Budaya Kerja 2015

Dari Resolusi Diri Menuju Revolusi Kerja Bangsa

| dilihat 1657
AKARPADINEWS.COM | Aktivitas kerja tidak pernah terlepas dari keseharian hidup manusia. Buktinya banyak yang menuliskan bila “kesuksesan pekerjaan” juga menjadi salah satu resolusi penting yang tidak pernah terlewat tiap tahunnya. Sebelum membuat resolusi kerja, ada baiknya kita memahami dulu makna dan tujuan bekerja. 
 
Apakah kita bekerja untuk uang dan memenuhi berbagai kebutuhan? Untuk Eksistensi? Atau untuk harga diri sebagai manusia. 
 
Kerja sangat dibutuhkan untuk menjadi diri kita eksis sebagai individu selain untuk membangun sebuah sistem dalam cakupan dari tingkat lingkungan terdekat hingga negara. Mantan presiden Indonesia, B.J Habibie pernah mengungkapkan, untuk membangun sebuah negara yang maju, “Semua harus dibayar dengan jam kerja”. 
 
Kata “Kerja” pun saat ini menjadi sentral utama yang digaungkan Presiden Joko Widodo dan wakilnya Jusuf Kalla sebagai tagline dari kabinetnya, yaitu Kabinet Kerja. Kerap kali di media-media kita melihat kinerja kerja para menteri kabinet ini yang mengikuti/ intruksi pemimpinnya untuk “blusukan” langsung melihat persoalan kondisi masyarakat. Blusukan dan komunikasi langsung dengan masyarakat memang penting, namun pada akhirnya yang dibutuhkan adalah solusi nyata dari hasil blusukan. Bahkan salah satu solusi jitu mengentaskan kemiskinan adalah membuka lapangan pekerjaan yang layak, bukan memberikan sumbangan, karena pada dasarnya manusia akan lebih merasa memiliki harga diri  dan martabat jika dia bekerja dan dapat memiliki identitas profesi di banding menganggur. Inilah tugas panjang negara terhadap rakyat.
 
Rakyat selalu ingin pemimpin yang bisa membuatnya sejahtera dan bahagia, hanya bila hanya pemimpin saja yang bekerja tentu tidak cukup. Kabinet ini menggunakan kata “Kerja” sebagai bagian dari “Revolusi Mental” yang hubungannya dengan “Revolusi Kerja”. Dengan mental yang baik akan terbangun revolusi kerja, sekali lagi semua diawali dengan membuat resolusi dari diri sendiri.  Lalu sejauh mana produktivitas kerja kita dan masyarakat Indonesia dalam membangun diri dan bangsanya, sayangnya belum dapat disamakan dengan negara-negara maju lainnya. 
 
Marilah kita amati perbedaan cara masyarakat Indonesia bekerja dibandingkan di negara maju. Pertama bila secara geografis, kondisi cuaca dengan matahari bersinar sepanjang hari dan tanah yang subur bisa disebut sebagai faktor orang Indonesia cenderung menjalankan pekerjaan dengan santai, tidak seperti di Eropa,Amerika dan Asia Timur yang mengalami pergantian musim, terutama musim salju di mana asupan makanan harus sudah tersedia dengan persiapan musim sebelumnya.  
 
Bahkan bila kita menengok pada Jepang yang dikenal sebagai bangsa dengan budaya “gila kerja”, hal itu terbangun dengan merujuk pada faktor bangsa Jepang sebagai sistem kekaisaran yang feodal, semangat samurai atau pendekar dan kemiskinan juga penderitaan yang dialami akibat perang dunia ke-dua. Akibat ketiga faktor ini bangsa Jepang melakukan revolusi dengan kerja untuk memajukan bangsanya dan keluar dari penderitaan. Selanjutnya, apakah pasca reformasi dan keluar dari Orde Baru yang refresif, kita telah mampu melakukan revolusi mental dan revolusi kerja seperti Jepang, tentu jawabannya “baru nyaris saja”. 
Selain itu, pekerjaan bagi orang Indonesia kebanyakan baru pada tahap pemenuhan kebutuhan ekonomi dan pencarian uang, belum pada tahap bekerja sebagai eksistensi dan memberikan nilai pada diri sendiri sebagai manusia.
 
Gempuran televisi dan iming-iming gaya hidup juga selalu mudah diserap oleh manusia Indonesia karena bangsa ini adalah pasar terbuka bagi datangnya produk asing. Kita bisa membayangkan para pekerja yang pagi hingga sore bekerja, lalu saat malamnya ia beristirahat dan menonton iklan-iklan di televisi, esoknya ia bekerja untuk uang dan terobsesi mendapatkan barang-barang di iklan tersebut. Manusia menjadi alat produksi dari iklan tersebut. Menjadi tubuh mesin.
 
Padahal esensi bekerja yang menarik dan mindset yang perlu dibangun bagi manusia Indonesia adalah, dengan bekerja justru menjadikan manusia menjadi bernilai (being to be human), dengan bekerja manusia mempunyai identitas, eksistensi, harga diri, kreativitas, penyaluran potensi dan menjadi manusia yang sesungguhnya yang membedakan kita dari manusia lain. Mari mencintai pekerjaan untuk menciptakan nilai bagi diri dan bangsa. Mari kita melakukan “Resolusi menuju Revolusi Kerja”. Ratu Selvi Agnesia 
 
Editor : Web Administrator
 
Sainstek
01 Nov 23, 11:46 WIB | Dilihat : 943
Pemanfaatan Teknologi Blockchain
30 Jun 23, 09:40 WIB | Dilihat : 1171
Menyemai Cerdas Digital di Tengah Tsunami Informasi
17 Apr 23, 18:24 WIB | Dilihat : 1434
Tokyo Tantang Beijing sebagai Pusat Data Asia
12 Jan 23, 10:02 WIB | Dilihat : 1582
Komet Baru Muncul Pertama Kali 12 Januari 2023
Selanjutnya
Ekonomi & Bisnis
03 Apr 24, 04:18 WIB | Dilihat : 240
Pertamina Siap Layani Masyarakat Hadapi Lebaran 2024
12 Mar 24, 10:56 WIB | Dilihat : 410
Nilai Bitcoin Capai Rekor Tertinggi
02 Mar 24, 07:41 WIB | Dilihat : 257
Elnusa Bukukan Laba 2023 Sebesar Rp503 Miliar
Selanjutnya