dan tausiyah, memang cerdik. Dia sangat menguasai berbagai pengetahuan, karena terbilang 'kutu buku' dan diberkati dengan kecerdasan di atas rata-rata. Pun punya kemahiran dalam berdebat. Retorikanya memikat. Dia pandai menyesuaikan diri dengan khalayak dengan ragam latar belakang.

Kata Tok Karamah, Tok Monte selalu mencari tahu kepada panitia, siapa khalayak yang akan mendengar dan menyimak pidatonya. Termasuk keragaman latar belakang.

Informasi awal tersebut diperlukan Tok Monte untuk mengenali siapa khalayaknya. Dia akan senang bila mendapat informasi, bahwa khalayak yang akan mendengar ceramahnya adalah kalangan yang mudah 'membaca buku dengan hanya melihat cover-nya.'

Seperti petang itu, ketika Tok Monte memberi ceramah umum yang dihadiri banyak tokoh prominen, termasuk kalangan muda yang cerdas dalam pikiran, namun tak cukup mengenali siapa sungguh Tok Monte. Seperti Wan Juba, yang mudah terkagum-kagum dengan pikiran cerdik seorang tokoh.

"Ceramahya luar biasa. Tok Monte jago memadu padan keilmuan umum dan agama dengan pilihan diksi bervariasi mencerminkan keilmuannya. Pemikirannya tentang sosok seorang pemimpin kena mengena dengan situasi zaman mutakhir. Termasuk ihwal kecakapan kita memasuki era digital," cerita Wan Juba.

Tok Karamah tersenyum dan menganggukkan kepala. "Sejak belia dia seperti itu," ungkap Tok Karamah, yang sejak belia berteman dengan Tok Monte, meski di masa tua berpisah jalan dan ruang peran diri dalam masyarakat.

"Sejak belia dia semacam itu. Cerdik dan punya pesona persona luar biasa dalam memikat khalayak. Itu sebabnya sejak belia dia sudah mampu meyakinkan banyak rekan memberi sokongan kepadanya memimpin organisasi kaum belia. Atok pun mendukungnya," cerita Tok Karamah.

"Jadi Atok sama pandangan denganku, bahwa Tok Monte sebagai pemimpin sosok yang hebat?" tanya Wan Juba.

Tok Karamah menggeleng. "Dalam hal kecerdikan, tak sesiapa bisa menafikan kehebatan Tok Monte. Dalam hal melontar gagasan dengan berbagai pemikiran ilmuwan, ulama dan begawan ternama, Tok Monte satu dari sedikit kalangan di negeri ini yang hebat. Sebagai pemimpin yang utuh, bila dia tak kembali ke awal karakter pribadinya, adanya tak menggenapkan," katanya.

Wan Juba mengernyitkan dahinya. Tok Karamah menambahkan, "Dengan retorika yang baik dan terlatih, keberanian melawan arus besar yang mendominasi pandangan dan pemikiran, termasuk berani menghadapi kekuasaan, Tok Monte luar biasa."

"Jadi, kalau begitu, dia memang pemimpin hebat yang layak dan patut memimpin negeri kita, kan? Apalagi partai yang dipimpinnya juga beroleh amanah dari rakyat.." respon Wan Juba, cepat.

Tok Karamah tersenyum. "Kenali dulu dia lebih obyektif dan sempurna. Pisahkan dirinya sebagai pribadi dan sebagai pemimpin. Teliti baik-baik, apakah kesanmu sudah benar dan tepat?" tambahnya.

***

Tok Karamah memandu cucunya melakukan riset, cermati rekam jejaknya dalam berpolitik dan berperilaku dalam kehidupan pribadinya.

Dalam hal praktis pragmatis, gali lebih mendalam, apakah perolehan dukungan rakyat kepada partai koalisi yang dipimpin Tok Monte, merupakan dukungan rakyat kepada partai yang dipimpinnya? Atau merupakan kumulasi perolehan suara rakyat atas beragam partai di dalam partai koalisi tersebut?

"Dalam dua kali pemilihan umum, sesungguhnya yang rakyat memberikan dukungan lebih banyak kepada partai yang didirikan Koh Pe Tang,  kawan politik Tok Monte. "Tapi undang-undang tak memungkinkan Koh Si Ang yang kini memimpin partai yang didirikan Koh Pe Tang menjadi pemimpin koalisi, sekaligus memimpin negeri. Di situlah Tok Monte beroleh manfaat situasional," tambah Tok Karamah.

"Sebagai sahabatnya, bagaimana Atok melihat karakter Tok Monte?" desak Wan Juba.

"Dulu, Tok Monte punya gagasan-gagasan besar yang mempesona. Dia pun punya daya pengaruh yang besar dan tahan uji menghadapi berbagai tekanan dalam berjuang mencapai kemenangan politik. Dia punya daya hebat dalam menciptakan peluang dan merumuskan kekuatan untuk menang. Siasat dan muslihatnya luar biasa," ungkap Tok Karamah.

"Jadi tak salah dong, kalau Wan kata, Tok Monte memang hebat dan layak memimpin?"

Lagi, Tok Karamah tersenyum. "Tok Monte, itu selalu gagal mewujudkan gagasannya dengan baik. Dia terlalu hanyut dengan fantasinya. Khalayak dibawanya ke dalam jebakan fantasi. Karena, wataknya terbelah. Tok Monte mudah hanyut oleh rasa kagum khalayak. Dia lebih suka bicara dan orang mengaminkan apa yang dia kata. Dia kurang sebar menerima hujah orang lain," jelas Tok Karamah.

Wan Juba terpaku. Ia teringat pandangan Tok Monte tentang kakeknya, itu saat berkesempatan mewawancarainya beberapa waktu berselang. Kala itu, Tok Monte berkata, "Atokmu terlalu idealis dan ideologis, dia bukan politisi. Siasatnya kurang. Dia tak mau mengembangkan fantasinya. Apalagi, atokmu tak mau melakukan muslihat politik."

Lagi, Tok karamah tersenyum. "Atok berbeda sikap dan pandangan dia. Karena cinta Atok sebagai sahabat kepadanya, seringkali Atok sampaikan kritik kepadanya. Dia mengangguk, tapi sesungguhnya tak mau mendengar kritik Atok."

Jadi? "Kamu kan wartawan, tugas utamamu menguji dan mengungkapkan kebenaran informasi. Ujilah kebenaran informasi yang dia sampaikan dan yang Atok sampaikan. Lakukan verifikasi dan konfirmasi. Jangan mudah kagum, sehingga kamu kehilangan obyektivitas. Jangan grasa-grusu, agar kamu tetap memberikan informasi akurat kepada khalayak," nasihan Tok Karamah.

Bagi Tok Karamah, informasi dan data akurat sangat penting di masa kini, agar setiap petinggi, tak lagi melakukan aib politik, "menyatakan sesuatu yang sesungguhnya tak dia lakukan."

Wan Juba mencium tangan kakeknya. Lalu pamit, karena bimbitnya berbunyi. Editor di kantornya, menugaskan dia memburu seorang nara sumber untuk salah satu isu aktual hari itu.. |  

 

Editor : delanova
 
Budaya
09 Des 23, 08:03 WIB | Dilihat : 737
Memaknai Maklumat Keadaban Akademi Jakarta
02 Nov 23, 21:22 WIB | Dilihat : 895
Salawat Asyghil Menguatkan Optimisme
12 Okt 23, 13:55 WIB | Dilihat : 846
Museum Harus Bikin Bangga Generasi Muda
Selanjutnya
Energi & Tambang