Gurindam Jiwa Ditulis dan Digubah dengan Hati

| dilihat 9605

BAGI penggemar dan pecinta musik Melayu, selain Seroja, Di Ambang Sore, Fatwa Pujangga, Patah Hati, Selasih Sayang, dan Engkau Laksana Bulan, yang juga selalu ditunggu adalah tembang Gurindam Jiwa. Lagu melodius khas Melayu dengan syair lagu berbentuk pantun, sangat merasuk ke jiwa, dan menyeret rasa kala mendengarnya.

Begini, syair lagu itu :

Tuai padi antara masak / Esok jangan layu-layuan

Intai kami antara nampak / Esok Jangan rindu-rinduan

Anak cina pasang lukah / Lukah di pasang di Tanjung Jati

Di dalam hati tidak ku lupa / Sebagai rambut bersimpul mati

Batang Selasih permainan budak / Daun selasih dimakan kuda

Bercerai kasih talak tiada / Seribu tahun kembali jua.

Burung merpati terbang seribu / Hinggap seekor di tengah laman

Hendak mati di hujung kuku / Hendak berkubur di tapak tangan

Kalau tuan mudik ke hulu / Carikan saya bunga kemboja

Kalau tuan mati dahulu / Nantikan saya di pintu surga

Syair lagu ini ditulis oleh Hamzah Hussein, sastrawan, wartawan, sekaligus orang film Malaysia. Lagu dan musik digubah oleh Wandly Yazid. Dinyanyikan oleh R. Ismail dan Rafeah Buang.  Gurindam Jiwa merupakaan theme song atas film bertajuk sama, diperankan oleh Nordin Ahmad, Latifah Omar, Rose Yatimah, Malek Selamat, dan lainnya. Film ini box office tahun 1965 – 1966.

Hamzah Husein adalah sastrawan Melayu Baharu, Angkatan Sasterawan ‘ 50 (ASAS 50). Hamzah yang terlahir sebagai Abdul Majid bin Hussin, dilahirkan 27 Juli 1927 di Singapura.

Dia meniti karir sebagai wartawan di Royal Press, Harmu, dan Melayu Raya Press, kemudian berkarir sebagai penulis skrip perusahaan film Cathay Keris, sebelum menjadi manajer di Seri Filem, milik artis film Singapura, Sarimah.  Ia kemudian mengelola perusahaannya sendiri Citra Filem, sebelum akhirnya menjadi konsultan filem di Lembaga Perfilman Malaysia – Finas, Hulu Kelang – Selangor.

Hamzah sempat juga menjadi dosen tamu di Universiti Kebangsaan Malaysia (1993). Tentang perjalanan karirnya di dunia film, Hamzah menulis buku bertajuk, Dari Keris Film ke Studio Merdeka.

Hamzah anak kedua dari 13 bersaudara, mengalami pendidikan madrasah (sekolah Arab) dan sekolah Inggris di Singapura. Masa kecilnya hidup dalam susah, dan sempat menjadi penjaja kue untuk membantu keluarganya. Ayahnya pemilik kedai buku kecil, Union Book Store. Selain menjual buku, juga menerbitkan sejumlah buku, antara lain buku Melayu Riau bertajuk Sharifatul Akhtar. Hamzah karib dengan syair sejak kecil, karena ayahnya juga menulis syair dan pantun.

Sejak belia Hamzah sudah karib dengan karya tulis. Dia menulis cerita pendek, bertajuk ‘Pembunuhan Dalam Sebuah Studio’ yang diterbitkan Majalah Filem pada tahun 1946. Apresiasi terhadap karyanya ini, membuat Hamzah memilih seni sebagai jalan hidupnya.

Oleh Cikgu Harun Aminurrashid pemilik Majalah Hiburan, Hamzah diberi kesempatan sebagai penulis kritik film-film Hollywood dan Singapura. Kesempatan ini sekaligus memacunya untuk menekuni lebih mendalam tentang dunia film, mulai dari proses kreatif, produksi, sampai film ditayangkan di pawagam (bioskop).

Tak hanya itu, Hamzah juga menulis sajak, esai, novel, dan skrip film. Sejumlah cerpennya terhimpun dalam antologi (bersama H. Hanim, isterinya) bertajuk Sengketa. Novel-novelnya yang populer : Rumah Kosong, Rumah Itu Dunia Aku, Smseng, Di Mana Terbitnya Si Matahari, Pemburu Kembali ke Rumahnya, Tarikh Berlari Liar, dan Hujan Air Mata.

Sejumlah film yang diangkat dari skripnya, seperti Nelayan dan Layla Majenun, dihargai sebagai film awal perfilman Singapura. Karya-karya filmnya menjadi produk kompetitif antara Cathay Filem dan Shw Brothers. Di Shaw Brothers berkarya P. Ramlee.  mencatatkan persaingan di antara Shaw Brothers dan Cathay. Ketika perusahaan Film lain, seperti Rimau Film Production didirikan Ho Ah Loke, tak mampu bertarung dalam persaingan dua perusahaan film itu, sampai akhirnya Ho Ah Loke mendirikan Keris Film. Lalu berkongsi dengan Loke Wan Tho tahun 1954, mendirikan Cathay Keris. Persaingan ini membuat Shaw Brothers, di Jalan Ampas, Singapura, mengganti nama menjadi ‘Malay Film Productions.’

Akan halnya Wandly Yazid adalah musisi asal Bukittinggi – Sumatera Barat yang lahir 24 Februari 1925. Wandly berpendidikan sekolah dasar dan sekolah tinggi Belanda, dan lulus institut keguruan (yang kemudian dikenal sebagai IKIP) di Padang. Wandly bermusik sejak belia. Kemudian menjadi guru musik pada jaman pendudukan Jepang.

 Wandly menguasai beragam instrumen musik, mulai dari saxophone, trombone, klarinet, piano, accordeon, dan gitar. Wandly belajar bermain klarinet dan biola dari gurunya, Mr. I Bree dan Pak Hamid. Dia juga belajar melukis di Bukittinggi dari pelukis terkenal Wadiki.

Berbekal bakat dan keahlian seni, Wandly hijrah ke Singapura. Di situ dia mendalami keahlian memainkan piano dengan Concordio Suliano, biola dengan Raquiza dan Paul Soliano. Dia juga memperdalam permainan saxophone dengan Paul Martinez.

Di Singapura, Wandly terkenal sebagai musisi, komposer, sekaligus arranger, sehingga dia membentuk orkestra sendiri, Wandly Yazid Orchestra dan Megawati Orchestra (kerjasama dia dengan Radio Malaya). Wandly, kemudian masuk ke dalam ilustrasi musik film, ketika dia bergabung dengan Nusantara Film dan Uni Film Malaya. Selain itu, Wandly juga bergabung dengan Singapore Shymphony Orchestra, dan kemudian mendirikan Fajar Record Company. Tahun 1964 dalam usia 39 tahun dia menjadi Direktur Musik dari Cathay Keris Film Company.

Pada masa, ketika televisi mulai dikenal di awal dekade 60-an itu, Wandly sekaligus membuat musik untuk radio, televisi, dan film. Tahun 70-an, Wandly bergabung dengan Singapore Broadcasting Orchestra, dan membentuk band sendiri: Café Vienna Trio, yang kerap bermain di hotel-hotel besar di Singapura.

Tahun 1992 dia pensiun, kemudian kembali ke Bukittinggi. Ia wafat pada 5 Agustus 2005.

Gurindam Jiwa, gubahannya atas syair yang ditulis Hamzah Hussein, memperoleh banyak penghargaan baginya. Gurindam Jiwa termasuk salah satu karya kolaborasinya yang luar biasa, dan menjadi salah satu pertimbangan atas karya kreatifnya yang berbuah Meritorious Award dari para Masyarakat Komponis dan Penulis Singapura.

Gurindam Jiwa, seperti yang ia dan Hamzah yakini, ditulis dan digubah mengalir begitu saja oleh hatinya. Bagi Wandly, Gurindam Jiwa relatif spesial di antara karya musik filmnya yang lain, seperti film Hang Jebat, Jalak Lenteng, Lancang Kuning, Panglima Besi, Kasih Ibu, Naga di Tasik Cina, dan lainnya. | JM Fadhillah

Editor : sem haesy | Sumber : berbagai sumber singapura dan malaysia
 
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 219
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 432
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 431
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 401
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya
Seni & Hiburan
03 Des 23, 14:05 WIB | Dilihat : 502
Kolaborasi Pelukis Difabel dengan Mastro Lukis
29 Sep 23, 21:56 WIB | Dilihat : 1584
Iis Dahlia
09 Jun 23, 09:01 WIB | Dilihat : 1372
Karena Lawak Chia Sekejap, Goyang Hubungan Kejiranan
Selanjutnya