Jalan Berliku Utusan Melayu (1)

Utusan Melayu itu pun Akhirnya Ditalqinkan

| dilihat 1209

Bang Sèm

"Amat sedih," tulis Tan Sri Johan Jaaffar, tokoh Wartawan Negara Malaysia, di akun whatsapp wartawan Indonesia-Malaysia, Rabu (9/10/19), merespon kabar, berakhirnya penerbitan Utusan Malaysia (dulu Utusan Melayu) pada hari yang sama.

Tan Sri Johan Jaaffar (Tan Sri JJ), adalah mantan Pemimpin Redaksi Utusan Melayu, surat kabar tertua berusia 80 tahun. Jauh sebelum Indonesia dan Malaysia merdeka.

Ini surat kabar perjuangan yang diterbitkan 1939 oleh Rahim Kajai dan Yusuf Ishak (yang kemudian menjadi Presiden Republik Singapura pertama).

Tan Sri JJ dan ribuan warga Malaysia dan sejumlah kolega Indonesia, termasuk saya, sangat bersedih dengan peristiwa ini.

Selain Utusan Malaysia, 'anaknya,' koran Kosmo -- yang secara spesifik banyak memberitakan peristiwa dan kabar tentang Indonesia dan orang Indonesia di Malaysia, juga berhenti terbit.  Kosmo dalam format tabloid jumbo, pernah memuat wawancara dengan saya satu halaman penuh.

Tak hanya karena 800 karyawan Utusan Malaysia dan Kosmo mengalami pemutusan kerja, yang memercikkan kesedihan, itu. Jauh daripada itu, karena Utusan Malaysia alias Utusan Melayu berhenti terbit beberapa waktu setelah berlangsung Kongres Maruah Melayu di Stadium Malawati - Shah Alam, Selangor, Malaysia (Ahad, 6/10/19).

Di kongres yang digelar Universiti Malaya, Universiti Pendidikan Sultan Idris, Universiti Teknologi Mara dan Universiti Putra Malaysia, Perdana Menteri Malaysia Tun Mahathir Mohammad, memberikan amanah, yang sebagian terbesar amanatnya berisi kritik terhadap bangsa Melayu.

Kabar duka pengakhiran penerbitan Utusan Malaysia dan Kosmo disampaikan Direktur Utama Grup Utusan Datuk Abdul Aziz Sheikh Fadzir dalam suratnya kepada karyawan Utusan di Kuala Lumpur, Rabu (9/10).

Dalam suratnya, Datuk Azis mengatakan, sejak beberapa tahun belakangan, Utusan dilanda situasi paling kritis operasional penerbitannya, sejak 80 tahun. Kondisi perusahaan terus memburuk, sejak Mei 2018.

Perusahaan telah mengambil risiko melakukan pemutusan hubungan kerja sukarela dengan lebih dari 700 orang karyawan, yang merupakan pemutusan hubungan kerja terbesar yang terpaksa dilakukan.

Datuk Azis mengemukakan, perusahaan telah berupaya menjual aset-aset kantor untuk mendapatkan aliran dana tunai, tetapi distribusi Utusan dan Kosmo semakin menurun, target perolehan iklan sebesar RM4 juta pun tidak tercapai, sehingga membuat perusahaan makin sulit.

Presiden Partai Keadilan Rakyat (PKR), Anwar Ibrahim, yang menjadi motor utama koalisi Pakatan Harapan (PH) yang kini berkuasa, hanya menyampaikan keprihatinan melalui kicauan di akun twitter-nya.

Ketika pernah berkuasa sebagai Wakil Perdana Menteri dari UMNO (Uni Malay Nation Organization) - partai utama Barisan Nasional di dekade 1980-an, Anwar Ibrahim pernah memanfaatkan surat kabar ini untuk kepentingan politiknya.

Tan Sri JJ, ketika menyampaikan pemikiran dalam pidatonya pada Forum Media Kebangsaan Industri 4.0 di Universitas Taylor, Subang Jaya (25/9/19), mengatakan,  "Saya menemukan sangat sedikit bacaan untuk memberi kesan bahwa masa depan surat kabar cerah dan cerlang. I encountered material after material espousing an imminent demise of newspapers.. Bisnis surat kabar harus ditalqinkan (diberikan ritus terakhir untuk orang mati menurut praktik keagamaan Muslim)."

Tan Sri JJ menyatakan, ia melihat sebuah industri yang telah ditanganinya bertahun-tahun, sebagai industri dengan masa depan yang suram dan tidak menentu.

"Industri surat kabar adalah industri matahari terbenam, banyak yang akan setuju untuk itu. Beberapa kalangan berpendapat, surat kabar telah sekarat dalam gerakan lambat selama satu dekade atau lebih, beberapa berpendapat. Tidak ada masa depan dalam bisnis surat kabar. Itu tidak bisa diselamatkan, bahkan dengan niat terbaik sekalipun," ungkapnya.

Tan Sri JJ mengemukakan, "Saya tidak perlu melihat jauh. Apa yang terjadi pada surat kabar yang saya edit selama enam tahun (1992-1998) adalah kesaksian akan hal ini. Menyedihkan, saya melihat keadaan perusahaan saya sebelumnya dan surat kabar (maksudnya Utusan) yang selalu saya kaitkan."

Lirijh, Tan Sri JJ menyatakan, Utusan Melayu, kini dalam masalah. Pada saat diterbitkan pertama kali, seluruh tujuannya adalah untuk menerbitkan harian nasional yang, menurut W.R. Roff dalam bukunya, The Origins of Malay Nationalism, "dimiliki, dibiayai, dan dikelola hanya oleh orang Melayu di Kepulauan".

Tujuan itu menjadi perintah berat bagi Yusof Ishak dan editor Utusan pertama, Abdul Rahim Kajai, yang belakangan dijuluki sebagai Bapak Kewartanan Melayu atau Bapak Jurnalisme Melayu.

Dengan modal kerja $ 2.000 pada saat itu, Utusan Melayu, dalam aksara jawi, memulai perjalanannya yang sederhana untuk menjadi salah satu surat kabar yang paling ditakuti dan dihormati di negeri ini.

Pada 1967, ia memulai edisi romanisasi, Utusan Malaysia, sepuluh tahun setelah kelompok Straits Times menerbitkan Berita Harian. Bukan rahasia lagi bahwa Berita Harian pada awalnya tidak lebih dari terjemahan harian bahasa Inggris.

Sebagai peusahaan, Utusan Melayu, ungkap Tan Sri JJ, menjadi entitas publik pada 16 Agustus 1994. Selama masa pertumbuhannya, 600.000 eksemplar Mingguan Malaysia (edisi Minggu) diterbitkan dan 350.000 eksemplar Utusan Malaysia dicetak setiap hari. Lantas menjadi suatu grup media dengan 13 majalah di bawahnya.

Tan Sri JJ meengemukakan, yang penting untuk dicatat adalah peran yang dimainkan Utusan berbahasa jawi pada puncak kesadaran nasional Melayu dan kesadaran politik sebelum dan sesudah Merdeka (Kemerdekaan).

Utusan Melayu adalah harian yang berani mengambil risiko. Penjajah Inggris menyebutnya secara derogator menyebutnya sebagai "kertas merah muda", Utusan Melayu menjadi kekuatan hebat yang kredibel dan mengancam mereka.

Bahkan setelah Merdeka, ungkap Tan Sri JJ, Utusan Melayu adalah duri bagi petinggi penguasa Melayu. Mereka percaya bahwa Utusan Melayu dipengaruhi oleh "kaum Kiri" (mereka yang berfaham kiri). Hal itu menjadi alasan yang cukup bagi UMNO untuk bergulat dengan kontrol editorial Utusan Melayu pada tahun 1961.

Para jurnalis mengangkat pena (senjata utamanya). Dilengkapi hanya dengan tekad dan komitmen, mereka melawan. Mereka melancarkan serangan yang berlangsung 90 hari. Said Zahari, editor pada saat itu, dipenjarakan selama 17 tahun di bawah Undang-Undang Keamanan Dalam Negeri.

Tan Sri JJ melihat, apa yang terjadi pada tahun 1961 adalah momen yang menentukan dalam sejarah surat kabar di negara jiran itu. "Kebebasan pers mati pada saat itu, tidak pernah bisa dipulihkan, mungkin selamanya. Jurnalis Utusan Melayu yang sangat mandiri membayar mahal untuk hukuman mereka. Banyak yang melanjutkan hidup mereka, yang lain bertahan dalam bisnis ini, beberapa bekerja untuk berbagai publikasi lain, mengingat awan gelap yang turun ke atas mereka dan saudara-saudara mereka pada tahun 1961," ungkapnya.

Utusan Melayu, ungkap Tan Sri JJ lagi, mungkin telah kehilangan kebebasannya pada tahun 1961. Tetapi itu tidak menghentikan generasi editor dan jurnalis setelahnya untuk membawa keberanian merek mereka. "Merek Utusan Melayu" adalah merek dagang. Mereka bisa sangat setia pada "tujuan Melayu" tetapi mereka tidak pernah rasis. Mereka melawan ketidakadilan, ekstremisme agama, dan keterbelakangan di antara orang Melayu.

Mereka tahu siapa yang memiliki perusahaan atau yang memiliki saham mayoritas, yaitu UMNO - partai yang berkuasa kala itu. Tetapi hal itu tidak menghalangi mereka, dalam banyak hal, untuk menjadi hati nurani ras mereka.

Rabu, 9 September 2019, medium hati nurani Melayu, itu menemui ajalnya, dan 'ditalqinkan' dengan cara yang pilu.. |

 

Editor : Web Administrator | Sumber : TSJJ
 
Seni & Hiburan
03 Des 23, 14:05 WIB | Dilihat : 405
Kolaborasi Pelukis Difabel dengan Mastro Lukis
29 Sep 23, 21:56 WIB | Dilihat : 1473
Iis Dahlia
09 Jun 23, 09:01 WIB | Dilihat : 1295
Karena Lawak Chia Sekejap, Goyang Hubungan Kejiranan
Selanjutnya
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1068
Rumput Tetangga
02 Okt 22, 12:46 WIB | Dilihat : 1659
Tragedi Kemanusiaan di Kanjuruhan
Selanjutnya