Mimpi Menggaet Mourinho

| dilihat 3123

AKARPADINEWS.COM | MENTERI Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi punya keinginan. Dia ingin Tim Nasional (Timnas) Indonesia dilatih Jose Mourinho. Harapan Nahrawi itu rada serius. Sampai-sampai, dia membicarakan harapannya itu kepada Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum Komite Olimpiade Indonesia (KOI), Erick Thohir.

Mendatangkan Mou, sapaan Mourinho bisa saja. Apalagi, pelatih berjuluk The Special One itu kini tengah menganggur semenjak dipecat Chelsea pada Desember tahun lalu. Tapi, apa mungkin Mou bersedia? Pasalnya, banyak juga tim-tim elit dunia yang menantikan tanda tangan pelatih asal Portugal itu.

Dan, apakah Mou mampu menyulap kualitas permainan Timnas Indonesia? Chelsea saja yang diisi pemain top dunia tersungkur di Liga Inggris. Dus, berani membayar berapa mengontrak Mou? Setidaknya, nilai kontrak Mou melebihi Rp250 miliar selama setahun. Apa mungkin mampu membayar semahal itu? Dan, apakah Mou mau melatih di Indonesia yang terkenal persepakbolaannya selalu dilanda konflik?

Keinginan Nahrawi merekrut Mou memang diarahkan untuk mendongkrak prestasi Timnas Indonesia di level internasional. Daya "magis" Mou diharapkan juga menyebar ke Indonesia. Karenanya, Nahrawi menginginkan asisten pelatih yang mendampingi Mou, harus orang Indonesia. Tujuan, agar bisa mendapatkan pengalaman dari Mou. Nachrowi boleh saja bermimpi. Namun, janganlah terlalu tertinggi. Toh, persoalan konflik di tubuh PSSI saja hingga kini tidak jelas penyelesaiannya.

Sebenarnya, pelatih asing sudah sering melatih Timnas Indonesia. Dan, prestasinya cukup baik, meski tidak membayar kelewat mahal. Alfred Riedl misalnya. Pelatih asal Austria itu pernah menukangi Timnas Indonesia dengan gaji mencapai Rp100 juta per bulan. Riedl terbukti mampu mengubah permainan Timnas Indonesia menjadi lebih baik. Di bawah asuhan Riedl, Timnas Indonesia menjadi runner up Piala AFF tahun 2010.

Bayangkan jika Mou yang melatih Timnas Indonesia. Biaya perbulan yang harus dikeluarkan mencapai Rp20 miliar. Toh, belum tentu pula Mou bisa menjawab ekspektasi pencinta sepakbola Indonesia.

Dulu timnas Indonesia pernah dilatih pelatih level Eropa, yakni Wiel Coerver. Pelatih asal Belanda itu menukangi Timnas Indonesia tahun 1975-1976. Sebelum melatih Timnas Indonesia, Coever merupakan pelatih klub elit asal Belanda, yakni Feyenord.

Bersama Feyenord, Coerver berhasil memboyong piala UEFA Cup, sekarang bernama Europa Cup pada tahun 1974. Namun, kala menukangi Timnas Indonesia, Coerver gagal. Prestasi terbesarnya ialah hanya hampir melaju ke Olimpiade 1976. Pengalaman dilatih Coerver itu menunjukan, pelatih keren, tidak serta merta mampu meningkatkan prestasi tim.

Memang, jam terbang pelatih sangat menentukan dalam meracik strategi dan meningkatkan produktifitas permainan para pemain. Namun, kemenangan di lapangan hijau juga ditentukan skill, fisik pemain, militansi, loyalitas, dan kekompakan tim. Jadi, kualitas permainan bukan hanya ditentukan "nama besar" pelatih saja.

Claudio Ranieri, pelatih Leicester City misalnya. Mungkin, Ranieri kalah beken dibandingkan Mou. Namun, Ranieri mampu menyulap Leicester City menjadi kampiun di Liga Premier Inggris 2015-2016. Para pemain Leicester City pun tidak setenar para pemain Chelsea, Manchester United, Manchester City, Real Madrid, Barcelona, dan klub-klub elit dunia lainnya.

Termasuk, nilai kontraknya yang tidak semahal Ronaldo, Leonel Messi, Gareth Bale, dan sebagainya. Tetapi, para pemain Leicester City mampu bermain apik, agresif, dan solid, sehingga berhasil mengalahkan tim-tim elit Inggris. Dan, bukan tidak mustahil, Leicester City menjadi juara di Liga Champions Eropa, mengalahkan dominasi Barcelona, Real Madrid, Atletico Madrid, Bayern Munchen, dan sebagainya.

Ada baiknya, anggaran besar lebih dimanfaatkan untuk pengembangan bibit pesepakbola usia dini. Toh, pemain-pemain top dunia, disemai sejak usia dini. Lionel Messi misalnya. Sejak usia lima tahun, sudah bermain sepak bola untuk Grandoli, klub sepak bola lokal yang dilatih ayahnya, Jorge Messi.

Kemenpora juga perlu meningkatkan kerjasama dengan Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) agar dapat menyelenggarakan liga domestik yang kompetitif. Percuma Indonesia memiliki banyak talenta sepakbola bila tidak ada tempat untuk menyalurkannya. Karena itu, untuk mendapatkan komposisi pemain terbaik di Timnas Indonesia, maka Kemenpora dan PSSI harus bekerjasama untuk menjalankan liga domestik yang kompetitif.

Mimpi Nahrawi ini memang sebuah niat baik untuk memajukan sepakbola Indonesia. Namun, dia harus berpikir masak-masak akan rencana itu. Jangan sampai mimpi memajukan sepakbola Indonesia dengan menggaet Mou justru nihil prestasi dan merugikan negara. Mimpi besar harus dijalankan dengan cara yang tepat. Seluruh publik sepakbola Indonesia tentu berharap, sepakbola Indonesia menjadi lebih baik.

Muhammad Khairil

Editor : M. Yamin Panca Setia | Sumber : Antara/BBC
 
Energi & Tambang
Polhukam
05 Mar 24, 04:23 WIB | Dilihat : 242
Tak Perlu Risau dengan Penggunaan Hak Angket DPR
05 Mar 24, 08:18 WIB | Dilihat : 421
Anak Anak Abah Menghalau AI Generatif
22 Feb 24, 11:50 WIB | Dilihat : 316
Jalan Terjal Perubahan
18 Feb 24, 05:52 WIB | Dilihat : 271
Melayari Dinamika Kebangsaan dan Demokrasi
Selanjutnya